Alih-alih ikut makan, Nathan malah berpangku dagu memandangi Kai yang makan dengan lahap. Melihat anak-anak menikmati masakannya saja sudah membuat pria itu puas. Bian dan Kai adalah penggemar nomor satu masakan Koki Nathan, dan mereka selalu memberi pujian setiap kali berhasil menandaskan makanan di piring.
Beruntung sekali pria itu memiliki dua putra yang suportif dan suka makan. Sebab, kalau dua bocah itu tidak ada, bisa dipastikan, kehidupan pernikahan Nathan pasti membosankan, tidak akan ada seseorang yang akan membuatnya bersemangat memasak atau memuji makanan buatannya.
"Papa tidak makan?"
"Nanti makan, setelah memastikan kau menghabiskan sarapanmu," jawab Nathan seraya tersenyum. "Karena hari ini tidak kerja, Papa akan mengantarmu ke sekolah."
"Katanya Sarah juga mau mengantarku," balas Kai. "Jadi, kalian akan mengantarku ke sekolah bersama-sama?"
Mendengar nama Sarah, seketika suasana hati Nathan menjadi buruk. Pria itu masih sangat kesal karena proyek film pertamanya di tahun ini malah kacau dan harus mengalami penundaan sebab pemeran utama wanitanya tiba-tiba masuk rumah sakit. Anemia parah katanya, padahal sebelum ini Mari, lawan main Nathan, memiliki tubuh yang sangat fit dan dikatakan tidak pernah mengalami masalah kesehatan semacam itu.
Tanpa perlu banyak berpikir, sudah pasti Nathan bisa menebak siapa yang membuat Mari sesial itu. Bukan kali pertama Sarah, si vampir pencemburu, diam-diam menjadikan gadis-gadis malang yang terlibat proyek film dengan Nathan sebagai mangsa hanya agar syuting ditunda atau dibatalkan. Jika sudah begitu, Nathan paham bahwa dia harus memohon dengan berbagai alasan masuk akal pada produser dan sutradara agar mau mengubah sedikit karyanya. Tidak boleh ada sentuhan fisik berlebihan dalam konteks romansa, apalagi adegan ciuman.
"Papa, kenapa malah melamun?"
Suara Kai kembali menarik kesadaran Nathan. Pria itu tertawa hambar dan menjawab, "Oh, maaf. Soal mengantarmu, sepertinya kau bisa meminta agar Sarah tetap tinggal di rumah. Biar Papa saja yang mengantar. Ibumu itu tidak boleh berkeliaran dulu. Dia harus dihukum."
Kai yang penurut langsung mengangguk pelan. Setelah hening sejenak, anak itu kembali bersuara. "Apa Sarah akan baik-baik saja?"
"Tentu saja. Kenapa kau berpikir Sarah tidak akan baik-baik saja?" jawab Nathan sabar dan perlahan.
"Kai hanya takut Sarah ditangkap karena sembarangan menggigit orang. Padahal semua orang sudah memberi nasihat, tetapi dia masih saja nakal." Wajah bocah itu tampak murung, membuat Nathan iba melihatnya. "Bagaimana kalau Bibi yang digigit ingat, lalu Asosiasi Vampir tahu dan mengurungnya?"
"Tenanglah," kata Nathan sembari mengusap rambut ikal putra bungsunya. Pria itu mengulas senyum, menyembunyikan kekhawatiran yang mendadak muncul setelah Kai mengutarakan ketakutannya.
"Sarah akan aman dan wanita itu tidak akan ingat. Sihir pelupa Sarah tidak pernah gagal," imbuh Nathan, berusaha menenangkan Kai sekaligus dirinya sendiri. Meski memiliki tekad untuk bercerai, bukan berarti Nathan tidak lagi memedulikan istrinya.
Pria itu tetap khawatir kalau sewaktu-waktu Sarah ketahuan dan menjadi buruan, baik Asosiasi Vampir maupun manusia yang tahu dan ingin memanfaatkan darah vampir pemangsa manusia.
Nathan yang manusia memang sama sekali tidak memedulikan identitas seseorang vampir atau manusia, tetapi hal itu tidak berlaku bagi manusia lain. Bagi sebagian besar orang di dunia, vampir tidak lebih dari mitos, segelintir saja yang tahu kalau vampir benar-benar ada dan hidup membaur selama ribuan tahun dengan menyembunyikan jati dirinya. Oleh sebab itu, Sarah seharusnya tidak berlaku sembrono dan membuat penyamarannya sebagai manusia terancam.
Sarah bilang, beberapa abad lalu nyaris semua vampir menjadikan manusia sebagai santapan sehingga banyak korban mati kehabisan darah. Hal itu membuat keberadaan vampir menjadi ancaman. Manusia yang takut akan memburu makhluk itu dan membakarnya hidup-hidup. Mungkin akan bagus kalau vampir langsung mati dengan cara seperti itu, sayangnya mereka hanya akan mati oleh senjata berlapis perak yang tepat menghunjam jantung, dan manusia tidak tahu soal itu. Membakar hidup-hidup hanya membuat vampir tersiksa karena harus hidup dengan luka bakar yang parah selama bertahun-tahun sebelum bisa pulih sepenuhnya.
Demi bisa hidup damai tanpa mengusik satu sama lain, vampir sepakat membunuh insting alami mereka dengan hanya mengonsumsi darah hewan, tidak boleh lagi ada vampir yang menjadikan manusia sebagai mangsa dan siapa pun yang melanggar akan menjadi buruan organisasi rahasia Asosiasi Vampir.
Sayangnya, beberapa vampir cukup bebal, Sarah salah satunya.
Sejauh yang Nathan tahu, wanita itu tidak pernah membunuh. Meski beberapa kali memburu manusia secara langsung, Sarah tidak pernah mengisap darah mereka sampai habis, paling-paling hanya berakhir seperti Mari. Kadang, Nathan juga akan berbaik hati memberikan darahnya untuk sang istri, tetapi yang lebih sering, dengan bantuan Valiant, sang kakak, Sarah mengonsumsi darah manusia yang diperoleh dari bank darah rumah sakit keluarganya.
Meski begitu, tetap saja Sarah menyalahi aturan karena mengonsumsi darah manusia, larangan yang telah berlaku selama lebih dari satu abad. Jadi, kalau sampai Asosiasi Vampir tahu, Sarah sudah pasti akan masuk ke dalam daftar buronan dan entah apa yang akan mereka lakukan pada wanita itu. Mungkin rehabilitasi atau ... langsung membunuhya karena dianggap berbahaya.
"Bisakah Papa menasihati Sarah lagi?" Kai kembali bersuara. Bocah itu masih belum tenang rupanya.
Nathan mengangguk. "Iya, nanti Papa akan menasihati Sarah atau ... mungkin akan lebih berhati-hati lagi memilih proyek film supaya ibumu tidak menggila."
Kali ini si bungsu tertawa pelan mendengar ejekan sang ayah untuk Sarah.
"Omong-omong, kau ... masih cukup dibuat kenyang dengan masakan Papa atau Bian, kan?" tanya Nathan hati-hati, lalu mendesah lega saat Kai mengangguk yakin.
Meskipun bukan orang yang mempermasalahkan identitas antara manusia dengan vampir, Nathan tetap berharap Kai adalah manusia. Dengan begitu, paling tidak, dia bisa sedikit merasa memiliki keluarga normal. Selain itu, Nathan juga tidak ingin berakhir menjadi pria kesepian di meja makan karena tidak ada satu pun dari anak-anaknya yang membutuhkan santapan-santapan lezat yang terbuat dari daging dan sayuran.
"Papa berharap kau selalu suka dan menantikan masakan-masakan Papa," gumam Nathan.
Kai mengulas senyum hingga gigi-gigi kecilnya tampak. "Tentu saja, Kai akan selalu menyukai masakan Papa. Masakan Papa yang terbaik," anak itu mengacungkan kedua jempol pada sang ayah, "bahkan Bian juga menyukainya."
Nathan menganggut-anggut, sekali lagi mengusap kepala putranya sambil mengulang-ulang doa agar sampai di usia si bungsu yang kesepuluh, Kai tidak sekali pun menunjukkan tanda-tanda bahwa dia seorang vampir. Jangan sampai seperti kakaknya yang di usia kesembilan mulai sensitif ketika matahari bersinar terik atau tiba-tiba pulang dengan mulut berlumur darah bercampur bulu putih setelah secara instingtif mencabik leher kelinci yang dipelihara di sekolah.
17/12/22
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal Family
VampirosBegitu menginjakkan kaki di rumah sepulang sekolah, si sulung malah mendapati rumah layaknya kapal pecah akibat amukan sang ibu. Saat ditanya penyebabnya, dengan emosi menggebu-gebu, wanita itu menjawab, "Dia bersikeras ingin bercerai dan akan menik...