Chapter 3

396 65 3
                                    

"You just keep throwing them against the wall and hoping against hope that eventually something sticks."

Rosa Stevens - Tick, Tick, ... Boom!

"Vittoria

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Vittoria."

Hanya satu kegagalan, Tori mengingatkan dirinya. Atau dua.

Tori harus terbiasa, masih ada sembilan ratus sembilan puluh sembilan kegagalan lainnya yang harus Tori cicipi. Gagal di audisi pertamanya hanya sandungan kecil dan Tori tidak boleh berkecil hati hanya karena ini.

Meski rasanya tetap sakit.

"Vittoria!" Baru tersadar dirinya dipanggil, Tori berbalik dan melihat Will berjalan ke arahnya. Tori mencoba tersenyum dengan perasaan hati yang sebaliknya. "Langsung pulang? Peserta lain yang gagal lagi nangis di toilet." Hati Tori semakin menciut mendengar penuturan Will, para peserta yang lainnya mungkin sudah gagal puluhan kali sebelum ini. Tori menggenggam tali tas dengan sedikit lebih kuat dan mencoba membuat senyumnya tidak luntur selagi menunggu Will melanjutkan bicara.

"Saya Will." Pria itu mengulurkan tangannya dan Tori menjabatnya. Ketika Tori pikir Will akan mengajaknya makan malam atau sekedar minum kopi dan Tori berniat menolaknya dengan halus, kata-kata lanjutan Will membuat Tori hampir menampar pipi pria di depannya, "Saya yang kasih masukan untuk kamu gak lulus audisi kali ini."

"Maksud Anda?" tanya Tori, mencoba setenang mungkin dan menghindari pikiran buruk karena Will tidak terlihat merasa bersalah. Kemungkinannya hanya dua, Will memiliki maksud lain, atau pria itu ternyata psikopat.

Mendengar pertanyaan Tori, Will tersenyum. "Akting kamu terlalu serius untuk kedua peran tadi." Will tidak melanjutkan kata-katanya. Sepasang mata menatap lurus ke arah Tori, hanya itu.

"Saya harap penjelasan Anda gak berhenti di situ." Sedikit rasa kesal Tori merembes keluar dalam suaranya.

"Sayangnya, cuma itu. My theatre coach rate is seven hundred dollar an hour." Will tersenyum untuk terakhir kalinya sebelum berbalik dan sedetik kemudian memutarkan tubuh untuk menatap Tori kembali. "Muka marah kamu yang cantik itu bikin saya lupa. Ini."

Tangan Will mengulurkan selembar pamflet dan ia berkata, "Kamu pasti lulus untuk yang satu itu, saya jamin. Good luck."

Tori melihat pamflet yang sudah diterimanya, sebuah pamflet audisi untuk iklan produk sistem operasi dan bukan untuk iklan nasional pula. Dia ingin mengomeli Will karena sudah menjadi salah satu dari alasannya ditolak juri audisi dan menyarankan audisi yang tidak masuk akal. Iklan untuk marketing produk nasional saja Tori tidak lulus, apalagi ini?

Namun, saat Tori mendongak, Will sudah tidak terlihat di mana pun. Merasa lelah dengan harinya untuk terus merasa marah karena dikerjai, Tori ingin segera kembali ke hotel dan mencari audisi yang ada dalam waktu dekat. Dia butuh lebih banyak pengalaman.

Pamflet itu dirikasnya ke dalam tas dan Tori segera memesan taksi online. Tepat ketika sampai di lobi hotel, ponsel Tori bergetar dari dalam saku jaket. Tori melihat papanya menelepon, itu pun cukup membuat Tori ingin menangis. Dia tidak tahu bagaimana harus mengabarkan Stefan, yang sudah kesusahan menyembunyikan lokasinya sekarang, bahwa Tori gagal di audisi pertamanya.

"Sudah selesai audisinya? Dimulai telat, ya, kamu belum kabarin Papa."

Tori terdiam, dia mencari kursi terdekat sebelum mengabari papanya dengan suara mencicit, "I failed the audition."

Sambungan senyap untuk beberapa saat sebelum Tori kembali mendengar suara Stefan, "Ini baru audisi pertama kamu, gak apa-apa."

Tidak ada satu patah kata pun yang terucap oleh Tori, dia tahu jika mulai bicara yang keluar hanya ada tangisan dari rasa kecewa. Stefan tahu itu dan berkata akan membiarkan Tori beberapa saat, juga meminta Tori menghubunginya jika sudah merasa lebih baik sebelum menutup sambungan telepon.

Tori beranjak dari duduknya dan segera menuju kamar selagi air matanya masih terbendung sebelum menumpahkan semua kegagalannya di hadapan kaca wastafel. Wanita itu berjanji pada dirinya sendiri, hari itu adalah yang terakhir Tori menangisi dan mengasihani diri sendiri. Setelahnya, tidak ada lagi.

Setelah tiga puluh menit berlalu, perasaannya masih belum membaik. Tori memutuskan untuk berendam agar pikirannya bisa merasa lebih rileks sebelum kembali mencari audisi lainnya. Namun, sewaktu menaruh tas dan membukanya di atas tempat tidur, Tori melihat pamflet yang diberikan Will beberapa saat lalu, kemudian teringat pada perkataannya. Kamu pasti lulus untuk yang satu itu, saya jamin.

Melupakan niatnya untuk berendam, Tori meraih laptop yang disimpan di atas nakas oleh housekeeper hotel. Ia kemudian mengetikkan website yang tertera di pamflet. Ternyata di halaman utamanya adalah trailer promosi film terbaru yang dibintangi oleh Marco, meski hanya sebagai pemeran sampingan, film itu diproduksi oleh sutradara yang pernah memenangkan penghargaan Emmy dan dibarengi co-star besar lainnya dari Hollywood. Hal itu membuat Tori ragu, bagaimana caranya dia bisa lulus iklan produksi entertainment house sebesar ini?

Di bagian kanan atas laman utama itu, ada sub-menu yang diwarnai merah bertuliskan 'audisi terbuka'. Di dalamnya, ada beberapa audisi yang sedang dibuka, mulai dari figuran film, pemeran sampingan serial web, dan yang lainnya. Tori mengklik salah satunya, yang dimaksudkan di dalam pamflet, untuk melihat apa saja yang dibutuhkan. Persyaratannya cukup sederhana, Tori perlu CV pengalaman akting, biodata diri, dan menautkan video dengan membaca skrip yang sudah ada. Sepertinya tidak begitu sulit dan setelah dipikir lagi, tidak ada salahnya Tori mencoba.

Tori memutuskan untuk membuat set-up kamera sebelum berendam dan berias, tenggat waktu yang tinggal tiga hari lagi membuat Tori tidak bisa menunda-nunda. Pasti retake dan pengeditan video bisa memakan waktu cukup lama meski CV dan biodata Tori sudah siap.

Setelah persiapan selesai, Tori berdiri di depan kameranya. Dia memejamkan mata sejenak untuk menghilangkan rasa gugupnya, berpikir meski kali ini pun gagal, Tori hanya perlu mengikuti audisi yang lain. Maka, Tori pun menarik napas dalam dan mulai memainkan perannya.

 Maka, Tori pun menarik napas dalam dan mulai memainkan perannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
But First ... Run, Bride!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang