please, hold me

145 16 3
                                    


;


Entah sudah berapa lama tepatnya, Changbin pada akhirnya kembali menemukan sosok lelaki yang tiba-tiba muncul di dalam teater kisah hidupnya entah mengambil peran apa.

Jaehyun. Hanya itu yang Changbin ketahui tentang pria yang saat ini tengah berdiri diambang pintu apartemen milik Minhyuk, yang juga tempat tinggal sementaranya. Sudah teramat jelas laki-laki dengan surai pirang terang tersebut tengah menunggu eksistensinya.

Changbin menarik napas panjang, seolah siap untuk kembali berhadapan langsung dengan sosok manusia yang hampir masuk ke dalam catatan hitam orang-orang yang ia benci.

"Mau apa kau kemari?"

Basa-basi sama sekali tak ada di dalam kamus besar kehidupan seorang Seo Changbin. Terlebih terhadap manusia satu ini.

Jaehyun pun tak tampak keberatan atas nada ketusnya barusan.

"Tawaran ku tempo hari masih berlaku. Lagipula kenapa kau harus tinggal dengan seseorang yang seharusnya kau benci. Bukankah dia yang membuat hidupmu menderita, Bin?" Tutur Jaehyun pun sama sekali tak berbelit.

Changbin memicingkan mata, total tak puas pasal apa yang barusan terlontar dari bibir Jaehyun begitu lantang. Entah darimana kepercayaan diri itu muncul.

"Tau apa kau soal hidupku. Kita bahkan tidak sedekat itu untuk kau ikut campur dalam segala urusanku. Urus saja sana masalahmu, sialan!" Changbin berujar ketus.

Sebab masih terngiang-ngiang tentang bagaimana Jaehyun menginvalidasi takdirnya. Bahkan sempat menuduh macam-macam di kala ia berada pada titik paling rendah dalam kehidupan. Jaehyun itu brengsek paling sempurna.

"Aku tau segalanya." Jaehyun masih kukuh atas pendirian, dan Changbin semakin sebal.

"Orang sinting." Kemudian ia mendaratkan sebuah kepalan pada perut pria yang lebih tua darinya tersebut. Changbin sama sekali tak memberikan toleransi. "Kau menghalangi jalanku, bodoh!"

Beruntung Minhyuk telah memberikan bocoran sandi apartemen miliknya, maka Changbin tak perlu usaha lebih untuk menghindari Jaehyun. Tak ada belas kasihan tersisa kala menyaksikan lelaki itu mengaduh kesakitan pada perutnya.

"Don't cross the line, you asshole."

Ucapan selamat tinggal yang sungguh manis.


;


Ternyata berurusan dengan Jaehyun cukup menguras tenaga, maka dari itu Changbin segera meloloskan napas panjang yang disertai perasaan lega. Untuk sejenak ia melupakan tentang eksistensi Minhyuk yang sedari tadi tak dapat dirinya endus keberadaanya.

Changbin melirik jam dinding, hari sudah cukup larut dan biasanya Minhyuk adalah yang lebih dulu sampai dirumah daripada dirinya. Sebenernya ia sedikit khawatir, namun kala mengingat kalau Minhyuk adalah orang dewasa maka Changbin mencoba menimbun perasaan khawatir tersebut.

"Ah, capeknya."

Benar, hari ini benar-benar membuat Changbin menguras segala tenaganya. Sebab restoran tempat ia bekerja secara drastis penuh pengunjung. Jelas saja seluruh karyawan gelagapan, walaupun tak bisa dipungkiri mereka senang karena mendapatkan keuntungan lebih dari biasanya.

Changbin sudah berangan-angan untuk mandi air hangat sebelum mengistirahatkan diri. Ketika dirinya hendak menuju kamar yang memang disediakan oleh Minhyuk, Changbin terdistraksi dengan pintu kamar milik pria bermarga Lee itu setengah terbuka.

Mau tak mau Changbin penasaran apakah inang yang memberinya tumpangan hidup itu ada disana atau tidak. Pelan tapi pasti, Changbin pun pergi menuju kamar Minhyuk. Kepalanya agak condong maju ke depan, melongok untuk memastikan hawa keberadaan sang empu.

'Oh' Changbin terkejut dalam diam. Ternyata Minhyuk ada disana, terbaring di atas ranjang dengan selimut yang menutupi hampir seluruh badannya. Tadinya pemuda pemilik marga Seo itu ingin menyudahi tindakan intip-mengintipnya sebelum menemukan sosok lelaki yang terlelap disana tampak pucat.

Changbin dapat lihat jelas sebab lampu kamar masih menyala benderang. Pada akhirnya ia pun nekat untuk mendekat ke arah Minhyuk agar dapat memastikan apakah asumsinya benar atau tidak.

Seo dibuat agak tertegun melihat sosok Minhyuk tidur dengan kening berkerut seolah tak nyaman, dan beberapa bulir keringat pun nampak mengucur dari pelipisnya di tengah dinginnya suhu kamar milik si inang.

"Hyuk?" Changbin bersimpuh, lantas mengulurkan tangannya untuk memeriksa temperatur tubuh yang lebih tua. Dan agak tersentak ketika punggung tangannya merasakan panas menyengat kala ia meletakkan tangannya di dahi Minhyuk.

"Sunbae, kau sakit?" Lagi Changbin berusaha menyadarkan Minhyuk. Pria itu hanya menggumam pelan yang disertai dengan rintihan berat dan basah.

Ah, jika begini mana bisa Changbin abaikan begitu saja. Ia segera mengecilkan suhu pendingin ruangan dan melepaskan selimut tebal yang semula menutupi tubuh Minhyuk, menggantinya dengan yang lebih tipis. Ia dengar itu lebih efektif daripada harus menyelimuti tubuh orang demam tinggi dengan selimut berlapis-lapis.

Selepasnya, Changbin pergi mengambil handuk kecil serta air hangat. Berniat mengompres untuk meredakan demam tinggi yang sedang Minhyuk alami. Lupa akan segala lelah yang semula menyelimuti, pada akhirnya ia bergerak tanpa banyak berpikir.

Seo Changbin masih teramat peduli pada seorang Lee Minhyuk.

Rampung dengan tindakan awal menangani demam, Changbin akhirnya dapat duduk dengan nyaman di sisi ranjang milik Minhyuk. Entah apa yang merasuki dirinya, ia bertahan di tempat tersebut cukup lama sembari memandang wajah pucat yang memerah milik Minhyuk.

"Pada akhirnya kau hanyalah manusia biasa. Selama ini aku lupa akan hal tersebut dan selalu menuntut kesempurnaan padamu. Maaf ya, sunbae." Changbin terkekeh pelan. Geli akan ucapannya sendiri

Benar, ia tak lagi menyimpan perasaan pundung terhadap Minhyuk. Yang memang jika dipikir dengan kepala dingin, ia seharusnya tidak pernah mengkambinghitamkan Minhyuk atas segala apa yang terjadi.

"Aku lupa belum mandi." Ingatan tentang niat awalnya yang sempat terhambat itupun seketika muncul di kepala. Dan rasa lelah yang semula sirna kini kembali hadir. Changbin berdecak sebal. Padahal rasanya baru saja ia merasa sedikit lega.

"Lebih baik aku bersihkan diri sebelum membuat orang ini semakin jatuh sakit."

Changbin akan beranjak dari ranjang Minhyuk, namun pergerakannya itu dihentikan oleh sebuah tangan hangat yang menggenggam pergelangan tangannya. Jelas pemuda Seo itu nyaris kehilangan jantungnya sebab sungguhan terkejut. Tetapi rasa kaget itu ia kesampingkan terlebih dahulu setalah menemukan sosok Minhyuk kini tengah menatapnya dengan pandangan paling sedih seolah hidupnya dipenuhi dengan nestapa.

Seo Changbin belum pernah menemukan sosok Lee Minhyuk dalam keadaan seperti itu. Seolah dirinya sedang berhadapan dengan orang lain.

"Hyuk?" Sedikit banyak Minhyuk tahu bahwa sekarang ini Changbin memiliki kesulitan untuk menelan teguk yang menyangkut pada kerongkongannya.

Minhyuk tampak masih menggenggam pergelangan tangan Changbin, walaupun kini sepasang emerald itu perlahan mulai menutup. Seolah telah menemukan ketenangan yang beberapa saat lalu hampir jatuh di ambang batas tebing.

"Jangan pergi."

Lirih. Sungguh teramat lirih kalimat itu lolos dari bibir pucat Minhyuk. Terapi entah bagaimana bisa telinganya bagai pelak tepat setelah suara serta kalimat itu mengetuk gendang telinganya. Changbin tanpa sadar tubuhnya menegang, tak berkutik entah dalam beberapa detik yang telah lalu.

Jauh disana, di lubuk hati yang tak pernah tersentuh oleh siapapun. Seo Changbin tengah mensyukuri sakitnya Minhyuk saat ini.

Bukankah seharusnya perasaan cinta itu telah gugur? Apakah mungkin jika harus bersemi kembali?

Seo Changbin tidak tahu menahu.

;









Marigold; Lee Minhyuk x Seo ChangbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang