LD - O1.

355 198 235
                                    

Ano kesepian, tolong temani ano.
Ano payah, Ano sakit.
- Januari, 28.
_______________________

_______________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi hari, pukul 02.12.
Komplek Dyrsa, Helmont.

Terlihat seorang lelaki muda yang tengah duduk di balkon kamarnya sembari terus menatap ke arah langit dengan senyuman yang terpatri. Ia menyesap rokoknya lagi untuk kesekian kalinya. Asap mengepul di udara yang berhasil di sapu oleh angin yang berlalu.

Angin pagi tak membuatnya goyah untuk pergi kembali ke kamarnya, pemuda tersebut masih asik memandangi langit hitam dengan beberapa bntang yang menghiasi di atasnya. Ia terkekeh pelan memikirkan bagaimana bisa langit pagi begitu cantik? Pasti karena ada ayahnya di sana. Ayahnya yang sudah berada di antara ribuan bintang dan menjadi bintang paling bersinar di atas sana. Ayahnya pasti sangat bahagia karena bisa terlepas dari semuanya dan berakhir menjadi sebuah bintang yang menghiasi legamnya malam.

"Ayah cantik banget kalo diliat dari sini, Ano boleh nyusul ngga si? Ano pengen nyusul banget, biar bisa sama Ayah terus," Lirihnya sembari tersenyum sendu.

"Disini ngga asik, semuanya ngga suka sama Ano."

Ia menundukan kepalanya, menyesap rokoknya lagi dengan perasaan tak menentu, ia bangun lantas membuat puntung rokoknya sembarang. Menghela nafas dengan kasar lalu lantas menatap ke arah langit lagi sembari tersenyum manis.

"Ayah, Ano izin ngelukis lagi, ya? Janji hasilnya bakal bagus kok!!" Ucapnya dengan perasaan yang tak menentu.

"Dadah Ayah!! Ano masuk dulu yya!" Ujarnya sembari melambaikan tangannya ke langit sembari tersenyum manis.

Dengan segera ia masuk ke dalam, menggaet pintu jendelanya dan lantas menguncinya. Menutupnya dengan tirai. Ia berjalan di kamarnya yang gelap, menuju ranjang King Size miliknya. Duduk di tepian sembari mencari sesuatu di laci yang terletak dekat dengan ranjang miliknya.

Ia mengambil sebuah cutter kecil. Setelahnya ia membuka lengan bajunya sampai ke siku, dan mulai menggariskan banyak coretan indah di lengan miliknya. Hatinya berdesir, perasaan senang menggelitik relung hatinya. Sakit namun ini menyenangkan.

"Shh, bangsathh." ringis Deliano dengan perasaan senang.

Ia tersenyum melihat darah yang mulai keluar menghiasi lengan yang memang sudah banyak di penuhi luka akhir akhir ini. Darah sudah banyak keluar, namun Ia tetap tidak mau berhenti. Ini merupakan hobinya sejak ia kehilangan sang Ayah.

"Eumh, shhh... Akhh!"

Ia memejamkan matanya meresapi rasa nikmat yang ia rasakan. Darah sudah banyak mengalir hingga menetes ke lantai. Namun, ia enggan mengakhirinya.

Deliano and His Dreams.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang