Sharen sedang membaca proposal melalui
ipad-nya dan hadir perasaan bimbang untuk meninggalkan tanah kelahirannya barang tiga hari saja. Sejenak dirinya menatap bingkai jendela yang mengejar perjalanannya."Pertemuan dengan VF Group berapa jam lagi?"
"30 menit lagi, Pak."
"Pertemuannya tidak resmi, kan? Kita batalkan, antar saya ke Perumahan Grand Virya."
"Baik, Pak."
Dua jam lagi adalah keberangkatannya untuk ke negeri sakura. Sharen menatap rumah yang sudah tidak begitu terawat meskipun halamannya masih terlihat bersih. Dirinya berjalan, menekan bel di depan gerbang dan mulai memasuki halaman. Ketukan pintu yang Sharen alunkan bergema, sebelum sosok yang mendongak ketika menatap matanya itu terlihat.
Sharen terkesiap kaget. Kacau, keadaan bocah dihadapannya sangat buruk. Banyak memar kebiruan, tubuh kurus yang terlihat tak terawat dan Sharen melihat juga kaki Asa yang sedikit diseret. Mata hitamnya menunduk saat Sharen menghela napas. Pria dihadapannya itu menyamakan tingginya dengan Asa dan menatap dalam netra anak itu.
"Asa ... bagaimana kabarmu?"
Asa menenggak ludah, kalau Merisa masih ada pasti Asa tidak akan membuka pintu rumah ini sembarangan. Walaupun sudah mengenal Sharen, Asa sangat waspada terhadap orang baru karena dirinya terbiasa sendirian. Namun, jika sekarang, Asa juga tidak paham kenapa batinnya kali ini membukakan pintu kediaman keluarga Diharja untuk Sharen.
Lagi, saat pria didepannya menanyakan kabarnya; yang pastinya tidak baik baik saja, karena dengan jelas Asa hanya mengenakan kaus pendek dan celana selutut yang memperlihatkan betapa banyak luka yang didapatinya padahal dirinya belum ada satu minggu kembali ke rumah.
Asa mengangguk sambil menyunggingkan setengah senyumnya. Membuat orang dihadapannya ini tersenyum tulus.
"Apa tidak apa-apa jika Diharja di rumah sendirian untuk tiga hari kedepan?"
Asa menaikkan sebelah alisnya bingung.
Sharen menghela napas, dirinya tidak bisa untuk basa basi barang sebentar. Bukan style-nya sekali.
"Asa, ayo ikut aku ke Jepang."
Mendengarnya tertegun, bocah itu mengerjap bingung dengan orang di depannya. Asa ingat kalau dirinya diajak ke Jepang. Tapi, dirinya tidak ingat kalau ini adalah harinya. Asa tidak sempat memutuskannya sebelum Sharen datang.
Asa hendak menggeleng setelah dirinya menunduk ke bawah. Kakinya yang memerah. Tangannya yang punya tiga titik lebam membiru ditambah beberapa sudah menghitam aneh. Semuanya terlihat, dimatanya begitu menyedihkan rupanya sekarang.
Asa meremas ujung kausnya yang kusam. Anak itu mengambil napas dalam dan memejam perlahan memberikan jawaban dengan mengangguk pada Sharen.
Mata Sharen membelalak tidak percaya, pria itu menangkup wajah Asa dan berkata memastikan.
"Asa yakin?" Anak itu dengan cepat mengangguk lagi.
"Baiklah, ayo." Sharen menyodorkan tangannya meskipun Asa hanya berdiam ditempatnya tapi Sharen dengan segera mengambil tangannya dengan lembut tanpa kekerasan. Hati Asa berdesir, ini pertama kalinya lagi dirinya diperlakukan lembut.
"Ada yang ingin kau bawa?" kata Sharen dan Asa dengan semangat sambil tersenyum menggeleng dengan cepat.
Asa tidak ingin membawa satu bendapun dari rumah untuk dia bawa ke Jepang. Entah kenapa, Asa tidak ingin memiliki saksi bahwa dirinya sejenak lelah dan ingin meninggalkan kediaman yang penuh kenangan. Namun, baru baru ini Asa hanya merasakan kekosongan dan kepedihan nyata. Walaupun Asa ingin menjauh sebentar, dirinya sadar sampai kapanpun rumahnya ada disana dan tidak akan terganti. Sampai kapan pun Asa akan tetap kembali ke sana.
¤¤¤
Ada perasaan mengganjal aneh yang Asa rasakan saat dirinya memasuki mobil Sharen. Haruskah setidaknya Asa memberitahukan ayahnya itu atas kepergiannya?
Tidak perduli dengan reaksi, Asa hanya ingin jadi anak yang berbakti. Seperti sekedar mengatakan, kemana hendaknya dia akan pergi. Ragu - ragu Asa menatap Sharen gugup, Asa hendak mengatakan keinginannya. Tapi bingung cara menyampaikannya.
"Butuh sesuatu?" Asa ragu mengangguk.
"Coba jelaskan dengan bahasa isyarat, siapa tau aku akan mengerti untuk kali ini."
Dengan perasaan tidak percaya Asa mulai menggerakan tangannya, kalau kalau Sharen mengerti. Tapi manusia itu malah mengernyit seakan bahasa Asa itu tersulit di dunia ini.
"Uh, maaf aku tidak mengerti sama sekali tapi aku ingin mencoba. Apa kau bilang ada kecoa di rumahmu?"
Asa bermuka pias agak murka. Bagaimana pria dewasa itu bisa berpikir Asa ingin berkata begitu. Huh, Asa jadi merengut sendiri deh.
"Baiklah, ini ipad-ku, lebih baik kau tuliskan saja, deh." Sharen membuka note kosong, dan membalik hingga muncul keyboard di balik sampul benda pipih itu. Asa mulai berpikir dan mengutarakan maksud tujuannya melamun tadi.
"Mengatakannya kepada ayah, kalau kau pergi denganku? Oke, itu mudah, ada lagi?" Asa menatap Sharen lalu menggeleng.
"Kalau ayahmu tidak mengizinkan?" Asa berpikir dan kembali mengetik.
Dia tidak perduli.
Jelas, Sharen membacanya jadi diam. Ya benar, terkadan Asa ini bodoh tapi sebenarnya pandai dan lihai cara berpikirnya. Hanya saja, anak itu terlalu bermoral sampai memperlakukan ayahnya yang kejam itu raja bak istana sedangkan Asa hanyalah anjing yang setia apapun yang rajanya perbuat tanpa menerima kasih sayang balik.
Sharen menggeleng kecil dan menatap lagi rupa juga kehadiran Asa di mobilnya.
Benarkah Sharen akan membawa Asa dengan penampilan seperti ini? Lagi, Asa terlihat tidak sehat, matanya juga mulai memejam sayu.
"Tidur saja, nanti kalau sudah sampai aku bangunkan."
Asa mendengarnya tapi kantuk lebih dulu menguasai.
"Pak, ke rumah sakit."
"Baik Pak," dengan cekatan, sang pembawa mobil itu langsung memutar setirnya menuju arahan yang atasannya minta.
¤¤¤
Asa kembali mendapat perawatan, satu jam lagi anak itu baru bisa keluar rumah sakit. Dipapah dan dibaringkan saja anak itu tidak terbangun, karena pingsan ternyata. Sharen agak selalu jantungan sepertinya kalau berada di sekitar kehidupan Asa. Semuanya tidak dapat dipercaya.
Suara cairan yang menetes menemani Sharen yang berdebat meminta pengunduran jadwalnya ke Jepang itu. Namun pihak yang akan ditemuinnya itu kekeh tidak bisa mengundurnya. Apa boleh buat, Sharen akan tinggalkan Asa lagi atau merelakan proyek selama lima tahun yang disusunnya itu berakhir sia sia.
Kelopak mata Asa terbuka membuat Sharen menutup sambungannya.
"Kau tidak baik baik saja ya," semburnya pada bocah itu.
"Kita tidak jadi ke Jepang."
Asa melotot mendengarnya dan menggenggam tangan Sharen. Menggeleng seakan menolak kebatalan keduanya ke negeri sakura.
"Kau sakit, Asa." Semakin erat Asa menggenggamnya dan semakin Sharen tak bisa menolak mata berkaca kaca dari Asa.
"Baiklah, kantong ini habis, kita berangkat." Dengan alis yang masih bertaut Sharen melirik pandang pada tiang infus, agak sangsi sebenarnya. Prihatin dengan kondisi Asa ditambah dirinya tidak bisa meninggalkan proyek, tapi Sharen juga tidak mampu menolak Asa.
"Ke sini sebentar ya Pak, saya mau minta tolong." Panggilnya kepada sekertaris yang dimintanya menunggu di mobil.
"Kau tidur saja dan fokus membuat badanmu lebih bertenaga."
Dari Asa : Ini ya, rasanya kembali di pedulikan
• α s α •
18 April 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
ASA
FanfictionDua orang saudara kembarnya meninggal, Asa adalah satu satunya yang masih bertahan. Padahal dia adalah anak yang tidak sempurna diantara ke-3 nya. Dia bisu.