Terakhir

51 20 4
                                    

Selamat membaca

Senja menjadi latar pemandangan yang tertangkap oleh indera penglihatan Starla. Semilir angin mempermainkan ujung rambutnya yang menggantung tergerai. Ada damai yang tidak pernah Starla rasakan sebelum ini.

Tiba-tiba seseorang membentangkan selembar kerudung putih dan menutupkannya di atas kepala Starla. Gadis itu berjengit kaget seraya menoleh ke arah sosok di sampingnya. Lagi-lagi samar. Namun, kali ini Starla menduga kalau sosok itu adalah seorang lelaki. Entah siapa. Starla pun ingin tahu. 

Ketika Starla berusaha mengenali wajah yang tersamarkan oleh kabut tipis itu, Starla tersentak kembali ke alam nyata. Gadis itu terbengong beberapa saat. Lantas mengedarkan pandangan untuk mematiskan bahwa tempatnya berada saat ini adalah di dalam kamar sendiri.

“Cuma mimpi,” gumam Starla.

Tidak mau terlalu dipusingkan oleh urusan bunga tidur, Starla kembali berusaha memejamkan mata untuk menjemput lelap. Akan tetapi, itu sia-sia.

Starla memilih beranjak dari kasur dan mengurai langkah mendekati jendela kamar kemudian membukanya. Sayup-sayup terdengar lantunan ayat suci dari pelantang suara di surau terdekat. Starla terpaku di sana hanya untuk menajamkan pendengaran agar dapat mendengar lebih jelas. Damai menelusup ke hati Starla. Rasanya sama seperti yang dia rasakan dalam mimpi tadi.

Lantunan ayat itu berhenti. Starla mendesah kecewa. Masih ingin mendengarkan lebih lama lagi. Tidak lebih dari tiga menit, pelantang suara menggemakan kumandang azan. Subuh menjelang, membangunkan para mukmin untuk memulai hari baru mereka.

Hati Starla terusik oleh seruan ajakan salat tersebut, tetapi terlalu ragu untuk memenuhi panggilannya. Starla bergegas menutup kembali jendela kamarnya dan merebahkan diri lagi di atas ranjang.

Tidak ada lelap yang berhasil Starla jemput. Dia hanya berguling ke kanan lantas ke kiri. Banyak hal belakangan ini mengganggu pikiran Starla. Terutama tentang dirinya dalam balutan kerudung seperti dalam mimpi.

***

“Cantik banget, ya, lingerienya?” Belinda membentangkan pakaian dalam wanita dengan model seksi tersebut.

Belinda menerima tawaran endorse lingerie untuk Starla promosikan. Namun, yang berbeda dari Starla kali ini adalah tidak adanya antusiasme ketika meninjau barang tersebut.

“La, kamu enggak suka, ya? Padahal ini seksi, lho. Lucu lagi. Cocok banget nih buat kamu pakai,” tutur Belinda memprovokasi.

Starla mendekati Belinda dan mengulurkan tangan, lalu menelisik pakaian dalam yang dirancang khusus untuk meningkatkan libido lawan jenis tersebut. Ada rasa mengganjal hati ketika Starla mengingat fakta bahwa dirinya harus mengenakan lingerie itu dan memamerkan kemolekan tubuhnya guna menarik minat pembeli.

“Bel, ini yang terakhir, ya,” pinta Starla.

“Maksudnya?” Belinda mengernyit heran.

“Aku enggak mau terima baju-baju seksi kayak gini lagi,” timpal Starla.

“Lho, kenapa?” Belinda selalu butuh alasan untuk sebuah penolakan.

Starla belum memiliki alasan yang tepat. Namun, yang pasti Starla mulai merasa risi, membayangkan foto dirinya dikagumi banyak pasang mata lelaki lalu dijadikan objek fantasi, rasanya mengerikan sekali. 

“Aku pamer body di depan semua orang, tapi enggak semua yang lihat lingerie itu bakalan beli, ‘kan? Apalagi yang cowok-cowok. Belum nanti dinyinyirin.” Starla mengurai alasan sekenanya.

Belinda manggut-manggut, mencoba memahami kegelisahan Starla. Meskipun mata duitan, Belinda juga masih memiliki hati. Garis itu selalu mengutamakan kenyamanan Starla.

Closer to You (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang