Chapter 05, "Tangan-Emas-Dewa".
"Boleh aku duduk di sini?" Adrean berdiri dengan nampan berisikan makan siangnya.
Senior itu memberikan senyuman ramahnya dan berkata, "Silahkan."
Satu-satunya pria di meja itu menggeser bokongnya untuk perempuan lain yang baru bergabung.
Sekarang yang ada di hadapan Morrin adalah Adrean, setidaknya dia tidak akan tersedak untuk kedua kalinya. Merasa sungkan sekaligus bersyukur, Morrin berdiri dan berkata, "Aku akan mengganti minumanmu."
Dia tulus ingin berterima kasih kepadanya, dan dia menghargai itu, namun tindakannya dicegah oleh Adrean dengan cengkramannya.
"Tidak perlu, aku membawa botol minumku sendiri." Adrean tersenyum, menggelengkan kepalanya pelan.
Tangannya yang menahan pergelangan Morrin perlahan-lahan mengendur bersamaan dengan Morrin yang duduk kembali di kursinya.
Morrin yang sama halnya tidak ingin memperpanjangnya, berakhir dengan kata. "Terima kasih."
Adrean, "Tidak perlu sungkan."
Liliam dan Arga sedari tadi sibuk dengan imajinasi liarnya, keduanya sedang berusaha menggoda teman mereka. Mereka berdua sudah menyaksikan semua hal ini sejak berada di tingkat pertama, senior ini sering kali melakukan pendekatan secara terang-terangan yang tertuju pada Morrin, tentu saja sebagai sahabat yang baik mereka ingin membantu melancarkan masalah percintaan teman kakunya ini. Tapi Morrin sendiri sungguh tidak memiliki perasaan apa pun pada seniornya dan hanya merasa terganggu olehnya.
"Ek'hem, ngomong-ngomong aku belum pernah melihatmu, apa kamu anak tingkat satu? Perkenalkan, namaku Yuwen Sol, dari kelas Niveild tingkat lima." Senior Yuwen mengulurkan tangannya.
Tapi terlihat dari tatapan Andrean yang tampak enggan sebelum menjabat tangan itu singkat, tidak mungkin baginya untuk membiarkan seorang kakak tingkat menggantung tangannya di udara sendirian, itu akan menyebabkan masalah merepotkan lain baginya.
"Saya baru saja masuk hari ini. Saya Adrean Cavit, murid kelas Edinpalv tingkat satu." Jelasnya tanpa mengurangi rasa hormat atau melebih-lebihkan.
"Begitukah? Kamu tidak perlu bicara terlalu kaku denganku, kita akan menjadi akrab nantinya." Yuwen tersenyum, memamerkan deretan giginya.
Mungkin karena sifatnya, Yuwen Sol selalu dikenali di mana pun dia berada, bahkan para tetua dapat mengenalinya hanya dengan mendengar suara khasnya.
Adrean membalas dengan senyuman tipis, "Saya menantikannya." Lalu beralih dengan peralatan makannya.
Morrin memandangnya, tapi kemudian menolehkan wajahnya ke samping saat sang empu menyadari seseorang tengah meliriknya diam-diam.
Adrean menatap ke arah piring Morrin, melihat bahwa seporsi kentang tumbuk telah lenyap. Dia memberikan miliknya pada piring Morrin, yang kebingungan.
Sebelum sempat Morrin mengatakan sesuatu, Adrean lebih dulu berkata. "Aku tidak terlalu suka kentang tumbuk, kamu saja yang memakannya."
Morrin, "... Baiklah."
Mereka berdua tidak menyadari, bahwa Arga memperhatikan mereka dari tadi, dia jarang melihat Morrin benar-benar berhubungan dengan orang lain selain dirinya dan Liliam, apalagi yang dilihatnya saat ini adalah wajah yang tidak familiar.
Arga menatap keduanya dan secara tidak fokus memainkan garpu pada pastanya.
"Sepertinya kalian saling mengenal." Katanya penasaran.
Sendok milik Morrin berhenti, dia benar-benar lupa tentang hal ini, segera diambilnya beberapa lembar tisu untuk membersihkan beberapa kekacauan karena sup bawang putihnya, dan melanjutkan makan siangnya serta menjawab pertanyaan Arga.
KAMU SEDANG MEMBACA
[GL] BLOODY RUBY
Ficção GeralSemua akan berubah seiring berjalannya waktu, bahkan permata ruby yang dulu selalu terlihat menawan dan cantik dengan kilaunya, kini mata itu kehilangan cahayanya, berubah menjadi lubang darah yang sangat dalam dan dalam, menjadi gelap dan kesepian...