"Kecelakaannya di mana, Yu?" Aku jadi penasaran maksimal.
"Di depan warung ENTRY Kak Cala." Sorot matanya seakan mengatakan, Masa Kakak nggak tahu?! "Emang Kakak nggak nemu ada yang kecelakaan lima hari yang lalu?"
"Jangan-jangan abang kamu namanya Harsa?"
"Nah!" teriak Hayu dramatis. Gadis manis ini bertepuk tangan sekali dan matanya melotot berbinar. Tapi sumpah bikin aku terlonjak kaget. "Abangku itu, Kak! Kok Kak Cala bisa kenal?"
Dunia memang sesempit daun kelor, Anak Muda.
"Aku yang antar Pak Harsa ke rumah sakit dan ke rumah dia."
"Aaah!" Lagi-lagi Hayu berseru semangat, menjentikkan jarinya dan matanya makin berapi-api. "Mama cerita Abang dibantu cewek baik yang rambutnya keriting. Ternyata Kak Cala orangnya. Sayang aku enggak di rumah waktu itu. Waaah, kebetulan yang menarique." Aku meringis geli. Kata menarik aja diucapkan Hayu dengan aksen orang Perancis. "Aku lega kalau orang yang nolong Abang adalah orang yang aku kenal. Makasih ya, Kak."
"Hm, sama-sama."
Aku enggak mau berbangga dengan kebaikan tempo hari. Kalau aja Pak Harsa enggak maksa aku, mungkin aku akan menelantarkan dia dan makan gultik sama Jeff. Sudah lah. Semua sudah berlalu.
Pesanan Harsa Hasyim selesai aku bungkus dengan rapi dan diambil oleh driver ojek jaket hijau yang sudah datang sejak lima menit yang lalu.
Hayu masih betah menemaniku sembari aku mengerjakan pesanannya.
"Aku kasihan sama Abang. Dislokasi itu kambuhan," celetuknya tiba-tiba.
"Kambuhan? Seperti batuk pilek?" Kata Dokter Mo juga begitu. Tapi aku tetap bertanya padanya.
"Yaaaa, bisa dianalogikan begitu. Sekali kena dislokasi tulang, maka jika ada trauma di tempat yang sama, tulang Bang Harsa bakal mudah lepas dari sendinya. Padahal yang pertama dulu lepasnya juga gara-gara aku..."
Mendung langsung menghias wajah manisnya. Apa yang terjadi? Namun, apa pun itu, pengen peluk Hayu.
Aku menarik tangan Hayu ke meja lesehan di belakangku dan menyodorkan pesanannya tadi.
"Makasih pancake-nya, Kak," ucapnya setelah kami benar-benar duduk. Aku mengangguk. Kasihan melihat Hayu murung. Dia jadi malas-malasan menggigit si panekuk hangat.
Di warungku sudah dilengkapi karpet nyaman dan meja panjang untuk duduk lesehan agar setiap pengunjung bisa bersantai ria menikmati setiap menuku, seperti yang kami berdua lakukan sekarang. Begitu konsep Warung ENTRY yang aku inginkan sejak awal merancang ide jajanan ala western ini.
Aku menunggu dengan sabar ketika Hayu akhirnya menghabiskan potongan pertama panekuk empuk buatanku. Lidahku gatal banget pengen tanya-tanya Hayu mengenai kakaknya yang manja.
"Apa yang terjadi sama Abang kamu dulu, Yu?"
"Dia..." Aku langsung menangkap keengganan di mata sendunya. Mungkin aku harus berhenti untuk tahu lebih banyak.
"Jangan cerita kalau nggak nyaman membaginya denganku. Enggak apa-apa, kok."
Hayu tersenyum tipis lalu berkata, "Intinya, Bang Harsa adalah pahlawanku. Dia kesayanganku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Ikan Paus Yang Menyimpan Sampah Dalam Perutnya [TELAH TERBIT/OPEN PO]
ChickLit(Keluarga/romansa/chiklit/drama) [Judul lama: Niskala] Hubunganku dengan Nyonya Bet bagai love and hate relationship. Aku sangat menyayangi Nyonya Bet, tetapi beliau (sepertinya sangat) membenciku. Berkat hubungan enggak sehat itu, aku jadi terbiasa...