Bab 11

453 70 9
                                    

❗WARNING ❗
CERITA INI MURNI DARI PEMIKIRAN AUTHOR SENDIRI.
JIKA ADA KESAMAAN NAMA, TEMPAT, PERISTIWA ITU HANYALAH KEBETULAN.
HUKUM DALAM CERITA INI FIKSI SELURUH NAMA PEMERINTAH DAN PRESIDEN JUGA FIKSI.
DIMOHON MENJADI PEMBACA YANG BIJAK, JANGAN LUPA VOTE & KOMEN UNTUK MENDUKUNG BUNDALIDIII TERUS BERKEMBANG.

TERIMAKASIH SUDAH MAMPIR

®®®

Suasana kelas Bima bisa dibilang sangat hening, bukan karena guru tapi mereka sibuk dengan ponsel masing-masing. Bahkan ada juga yang tidur atau duduk diam sambil melamun. Saat ini Bima masih diam, sesekali ia melirik ke arah Saga yang sedang membaca buku di sampingnya. Ia kembali teringat dengan perkataan laki-laki itu saat di tangga. Bima segera menepiskan pikirannya, ia membuka buku du depannya lalu menulis beberapa kata di sana. Tak lama datanglah seorang guru laki-laki bersama dengan Audrey. Bima yang melihat kedatangan Audrey seketika raut wajahnya berubah menjadi serius. Ia terus memandangi Audrey begitupun sebaliknya.

"Seperti kabar yang beredar, pagi tadi ada korban di toilet laki-laki. Korban dinyatakan meninggal jam 12 malam akibat kekurangan darah, menurut cctv tidak ada yang terlihat mencurigakan kecuali anggapan jika korban bunuh diri. Jika kalian dekat atau pernah dihubungi dan melihat gerak gerik mencurigakan tentang korban bisa langsung bilang ke saya Audrey selaku detektif yang menyelidiki kasus ini." Jelas Audrey.

"Anda kakaknya Lian kan?" Tanya Gaby.

"Iya, saya keluarga Lian." Jawab Audrey sambil tersenyum.

"Kakak kandung apa sambung?" Tanya Nindia sambil melakukan tos pelan dengan Gaby.

"Nindia pertanyaan kamu sangat tidak sopan!" Tegas guru laki-laki di sebelah Audrey.

Nindia hanya diam sambil bersender di kursinya, berbeda dengan sahabatnya itu. Andara malah fokus ke Audrey yang terlihat curi pandang ke arah Bima.

"Jika tidak ada yang perlu di katakan lagi saya ijin pergi." Audrey menunduk untuk memberikan salam lalu berjalan menuju pintu kelas.

"Apakah anda sudah menyerah dengan kasus kematian Aji?" Audrey menghentikan langkahnya, ia sangat kenal dengan suara ini. Audrey berbalik lalu melihat ke arah Bima yang sedang menatapnya dengan sorot mata kecewa.

"Bukankah itu kasus yang berbeda?" Tanya Audrey.

"Apakah orang seperti anda tipe polisi yang menangani kasus lalu ditinggal begitu saya saat tidak ada jawaban pastinya?" Tanya Bima lagi yang membuat semua orang di sana terdiam.

"Bima, semua polisi memiliki tanggung jawab di kasus mereka masing-masing. Kasus Aji belum resmi ditutup, jika kamu sangat tertarik dengan kasus dia mohon bersabar dan berdoa agar tim kami dapat menyelesaikannya secara adil dan jelas." Audrey menatap Bima dengan senyum paksa, ia menarik nafasnya yang terkesan berat karena gugup diperhatikan.

"Ada yang perlu saya bicarakan dengan kamu, pak saya mau meminjam Bima sebentar karena ada sesuatu yang harus saya tanyakan ke dia apakah boleh?" Guru Bima pun memperbolehkan ucapan Audrey tadi. Karena sudah mendapatkan ijin, Audrey langsung berjalan menuju Bima lalu menarik tangan laki-laki itu dan keluar dari kelas.

Mereka berjalan agak menjauh dari kelas menuju tempat yang lumayan sepi untuk berbincang. Bima pasrah saja saat tangannya ditarik paksa, walupun jadi bahan tontonan sekalipun ia tak masalah.

"Kenapa kamu tanya kasus di depan kelas seperti itu?" Tanya Audrey kesal.

"Gimana Revalina? Apa dia mau bicara?" Bukannya menjawab Bima malah mengalihkan topik lainnya.

Bima SaktiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang