Kabar Untuk Belinda

37 18 3
                                    

Selamat membaca

“Aya, lebaran pulang, ‘kan, Nak?” Ibu menghubungi Starla via panggilan suara.

Starla melipat pipir bawah ke dalam. Dia masih ragu akankah pulang ke kampung halaman atau tidak. Sejujurnya Starla malas kembali. Bukan karena dia tidak merindukan Ibu dan Seno, melainkan ada kenangan pahit di sana. 

“Eum … lihat entar aja ya, Bu.” Starla tidak mau memberi janji palsu kepada ibunya.

Alasan Starla ragu untuk pulang ke kampung halaman adalah fakta bahwa ayah yang telah mengkhianati ibunya itu juga tinggal di perkampungan mereka bersama istri baru.

Starla muak melihat muka ayahnya yang acap kali datang mengais belas kasihan. Starla menganggap laki-laki itu hanyalah tikus pengerat. Sebab, setelah tahu Starla mampu menghasilkan banyak uang, mantan suami ibunya itu terus-terusan datang dengan berbagai alasan.

“Aya, apa kamu enggak kangen Ibu sama adikmu?” Ibu Starla selalu membujuk meskipun tahu alasan anaknya itu enggan untuk pulang.

“Makanya Aya kan udah bilang, habis Seno lulus SMA nanti, Ibu ikut pindah ke sini aja. Jadi kita bertiga bisa kumpul bareng-bareng terus. Enaggak bakal ada yang rusuhin lagi,” timpal Starla panjang lebar. 

“Aya tahu sendiri, ‘kan? Ibu enggak bisa tinggal di kota.” Selalu seperti itu alasan ibunya.

Starla tahu ibunya tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan kota. Pernah sekali waktu Starla mengajak perempuan itu tinggal bersama selama Seno libur sekolah, tetapi berakhir dengan ibunya sakit. Entah tidak bisa atau memang tidak mau tinggal di kota.

“Ya udah. Di kampung, tapi  jangan di situ. Nanti Aya cariin tempat yang udaranya bagus dan enggak ada benalunya.” Maksud Starla adalah laki-laki yang sempat dia panggil dengan sebutan Ayah.

“Nak, jangan begitu sama bapak sendiri.”

Starla mendesah berat. Dia tidak tahu hati ibunya terbuat dari apa. Bisa-bisanya tetap bersikap baik kepada mantan suami yang sudah berlaku culas, mengkhianati akad suci mereka dengan perselingkuhan. Lantas dengan tidak tahu dirinya masih merecoki hidup mereka padahal sudah memiliki keluarga baru.

“Mantan suami memang ada, tetapi enggak ada yang namanya mantan bapak, Nak.” Ibunya masih memberi pembelaan.

“Kayak gitu masih pantes disebut bapak? Aya mending enggak pernah punya bapak, sih,” sahut Starla ketus.

“Nak .... “

“Bu, udah dulu, ya. Ada telepon masuk, nih.” Starla lantas menutup panggilan telepon itu tanpa menunggu persetujuan dari ibunya.

Starla terpaksa berbohong untuk mengakhiri percakapannya dengan sang ibu lantaran membahas tentang ayahnya hanya membuat dada gadis itu semakin terasa sesak. 

Dengkusan kasar terembus dari hidung Starla membarengi punggung yang dia hempaskan pada sandaran kursi. Hening yang menyelimuti semakin membuat Starla terlempar jauh ke masa-masa menyakitkan dulu.

Pengkhianatan yang dilakukan oleh ayahnya kepada sang ibu hingga berakhir dengan sebuah perceraian, membuat Starla memupuk kebencian kepada lelaki itu. Rasa benci yang semakin membumbung tinggi karena lelaki itu justru tidak berhenti mengeruk keuntungan dari Starla dan ibunya.

“Starla, kamu di mana?” Pekikan Belinda membuyarkan lamunan Starla.

“Di kamar, Bel!” Starla menyahut dengan pekik yang tidak kalah lantang.

Belinda menguak pintu kamar dengan senyuman paling lebar yang menyebabkan sepasang matanya serupa garis lengkungan ke bawah. Pertanda gadis itu sedang sangat bahagia.

Closer to You (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang