Dari pagi sampai menjelang sore, ketiga mahasiswa dan mahasiswi ini masih setia bertatapan tanpa diiringi rasa salting dengan ponsel mereka masing-masing. Mulai dari chat sampai teleponan, apapun dilakukan untuk mendapatkan informasi kosan kosong secepat Saitama.
Beberapa kali mengeluh, beberapa kali pasrah. Sudah tidak terhitung berapa banyak halaman muka buku, dalam stagram, burung kertas putih sampai website-website di internet yang mereka buka.
Jempol hampir berotot hanya dengan gerakan menekan tiap-tiap huruf alphabet agar dapat tersusun sebuah kalimat dalam handphone. Kata kunci terkait kosan bahkan sampai eneg mereka lihat.
"Bagaimana? Ada yang dapat?" Tanya Juan memecahkan keheningan diantara dia dengan Shirahoshi dan Robin.
Robin menggelengkan kepala sebagai jawaban tidak. Menurutnya, mencari kosan sekarang ini seperti mencari jawaban mengapa cinta main-main disebut cinta monyet, siapa juga yang memberikan istilah cinta monyet tersebut sampai terkenal hingga saat ini.
Shirahoshi juga menggeleng, bedanya sambil mengeluarkan kalimat. "Nggak ada, pada penuh."
"Kok bisa yaaa, perasaan kemarin masih banyak yang buka kosan." Juan menaruh handphonenya diatas meja warteg, kemudian menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
"Aneh ga sih, kita tiba-tiba di usir gitu aja? Padahal bayar rutin kok, rajin bantu beres-beres juga, kamar kosan aja kita sampai renovasi biar nyaman dan aman dari serangan mahluk kecil berwarna coklat tua yang kalau terbang menggemparkan dunia." Robin panjang lebar.
Shirahoshi menanggapi. "Mungkin mau ikut trend buka komis setelah dibayar langsung kabur. Bedanya ini versi kosan aja."
"Wow, bisa jadi bisa jadi," tanggap Juan.
Untung saja pemilik warteg ini dekat dengan anak-anak kampus, jika tidak sudahlah dari tadi mereka berjalan kesana kemari untuk menemukan tempat yang pas untuk istirahat dan mencari informasi.
Maaf, kuota anda sudah habis. Silahkan lakukan pengisian ulang.
Ketiganya mendapatkan notifikasi yang sama, seperti sudah direncanakan. Padahal memang benar, beli kuota sama-sama, habisnya juga sama-sama. Sungguh solid mereka bertiga.
Ketiganya semakin panik ketika kuota telah habis, duit yang dipegang hanya mencukupi untuk makan dan membayar tugas kelompok yang tiada habisnya. Mau dipakai beli kuota, takut dapat siraman kuota gratis dari seseorang.
Padahal mah gada juga yang bakal salah kirim pulsa ke nomor mereka. Tapi gapapa, tetap optimis.
"Nginep di sini, kira-kira dibolehin ga sih?" Juan mencoba mengumpulkan pendapat teman-temannya.
"Hmmm, nggak deh kayanya. Pak warteg udah banyak anak, kalau kita nginep, ga enak juga nanti anak-anaknya merasa bersalah ga berbagi kamar," jawab Shirahoshi.
Robin menanggapi. "Kamar emang privasi sih."
Helaan napas panjang terdengar, tugas belum selesai sudah dihadapkan cobaan kosan. Untung jika deadline masih tahun depan, jika D-1 begini, siapa yang tidak panik?
Meski ada kekuatan the power of kepepet, tapi powernya ga bakal muncul jika energi udah habis dipakai nyari tempat tinggal sambil memindahkan barang-barang.
Pikiran ketiganya sibuk mencari jawaban dan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi, rasanya agak lega saat mendengar nada dering telepon keluar dari handphone milik Robin.
Diangkat lah telepon tersebut oleh Robin. "Halo, Mahesa! Kaotai! Gimana kalian dimana sekarang?"
Kaotai menjawab. "Tadi nemu selebaran, katanya datang di jalanan bekas telapak kaki mantan, blok kenangan indah, nomor 3 karena dia sudah ada yang lain."
Shirahoshi mengernyitkan dahinya, alamat macam apa itu pikirnya.
Juan bertanya pada Kaotai. "Kalian disana sekarang?"
Mahesa yang menjawab, soalnya lele kena distraksi aroma somay abang gerobak. "Iya, belum masuk halaman rumahnya sih. Baru depan pagar aja."
"Aman ga sih? Ntar tipu-tipu, takutnya malah jawaban dari mimpi kita semua mati kaya waktu itu." Shirahoshi menggaruk lehernya yang ga gatal.
"Hmmm, beda lah ya? Mimpinya juga udah lama." Komentar Robin.
"Kalau misalnya emang kaya gitu, kita langsung kabur terus tidur di pos ronda dekat gedung anak jurusan perasaan yang pernah ada aja. Ya, udah mau roboh sih, tapi setidaknya atapnya masih ketutupan empat daun pisang." Jelas Juan.
Shirahoshi dan Robin setuju. Setelahnya mereka pun bergerak dengan cepat menuju ke tempat yang diinformasikan oleh Kotai.
Baru juga berdiri dari tempat duduk warteg, ketiganya udah ditahan seperti sedang digrebek.
Lagian sih, bayar dulu atuh makanannya....
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap
De TodoTinggal sendiri bisa dibilang surga, bisa juga dibilang neraka. Kalau sendiri bisa bebas mengekspresikan diri, mau salto sambil nyanyi lagu cinta satu malam pun nggak bakal ada yang marah, tapi kadang tersiksa kalau sudah mager, siapa yang mau bantu...