Limabelas

22 4 0
                                    

Orangtua Alena sudah pulang dua jam yang lalu, tugas sebagai seorang ibu sudah selesai ia kerjakan. Dimulai dari memasak dan mencuci bekas sarapan pagi tadi karena tidak sempat, sekarang Karin sudah di meja makan menunggu anggota keluarga kesayangannya itu.

Bima dan suaminya sudah turun, tapi belum dengan Alena. Apa gadis itu lupa jam makan sore ya?

"Sore gaes," sapa Alena tanpa wajah berdosa, dia menyapa keluarganya. Mana dengan kata embel 'Guys'.

Bima mendelik. Dasar bocah laknat!

Makan sore berjalan dengan baik, tidak ada perdebatan ataupun pembicaraan yang membuat makan sore lama. Aturan yang diterapkan di keluarga Alena adalah jangan berbicara ketika makan, berbicaralah ketika sudah selesai.

Alena mengusap perutnya, ketika meminum energen coklat hingga habis. Gadis itu menatap Karin yang sedari tadi menatapnya, ada hawa-hawa tidak enak di wajah sang ibu yang melahirkannya itu.

"Ada apa, Ma?" tanya Alena cengengesan.

"Nikah muda? Maksudnya?" Karin malah melemparkan pertanyaan yang sangat sensitif, padahal Alena sudah berusaha untuk melupakan itu.

Alena diam tak menjawab.

"Lo mau nikah muda, Dek?" kini Bima yang membuka suara.

"Bang bukannya kata Papa kamu pulang besok?" Alena mengalihkan pembicaraan.

Dion memutar mata malas. "Nikah sama siapa?"

Alena menghela napas panjang, anggota keluarga kecilnya itu terus membahas nikah muda. Apa tidak ada pembahasan lain? Mungkin Alena harus jujur sekarang perihal kecelakaan tadi siang.

Alena menundukkan kepala. "Alena kecelakaan Ma, Pa, Bang."

"Kecelakaan?" ucap mereka serempak.

"Ada yang terluka gak, Sayang?"

"Kecelakaan apa lo?"

"Ah paling ngerusuh lagi,"

Perkataan Dion membuat anak pertamanya dan sang istri diam. Bukannya khawatir malah berpikir bahwa Alena membuat masalah lagi, ya walaupun ada benarnya sih.

Alena mengangkat kepala, lalu cengengesan tidak jelas. "Tuhkan apa kata Papa, pasti Alena bikin rusuh lagi. Ngerusak hubungan siapa, sampai mau nikah muda, hmm? Iri sama yang pacaran?" Dion menatap Alena dalam, tak paham mengapa putrinya itu berbeda dari dirinya. Bahkan sifat Karin tidak ada di diri Alena.

"Alena membuat masalah lebih besar loh, Pa!" jawab Alena antusias, tidak ada rasa salah sama sekali setelah merusak pernikahan orang.

"Apa?" tanya Dion. Bima dan Karin hanya menyimak percakapan anak dan ayah yang menurutnya tidak menarik, karena sudah bosan mendengar keluhan Alena. Dimulai dikejar orangtua anak yang dikerjain, dibentak ibu-ibu karena teriak tidak jelas dan masih banyak lagi.

"Alena ngehancurin pernikahan orang lain, terus orang itu minta tanggung jawab agar Alena menjadi pengantinnya." jawab Alena santai, dia yakin pasti orangtuanya tidak akan marah. Paling menceramahi agar tidak seperti itu lagi. Sudah Alena duga pasti mereka tidak akan marah, toh masih diam.

"Sudah Alena duga, pasti kalian tidak akan setuju aku nikah muda." lanjutnya terkekeh, sesekali menujukan wajah songong ke arah Bima.

"Nikahin ajalah, Pa. Eneg gue lihat muka songongnya itu," celetuk Bima yang dianguki Dion.

"Mama juga capek, Pa. Masa tiap hari denger bahwa anak kita membuat masalah," sambung Karin.

"Papa juga sebenarnya capek, mungkin kalo Alena nikah gak bakalan capek lagi ya." Alena melotot ketika mendengar perkataan Dion, mana bisa begitu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mendadak Menikah ( On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang