Dentuman besar terdengar begitu terjadi ledakan antara percikan warna yang berkumpul di atas gedung tempat kompetisi musik klasik, dengan pecahnya artefak perisai yang Asa temukan. Cahaya menyebar membuat laki-laki itu harus memejamkan mata. Kepalanya terasa pusing setelah detik demi detik berlalu, dan yang terdengar di telinganya hanyalah kesunyian. Sepi.
Begitu menyadari dunia seperti berhenti beraktivitas dengan menghilangnya suara, kelopak mata laki-laki itu terbuka. Tubuh Asa bergetar setelah menyaksikan pemandangan di depannya yang terlihat berbeda. Tidak ada Abigail di sisinya, tidak ada latar perkotaan, bahkan anak burung berbulu keemasan tadi pun ikut menghilang.
"Kayaknya aku pernah ngelihat tempat ini," gumamnya.
Langit mengeluarkan petir. Dataran hijau pohon yang membentang sejauh mata memandang, juga gunung berapi tandus yang sedang mengeluarkan abu vulkanis, membuat napas laki-laki itu terasa sesak. Dia familier dengan tempat ini. Pernah dilihat, namun, tidak tau kapan itu terjadi.
Di mana ini?
Asa terus memegang kepalanya yang kini terasa sakit. Ingatan-ingatan mengenai kejadian sebelumnya mulai terekam kembali di otaknya. Berusaha mengingatkan dia dengan apa yang terjadi karena perbuatannya. Hingga muncul sebuah kejadian aneh di Indonesia, sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
"Kamu terkutuk!"
Suara nyaring itu terus terngiang di telinga Asa. Matanya menangkap banyak sekali percikan keemasan di sekitar yang mulai berhamburan membentuk sebuah jalan. Laki-laki yang memakai sepatu kulit itu berjalan dengan perlahan, mengikuti percikan cahaya yang mencoba menuntunnya, keluar dari balik pepohonan penuh ilalang.
Sakit!
Sambil mencoba menenangkan diri. Dia menggeser satu per satu ranting pohon yang menghalangi jalannya. Asa menyipitkan mata setelah melihat cahaya terang di dekat gunung penuh bebatuan. Ada secercah harapan setelah dia melihat siluet seseorang sedang berdiri di tengah cahaya tersebut.
"Siapa di sana?"
Suaranya bergema memenuhi seisi hutan. Beberapa detik menunggu, namun, tidak ada jawaban. Kenapa tidak ada jawaban? Apa mungkin yang dia lihat bukan orang? Bagaimana bayangan itu terlihat begitu nyata mirip seperti makhluk hidup?
Pertanyaan seperti itu melintas di pikiran Asa. Setelah menyadari sosok di depannya tidak ada sekali pun memberi respon. Laki-laki itu pun berlari mengikuti percikan cahaya keemasan yang menuntunnya, demi mencapai keberadaan asing di depan sana.
Langkahnya mulai melambat setelah dia melihat seorang laki-laki sedang berdiri di depan batu besar menyerupai altar pemujaan. Batu itu mengeluarkan cahaya keemasan yang mulai meredup, samar-samar dirinya mendengar suara perempuan yang sedang bersenandung. Dengan cepat Asa berdiri di balik pohon yang daunnya rindang, demi menyamarkan hawa keberadaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Beats: Forbidden Memory (1)
Fantasia[𝘕𝘦𝘷𝘦𝘳 𝘌𝘯𝘥𝘪𝘯𝘨 𝘍𝘢𝘵𝘦𝘴 series] Abigail seorang musisi penderita insomnia, tiba-tiba terjebak dalam masalah yang dimiliki oleh Asa--orang dari masa depan. Perjalanan Asa menuju masa lalu karena kecerobohan menyebabkan sebuah retakan dim...