4

165 27 3
                                    

Tulang punggung keluarga juga butuh kekuatan. Bagaimana Darma bertahan saat topangannya saja rapuh? Selama ini dia hanya memiliki ibu dan Bamby, kalau dia saja menyerah, lalu siapa yang menghidupi mereka? Darma mengusap air mata saat memasuki gerbang sekolah, biasanya setiap pagi dia akan berdiri di luar gerbang sekedar menunggu mobil Satya datang, tetapi izinkan hari ini Darma untuk menata kembali hatinya. Darma lelah dan belum siap menghadapi hinaan bahkan cacian Satya. Kejadian tadi malam dengan ayah tirinya membuat Darma cukup terpuruk, bagaimana dia melihat secara langsung perlakuan buruk kepadanya ibu. Hati Darma hancur, sedih dan menangis, tetapi sebagai anak tertua dia tidak bisa melakukan apa pun.

Dari kejauhan, Satya yang sedang menyetir mengernyitkan dahi melihat Darma memasuki gerbang begitu saja tanpa menunggunya, sekilas Satya juga melihat Darma mengusap mata menggunakan lengan bajunya.

Darma kenapa, ya?
Dia nangis?
Ah sialan, kenapa juga peduli? Tuh anak udah mutusin hidup susah sama pengkhianat. Hati Satya berisik, sibuk berasumi aneh kepada Darma yang sedikit berbeda dari biasanya.

"Ngelamun aja lu bro, awas nabrak tiang bendera," sahut remaja seusia Darma yang sedari tadi sibuk bermain video game, Abello, lengkap dengan seragam sekolah Tudoro_x_Hybe berusaha menyadarkan Satya yang sedari tadi tidak fokus.

Satya menoleh lalu mendengus ke arah Abello, dia kesal sekali karena Abello bersikeras pindah ke sekolah di mana dia berada, bagaimana jika Abello bertemu Darma? Bagaimana jika Abello tau kalau Darma adalah adik kandungnya?

"Jangan bikin ulah, stop ngebully orang gak bersalah Bell, gue bakal benci banget sama lu kalau lu jadi pembully." Dengan cekatan Satya memutar kemudi untuk memarkirkan mobil. Abell menggedikan bahu lalu mulai memakai earphone yang biasa dia bawa ke mana mana.

"Bedain yang namanya bully sama jahil, bro. Jahil dikit boleh lah, ya, itung- itung perkenalan diri."

"Lu mau dikeluarin lagi, hah? Stop ngulah!" Kini Satya benar-benar memberikan ultimatum yang cukup mengintimidasi.

"Ribet lu, suruh bokap lu nyogok sekolah biar gue gak dikeluarin." Abello meraih ranselnya lalu keluar tanpa memedulikan nasehat Satya. Sedangkan Satya hanya mengembuskan napas lelah akan sikap bebal adik sambungnya itu.

"Setan juga tuh bocah," gumam Satya lalu keluar untuk mengejar Abello. Bocah itu so tau, baru masuk sekolah saja sudah tebar pesona.

"Katanya kelas gue di lantai dua ya selantai sama lu?" tanya Abello melihat-lihat suasana.

"Mana gue tau, tanyain kepsek sana." Satya mengibaskan rambutnya yang berantakan.

"Tanyain sama lu lah, mana gue tau ruang kepsek." Abello mengedipkan sebelau mata kepada Satya.

"Di dunia ini ada yang namanya bertanya, Bell." Satya sudah lelah menghadapi Abello.

"Gunanya lu ada di samping gue apa bang? Lu media gue buat hidup."

"Ngelunjak lu?" Satya meng-headlock Abello agar bocah itu kapok. Bebal tetap lah Bebal, Abello hanya menganggap ultimatum Satya bagaikan angin lalu. Setelah mendengar ocehan Satya, Abello sedikit berlari menghampiri sosok berbadan kecil dan sayu sedang sibuk menyapu halaman rayon. Melihat siapa yang Abello hampiri, Satya mengepalkan tangan erat dan rahang mengeras.

"Lu miskin, ya? Itu sepatu udah bisa masuk rongsok sih," ucap Abello menelisik Darma dari atas hingga bawah. Tawanya hampir meledak saat melihat ujung sepatu Darma robek hampir menampakkan kaos kaki.  Melirik sekilas siapa yang berbicara, Darma kembali sibuk pada kegiatannya. Jujur, Darma lelah dan tidak bertenaga menghadapi orang sombong.

"Kasian, ya, udah miskin, budeg, bisu lagi. Kok lu kuat sih hidup begini?" Geram karena diabaikan, Abello merampas paksa sapu lidi yang dipegang Darma seraya menendang tulang kiri Darma hingga ambruk lalu mulai menyapu tubuh Darma seolah-olah laki-laki berbadan ringkih itu adalah sampah.

Satya DarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang