Orang dihadapannya mendudukkan Asa di atas ranjang rumah sakit. Sedangkan pria itu berjalan gontai menuju sofa yang ada diruangannya. Saat duduk suara terdengar, seakan sofa itu sudah yang paling nyaman. Asa hanya menatap pergerakan itu dari matanya.
Kemudian mata lelahnya bertemu dengan Asa, langsung membuka kopernya dan dengan cepat mendapat yang dicari.
"Ini flip-flop untukmu, jangan kemana - mana tanpa alas kaki." Mendengarnya Asa langsung mengerutkan kakinya sendiri yang kotor dan belum dicuci karena keluar tadi.
Asa hanya menatapnya tidak tau harus menerima atau bagaimana. Lalu dirinya bangkit ke kamar mandi dan membuat Sharen menghela napas. Asa mencuci kaki dan bersiap tidur dirinya juga cuci tangan dengan mengusahakan jarum infus tidak terlepas.
Dirinya lihat barang bawaan Sharen itu hanya tergeletak di kasurnya dan dia membuka bungkusan yang berisi alas kaki itu. Kemudian memakainya meskipun sebentar karena dirinya hendak tidur.
Menulis terima kasih dan memberi tulisan itu pada Sharen. Pria itu melihatnya sumringah dan tanpa aba - aba tersenyum. Setelah anggukan Asa terima dirinya menjemput mimpi, yang semoga bukan mimpi buruk.
Sharen beberes karena dirinya baru saja landing dari Jepang urusan pekerjaan, melihat Asa tidur tenang dirinya entah kenapa merasa senang. Di umur ini kadang Sharen bosan dengan kehidupannya yang bergelimang harta, meskipun dia sudah bersenang - senang karena mengejar materi rasanya jadi membosankan karena sibuknya bukan untuk seseorang. Karena susahnya bukan untuk dihadiahkan ke seseorang berharga.
"Aku ingin mengajakmu ke Jepang 3 hari lagi, Doktermu tadi bilang kalau setelah dua hari ini keadaanmu membaik. Asa boleh pulang."
Asa belum benar - benar menjemput mimpi dan mendengar semua kalimat Sharen. Asa sangsi mendengarnya, dirinya susah menaruh percaya lagi dengan seseorang setelah semuanya karena orang yang terkasih selalu saja beranjak terlebih dahulu untuk meninggalkannya.
Asa hanya bisa berharap agar Sharen memperbolehkannya untuk tidak ikut, karena dia masih khawatir dengan kondisi ayahnya. Pasti pria itu tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Asa tidak ingin kesehatan satu satunya orang yang tersisa saat ini menurun hanya karena tidak bisa mengurusi diri sendiri.
Asa ingat, bahkan ayahnya itu tidak bisa menemukan garam di dapur ataupun mengetahui air mana yang sudah dipisahkan untuk minum dan untuk dimasak. Asa yang seharusnya melakukannya. Kalau Asa juga pergi dari sisinya, pasti ayah akan merasa kesepian. Asa tidak ingin ayahnya bergelung dengan sepi karena dia sudah merasakannya. Itu tidak semudah yang dipikirkan.
҉ ❀ ҉
Keesokan paginya saat embun pagi pun masih menyingsing. Asa terbangun dengan perasaan kalut dan takut dirinya histeris setengah mati ketika mimpi buruk datang. Di saat orang - orang masih terlelap. Jantungnya seperti meledak melihat mimpinya sendiri. Dirinya menangis dan berusaha menenangkan diri hingga mengambil napas saja rasanya sulit.
Disaat seperti ini patahnya, tidak ada satu orang manusia pun yang bisa Asa panggil. Tidak ada satu manusia pun yang menyadari keresahannya pagi itu. Dirinya tidak bisa berteriak dan menyatakan ketakutannya. Yang dirinya bisa lakukan adalah meringkuk dan menangis sendirian sambil menenangkan diri.
Asa lupa dengan presensi Sharen. Mata bulat itu saking rapatnya menutup dan sibuk dengan dirinya hingga terkejut akan tangan yang menyentuh pundaknya dengan lembut. Terkejut Asa otomatis menjauh mencerna jika Sharen sudah berada disini sejak malam lalu.
"Maaf," tuturnya karena Asa jadi terkejut.
"Asa, kenapa?" Anak itu menggeleng menjawab pertanyaan Sharen.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASA
FanfictionDua orang saudara kembarnya meninggal, Asa adalah satu satunya yang masih bertahan. Padahal dia adalah anak yang tidak sempurna diantara ke-3 nya. Dia bisu.