Nathalia berlari keluar dari GH menuju ojek online yang dipesannya. Ia memerintahkan Abang ojeknya agar melaju dengan kencang menuju rumahnya. Gadis itu tak memedulikan penampilannya yang berantakan seperti gembel. Rambut belum di sisir, muka pucat, dan sandal yang beda sebelah. Tapi penampilannya saat ini tidak penting. Yang paling penting adalah ia harus segera sampai ke rumah.
Asisten rumah tangganya mengabari bahwa ada pria berumur yang mengaku sebagai ayahnya, dan memaksa ingin masuk ke dalam. Art-nya menyebutkan ciri-ciri pria itu yang sangat mirip dengan Ayahnya. Ditambah lagi pria itu membawa istri dan kedua anaknya. Ini bukan pertanda baik.
Empat puluh menit menaiki ojek sekarang terasa sangat lama. Ditambah lagi sekarang ia terjebak macet. Nathalia semakin panik. Bagaimana jika ayahnya akan tinggal dirumahnya? Apa ia bisa menerima kehadiran istri baru dan anak-anaknya? Bagaimana jika mereka datang hanya untuk menghancurkan hidupnya? Nathalia sangat takut.
"Nyalip-nyalip bisa gak, Pak?" Tanya Nathalia sedikit berteriak.
"Gak bisa, Mbak. Jalannya padat banget ini, kalo maksa yang ada malah celaka," jelasnya.
Nathalia menghembuskan nafas gusar. Handphonenya kembali berbunyi tanda pesan masuk, tangannya seketika gemetar setelah membaca pesan itu.
Papa
Papa sama Mama baru kamu bakal tinggal di sini dalam waktu yang lama.
Kamu harus bersikap baik sama Bianca dan Gladys, ya. Ingat, harus sopan sama mama Vina, nurut apa yang mama perintahkan dan jangan membantah.Apa-apaan ini?
"Pak ngebut dong."
"Iya, Mbak."
Satu jam lebih ia baru sampai di rumahnya. Rumah yang ia beli dari hasil turnamen dan live stream selama dua tahun lebih. Rumah lantai berlantai dua sederhana dengan desain minimalis, tidak begitu luas dan mewah seperti rumah-rumah disampingnya. Namun, ia puas dengan hasil kerja kerasnya ini.
Nathalia turun dari motor, menghampiri ayahnya yang tengah beradu mulut dengan art-nya.
"Papa ngapain ke sini?"
"Suruh pembantu kamu buat bukain gerbangnya. Saya capek berdiri terus di sini." Bukan ayahnya yang menjawab, melainkan Vina, ibu tirinya. Wanita tidak tahu diri yang sudah menghancurkan keluarganya. Merampas kebahagiaan yang dulu ia miliki.
Nathalia menatap sinis Vina dan kedua anaknya. Masing-masing dari mereka membawa dua koper besar, satu tas jinjing besar dan ransel gendong besar. Rempong amat, Mak Lampir ini! "Bacot!"
"Nathalia!" Janu menatap Nathalia tajam, anaknya sangat tidak sopan.
"Bukain aja, Mbak," ucap Nathalia pada art-nya.
Art tersebut dengan patuh membukakan gerbang agar orang tua dari majikannya bisa masuk. Sinta menunduk sopan saat wanita yang ia tahu adalah ibu tiri Nathalia melewatinya dengan angkuh.
Nathalia memang jarang pulang ke rumah ini. Gadis itu lebih memilih tinggal di GH karena nyaman dan bisa merasakan hangatnya kekeluargaan. Makanya untuk urusan rumah ini, ia serahkan semuanya pada Sinta. Biarlah wanita yang sedikit lebih tua darinya itu mengurusnya. Nathalia hanya datang ke rumah ini sebulan sekali.
"Mbak, Sinta ... Gue gak tahu harus gimana sekarang," ucap Nathalia lirih. Ia menunduk, menatap sandalnya yang beda sebelah sembari menendang kerikil sembarang.
Sinta mengusap bahu Nathalia sejenak, "sabarnya diperluas lagi, Nath. Apa pun yang terjadi saya akan ada disisi kamu terus," ucapnya tulus. Nathalia sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri, jadi Sinta akan berusaha membantu Nathalia agar bahagia selalu.
"Makasih."
Sinta mengangguk, lalu menggandeng Nathalia untuk memasuki rumah. Di dalam rumah, Vina duduk sembari menyilang kan kakinya. Gayanya sangat angkuh. Bianca dan Gladys tengah mengamati jejeran piala serta medali yang ia dapatkan dari kemenangan turnamen.
"Jangan sentuh piala-piala gue anjing!" Bentak Nathalia, gadis itu langsung memukul tangan Bianca agar tidak menyentuh piala miliknya.
"Pelit amat, lo!" Ucap Bianca sewot lalu ikut duduk di samping ibunya. Sementara Janu hanya menonton interaksi anak-anaknya.
Prangg!!
Nathalia menoleh menatap Gladys yang tersenyum sinis.
"Ups, pecah, deh."
"Goblok banget sih, Lo!!" Nathalia menjambak rambut Gladys, membuat gadis itu meringis menahan perih di kepalanya.
"Gue udah bilang jangan sentuh pialanya, anjing! Tuli, lo?!" Nathalia semakin mengencangkan jambakannya, emosinya tak tertahan lagi.
"Mama tolongin, Glad."
Plak!
"Kurang ajar kamu! Jadi begini kelakuan kamu selama di Jakarta?! Kasar dan tidak tahu sopan santun." Janu menampar Nathalia hingga jambakan pada rambut Gladys terlepas.
Sinta yang melihat Nathalia terduduk sembari memegangi pipinya segera menyimpan nampan yang dibawanya, lalu membantunya berdiri.
"Maaf saya terlalu lama di dapur," ucap Sinta. Ia merapikan rambut Nathalia yang menutupi wajahnya.
"Gapapa."
Nathalia terkekeh sinis, ia menatap nyalang Janu. "Lo nampar gue demi bela anak jalang ini? Hebat banget Lo!"
"Jaga ucapan kamu!"
"Udah numpang di rumah gue, tapi berlaku seenaknya di sini! Gak malu Lo, jalang?"
"NATHALIA!"
"Apa Lo bentak gue?! Kalian itu hama di hidup gue! Harusnya lo mati aja, gak guna hidup juga!" Bentak Nathalia lalu berlari menuju lantai dua di susul Sinta.
"Janu! Kamu harus kasih pelajaran anak itu! Pastikan anak aku di sini tidak mendapat perlakuan kasar dari gadis bodoh itu!" Titah Vina penuh penekanan. Tangannya terkepal menahan emosi, ia tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BOO
Teen Fiction"Kamu liatin apa sih? Cewek lain yang lebih cantik?" -Nathalia Agni Karunasankara "Mana ada liatin cewek lain! Aku lagi liatin kamera, kalo pun aku liatin cewek cantik ya pasti itu kamu, Nathalia." -Julian Aezar Danantya #nunobenoia #nubeskesatunoia...