5. Terdampar

12 5 0
                                    

Gunung berapi yang berada di tengah dataran hijau terlihat sangat kontras

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gunung berapi yang berada di tengah dataran hijau terlihat sangat kontras. Lahar keluar di sela-sela bebatuan yang ada di gunung itu. Jeritan manusia terdengar saat gunung setinggi lebih dari tiga kilometer mengeluarkan abu vulkanis. Bagai mimpi buruk, saat langit mulai berubah menjadi abu-abu disebabkan karena asap erupsi yang menggumpal.

"Kau dan keturunanmu kelak harus menebus dosa di tempat ini."

Suara yang amat sangat bijaksana milik seseorang yang sedang berdiri di balik altar bercahaya. Membuat siapa pun yang mendengarnya secara langsung akan gemetar. Tubuh orang tak dikenal itu menjulang tinggi hingga kepalanya menghilang di balik asap tebal. Hanya menyisakan siluet mata yang bercahaya keemasan.

Perempuan yang sedang dirantai di tengah altar hanya dapat terdiam. Begitu menyaksikan kekuatan sangat dahsyat di depannya.

Sementara petir menyambar melalui satu telunjuk milik orang bertubuh tinggi. Seekor anak burung muncul di tengah tubuh perempuan yang sedang dirantai. Burung keemasan yang memiliki sayap indah. Sedang terbang dikelilingi oleh cahaya keemasan.

"Garuda ini akan menyegel kekuatanmu selama beberapa abad."

Sebelum garuda mendarat di atas tubuh perempuan tadi. Sebuah cahaya keemasan telah lebih dulu menghalangi pandangan seseorang yang sedang menonton kejadian tersebut.

Pada saat cahaya itu mulai menghilang. Asa membuka kedua kelopak matanya.

"Hah ... hah ...."

Napasnya tersengal-sengal begitu dia melihat langit-langit kamar yang sangat asing. Kepalanya terasa sakit, apalagi menyadari bahwa apa yang dia lihat barusan seperti sebuah kenyataan. Memangnya apa yang sedang terjadi dengan dirinya?

Aku ada di mana?

Asa mencoba menggerakkan kepalanya demi memperhatikan sekitar. Meja belajar yang ada di dekat kasur. Lantai kayu dan dinding bercat putih dengan banyak poster pianis terkenal di masa lalu. Serta lemari berwarna cokelat yang ada di dekat pintu. Kamar ini bersih juga, ya.

"Kok perutku berat banget, ya?"

Laki-laki itu mengembuskan napas kasar sambil menutup mata. Lalu dia menyentuh bagian perut dengan harap dapat melepaskan beban yang sedang menimpa dirinya. Namun, saat tangan Asa bergerak ke bawah, terasa aneh, sampai akhirnya sesuatu terasa sedang menggelitik telapak tangannya.

"Woah!"

Asa terkejut. Dia beringsut ke bagian bantal, demi melihat benda apa yang ada di atas perutnya. Laki-laki itu membelalakkan matanya begitu menyaksikan seorang laki-laki berseragam putih abu-abu sedang tertidur, dan menjadikan perutnya sebagai bantal.

"Woi!"

"Anak kecil ...."

"Bangun, oi!"

Tidak ada jawaban saat Asa memanggil orang di atas tubuhnya. Laki-laki itu menghela napas sesaat, sebelum akhirnya menggerakkan tangannya kembali, dan dia mengangkatnya tinggi-tinggi.

"Bangun, woi!"

Asa melayangkan tamparan ke pipi laki-laki yang sedang tertidur. Membuat orang yang ada di atas perutnya itu terbangun dan mengaduh kesakitan.

"Kalau bangunin orang ya enggak sampai ditampar juga kali."

Laki-laki yang memakai seragam SMA itu mengubah posisinya menjadi duduk. Sambil merapikan kotak P3K yang isinya masih berserakan, dia menggerutu beberapa kali saat melihat tubuh Asa yang masih terbaring di atas ranjang. "Aku udah menyelamatkan kamu, ya. Kok bisa main asal tampar aja. "

"Maaf, abisnya kamu enggak mau bangun waktu aku bangunin kamu. Mangkanya aku tampar aja supaya kamu bangun. Apa sakit banget, ya?"

"Iyalah, pakai nanya lagi."

Asa menyipitkan matanya. Dia melihat nama yang tertera di seragam itu. Lalu mengejanya satu per satu di dalam hati, sebelum akhirnya terkekeh karena merasa bahwa nama orang di depannya sangat kuno.

Laki-laki itu bergerak sedikit demi sedikit. Tangannya menahan seluruh tubuh agar dia dapat duduk di atas kasur. Meski pada akhirnya Asa menyerah sebab tubuhnya kehilangan energi.

"Hati-hati. Kamu masih luka itu." Abigail bergeser mendekat ke sisi Asa. Dia menaruh tangannya di belakang leher laki-laki itu, sambil satu tangan lain miliknya berusaha membantu mengangkat pundak lebar milik Asa. "Biar aku bantu."

"Pelan-pelan. Masih sakit, nih," keluh Asa saat tubuhnya perlahan mulai bersandar di kepala ranjang.

"Aku juga tau kali ...."

Abigail yang sedang membantunya. Membuat wajah laki-laki itu berada beberapa senti di depan Asa. Alis tebal milik Asa berpaut saat dia memperhatikan wajah laki-laki tersebut. Asli, anak ini kantung matanya gelap banget. Tidur berapa jam dia semalam?

Benar, pikiran Asa langsung berkelana mencoba mencari jawaban dari kondisi orang di depannya. Rambut ikal acak-acakan, wajah pucat lesu dipenuhi keringat, ada kantung mata yang lumayan besar, bahkan seragamnya terlihat kotor.

Emangnya dia abis main film aksi sampai banyak banget kotorannya?

"Udah, ya. Kamu di sini aja, aku mau mandi abis itu bakalan berangkat latihan." Abigail beranjak berdiri di depan meja belajar. Dia mengambil dua handuk bersih di dalam lemari pakaian. Lalu melempar handuk satunya kepada Asa yang masih terdiam memandangi tubuh tinggi laki-laki itu. "Ini kamu pakai buat mandi. Sarapan tinggal masak, ada mi instan di dalam laci meja belajar. Nanti kamu masak aja pakai panci elektrik yang ada di atas meja."

"Tunggu."

Asa menghentikan langkah Abigail, sebelum laki-laki itu masuk ke dalam kamar mandi. Dia melirik ke arah jam dinding yang memiliki desain kuno di dekat rentetan poster musisi.

"Sekarang tahun berapa?"

Jarum jam menunjukkan ke arah delapan. Asa baru menyadari bahwa dia keluar dari mesin waktu bukan di tahun yang seharusnya.

"Kenapa emangnya? Sekarang tahun 2023, kok." Abigail menjawab pertanyaan dari Asa. Setelah itu dia masuk ke dalam kamar mandi, dan menyalakan keran. Hingga membuat hanya terdengar suara gemercik air.

Tunggu. 2023? Apa aku jatuh delapanpuluh sembilan tahun ke masa lalu?

Masa lalu yang amat sangat jauh. Sebelum Nusantara berdiri dan sebelum teknologi canggih mulai merajai seluruh bagian di Indonesia. Asa melakukan perjalanan waktu hingga puluhan tahun lamanya.

Gimana aku balik ke masa depan? Sementara mesin waktu berjalan sendirian di lorong waktu.

Lorong waktu. Laki-laki itu mengingat wormhole yang sempat dia pegang. Semoga aja Abigail menyimpan lorong waktu itu.

Perut Asa tiba-tiba berbunyi. Kepalanya langsung menoleh ke arah meja belajar demi memastikan keberadaan panci elektrik. Saat matanya fokus menatap keberadaan benda yang ingin dia pakai. Tiba-tiba seekor burung keluar dari kain yang ada di samping panci tadi.

"Burung ... bukannya itu burung yang aku lihat di dalam mimpiku?"

Anak burung berbulu emas sedang mengepakkan sayapnya. Abigail semakin kebingungan dengan keadaannya saat ini. Kenapa burung yang dia lihat di dalam mimpi tiba-tiba ada di dalam kamar Abigail? Apa abigail memelihara seekor burung?

Pertanyaan-pertanyaan itu terlintas di kepala Asa. Tubuhnya gemetar tatkala burung berbulu emas itu mengeluarkan cahaya persis seperti di mimpinya. Asa beringsut-ingsut menghindari kedua bola mata anak burung yang menyala. Napas laki-laki itu mulai tersengal-sengal. Sebelum akhirnya benar-benar membelalakkan mata.

"Kamu terkutuk."

Burung itu bersuara. Membuat tubuh Asa mematung setelah mendengar suaranya.

Kenapa ... kenapa burung bisa bicara?

Time Beats: Forbidden Memory (1) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang