Jalan yang Starla Tuju

40 18 4
                                    

Selamat membaca


Kenyataan memang sering kali tidak sejalan dengan apa yang sudah diperkirakan.  Starla pikir sanggup untuk mengurus segala sesuatunya dengan mengandalkan diri sendiri. Namun, ternyata tidak mudah.

Starla selama ini bergantung dengan keberadaan Belinda. Sehingga meskipun Belinda sudah menyiapkan jadwal dan pengingat segala rupa, Starla tetap saja keteteran.

Meskipun kewalahan, Starla berusaha untuk tidak mengeluh kepada Belinda. Dia tahu sahabatnya itu harus fokus terhadap kesehatan neneknya lebih dulu.

“Bisa kok, La. Bisa, yuk!” Starla menyemangati diri sendiri.

Jadwal pembagian takjil masih berjalan, tetapi tadi sore Starla tidak ikut serta ke lokasi karena harus turun tangan mengurusi pembukuan kedai es krim.

La, hari ini gimana? Oke? Kamu kerepotan enggak? Starla membaca pesan singkat yang Belinda kirimkan. 

Belinda memang terbaik. Dia masih saja mengkhawatirkan Starla. Di sela waktu mengurus neneknya, Belinda menyempatkan untuk memastikan Starla baik-baik saja.

Aku oke! Semua aman terkendali.

Starla mengetik kebohongan sebagai jawaban atas pesan teks yang Belinda kirimkan kepadanya. Dusta memang, tetapi Starla yakin itu adalah pilihan terbaik untuk membuat Belinda tidak panik dan berbagi fokus dengan terus-terusan memikirkannya.

Debas lelah terhela. Baru dua hari saja ditinggal oleh Belinda, Starla sudah kelimpungan. Akan tetapi, Starla tidak boleh menyerah bukan?

Starla membuka layar ponselnya dan mencari sesuatu di dunia maya yang mungkin saja bisa mengusir penat. Dia lantas mengunjungi aplikasi dengan logo burung biru menggunakan akun cadangannya yang tidak diketahui oleh siapa-siapa. Bahkan Belinda sekali pun. Acap kali cuitan random pada aplikasi tersebut bisa membuat Starla terhibur.

“Yang lagi trending apa, nih?” Starla membuka menu pencarian trending.

Akan tetapi, tidak ada satu pun hal yang menarik minat Starla untuk menjelajah lebih jauh. Gadis itu lantas memilih memejamkan mata untuk menjemput lelap.

Beberapa saat kemudian lelap Starla terusik. Ada yang menggerakkan hati Starla untuk bergegas mengambil air wudu ketika mendengar kumandang Isya dari pelantang suara di surau dekat rumahnya. 

Di depan keran yang mengalirkan air dengan cukup deras, Starla bergeming. Dia menggali memori tentang pelaksanan wudu sesuai urutan yang benar. Setelah yakin, Starla mulai membasuh sela-sela jemari kedua tangannya. Lalu berhenti karena ragu kembali menghinggapi.

Starla memerlukan waktu cukup lama untuk menyelesaikan wudu secara runut, bahkan harus mengulangi beberapa kali. Kumandang azan pun sudah berganti lantunan selawat sebelum ikamat dilafalkan.

Langkah Starla tercecer gamang mendekati lemari pakaian. Dia lalu mengambil sepasang mukena yang tersimpan pada bagian paling bawah, juga selembar sajadah berwarna cokelat muda.

Embusan napas berat terhela ketika Starla memulai untuk mengenakan mukenanya. Ada rasa tidak menentu yang menggelayuti benak gadis itu. Inginnya tidak melanjutkan saja karena terlalu malu untuk menghadap Sang Maha Pencipta setelah sekian lama berpaling menjauh dari-Nya.

Starla menghalau segala keraguan. Sajadah cokelat muda itu dia gelar pada sudut kamar, menghadap ke arah kiblat. Entah akan diterima atau tidak, Starla hanya perlu menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim yang sudah lama dia tinggalkan.

Meskipun dengan bacaan terbata dan gerak yang meraba ingatan, Starla pada akhirnya menyelesaikan dua rakaat sendirian. Starla sempat tertegun dalam diam, sebelum menengadahkan kedua tangan memohon sebuah pengampunan.

“Ya Allah, ampuni dosa-dosa hamba yang telah dengan sengaja melalaikan kewajiban. Ampuni hamba yang sombong ini, tidak pernah mengucap syukur atas segala nikmat dan kemudahan yang Engkau berikan selama ini.”

Bulir bening lolos dari pelupuk mata, menelusuri pipi mulus Starla hingga jatuh ke atas sajadah.

“Ampuni dosa hamba yang telah lancang merutuk takdir-Mu.” Tangis Starla pecah.

Starla masih ingat, patah hati terbesar yang ditorehkan oleh sosok ayah membuatnya sempat menyalahkan ketentuan Sang Maha Segala. Dia lantas memilih meninggalkan ketaatan dan menjalani hidup hanya untuk mengumpulkan pundi-pundi uang, tanpa peduli pada hal yang lain. Termasuk perihal kewajiban beribadah.

Bagi Starla, yang terpenting adalah memastikan hidup ibunya dan Seno bahagia di dunia. Perkara akhirat, itu urusan nomor sekian.

“Ampuni hamba, Ya Allah.”

***

Starla mulai bisa membagi waktu, agar segala hal bisa dia selesaikan meskipun tanpa keberadaan Belinda di sampingnya. Mulai dari memasang alarm, tiga puluh menit sebelum waktu imsak. Dan menyusun jadwal kegiatan seusai salat subuh.

Hari ini dilalui Starla dengan lebih teratur dibandingkan  kemarin yang cukup melelahkan. Bahkan Starla bisa kembali bergabung untuk membagikan takjil gratis di sebuah yayasan yang sudah ada dalam daftar.

“Kamu di sini?” Suara itu sangat tidak asing bagi gendang telinga Starla.

Gadis itu baru saja memarkirkan mobilnya dan keluar dari sana untuk menghampiri anak-anak lain yang sudah menunggu.

“Mas Cakra?” Starla menoleh ke arah sumber suara dan mendapati sosok pemuda jangkung sedang menatapnya dengan simpulan senyum.

Menyapa dengan senyuman adalah hal yang belum pernah Cakra lakukan sebelumnya terhadap Starla. Biasanya pemuda itu selalu berwajah datar. 

“Mas Cakra ngapain di sini?” Starla mendahului bertanya.

Pertanyaan sama yang juga ingin Cakra tanyakan atas keberadaan Starla di pelataran yayasan itu.

“Udah seminggu ini aku di sini. Diajakin teman buat ngajar ngaji sambil ngabuburit.” Bahkan Cakra menjawab dengan nada cukup akrab.

“Oh .... ” Starla mengalihkan tatapan dari mata bulat meruncing milik Cakra.

“Kamu ada keperluan juga di sini?” Cakra balik bertanya.

Starla menoleh ke arah timnya yang sedang menjajakan takjil. Cakra mengikuti arah pandang itu.

“Lagi bagi takjil, ya?” tanya Cakra menerka.

Starla mengangguk kecil. Sejatinya dia sedikit malu karena aksi tersebut lagi-lagi terpergok orang yang mengenali. Starla tidak mau disebut riya. 

“Cuma ikutan bantuin mereka aja,” timpal Starla sedikit berbohonh, tidak mau sampai Cakra tahu kalau dia yang memprakarsai juga menjadi donatur tunggal dalam pembagian takjil tersebut.

Lagi-lagi Cakra menyimpul senyuman, membuat Starla jadi salah tingkah memandangi wajah lelaki itu. Namun, Starla buru-buru menunduk ketika tatapan mereka berdua tanpa sengaja bertemu.

“Oh. Semoga berkah, ya.” Cakra lantas pamit undur diri untuk segera mengajar mengaji. “Aku ke dalam dulu. Kalau mau, kamu ikut masuk aja. Di sini juga ada buka puasa bersama setiap sore."

Starla menatap punggung Cakra yang menjauh darinya. Ada yang berbeda dari cara Cakra bertutur kata kepadanya kali ini. Lebih bersahabat dibandingkan dengan pertemuan-pertemuan mereka sebelumnya. 

“Ada apa, sih, sama orang itu?” Benak Starla diliputi tanda tanya.

Akan tetapi, pertanyaan yang paling besar adalah ada apa dengan jantung Starla yang kini berdebar lebih kencang dari biasanya. 

Apakah pertemuan Starla dengan Cakra yang cukup sering itu memiliki makna tertentu?

17 Ramadan 1444 H
-Lovaerina-

Hampir aja lupa update gegara keasyikan scrol fancam Exo Fanmeet di twitter :')

Happy annive ya, Eri🫶

Closer to You (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang