[01]

7.1K 613 11
                                    

"Mama!! Bang Afdan sembunyiin handphone Adek lagi!" Afdan tertawa ketika sang adik mengadu dengan mata basahnya, tangan kanannya meninggi guna mencegah Elang, adiknya meraih ponsel.

"Bang! Adeknya jangan digoda terus, nanti nangis, kamu yang disembur Adnan!!" Afdan berdecak kala mendengar nama adik pertamanya, Elang tertawa senang saat Afdan memberikan kembali ponselnya.

"Mama, kenapa Adnan gak jadi anak sulung aja?" Pertanyaan random Afdan terlontar begitu saja.

Sang Mama, Zahra tertawa ketika putra sulungnya memeluk tubuh ramping Zahra dari belakang, sedang ia tengah membuat kue kesukaan si sulung dan bungsu. Putra tengahnya mana suka dengan makanan manis seperti kue.

"Mama juga gak tahu, 'kan kamu yang jadi duluan sebelum Adnan," jawab Zahra asal. Lagipula jarak umur Afdan, si sulung dan Adnan, si tengah adalah 2 tahun, tetapi Adnan cenderung lebih mandiri dan dewasa dibanding kakaknya.

"Bang Adnan 'kan lebih dewasa daripada Abang, kenapa bukan Bang Adnan aja yang jadi anak sulung?" tanya Elang yang duduk lesehan di dekat kulkas.

"Abang gak mau jadi anak tengah," balas Afdan sembari senderan lesu di pundak sang Mama.

"Kenapa?" tanya Elang penasaran.

"Kata temen Abang, jadi anak tengah tuh gak enak, hadirnya ada tapi kayak gak ada," jawab Afdan.

"Di keluarga ini gak ada yang layak gitu Abang, Adn—"

"Papa!! Adnan udah besar, udah pakek sneli dokter, kenapa dibeliin boneka beruang sih?" Teriakan Adnan di dekat pintu mengalihkan atensi ketiganya.

Afdan dan Elang sontak berlari ke arah pintu, "Papa!!" seru Elang sembari menuju pelukan Arlan, Papanya.

Sedangkan Afdan tampak tertawa di hadapan Adnan yang tengah membawa boneka beruang coklat.

"Gak usah ketawa!" kesal Adnan.

"Kalem atuh, Ad. Sensian banget, PMS lu?" balas Afdan bercanda.

"Gue cowok! Perlu gue buktiin kah?!" Afdan mengangguk dengan senyum tengilnya.

Adnan hampir membuka resleting celananya jika saja Afdan tak menghentikan tindakan bodoh adiknya itu.

"Bercanda, njir! Kok dibawa serius!" seru Afdan.

"Katanya tadi suruh buktiin, tidy gue bisa jadi bukti."

"Pentil lu aja udah jadi bukti, Ad, goblok banget sih!" maki Afdan. Ia menarik Adnan masuk ke rumah, diikuti Arlan yang menggendong Elang.

"Lu entar tambah nantang, ngejek tidy gue, sat!" Adnan berucap dengan sinis, Afdan berhenti berjalan dan berbalik menghadap Adnan.

"Heh! Asal lu tau ya, tidy lu emang kecil! Gue cuma mengatakan fakta," ujar Afdan.

"Sekata-kata lu kalau ngomong!" Adnan menendang pantat Afdan saat sang kakak berbalik.

"Sakit, sat!" seru Afdan kesakitan, pantat mulusnya memang sudah berkali-kali dijadikan sasaran tendangan Adnan.

"Rasain!"

"Tauk ah! Ngambek gue!" kesal Afdan sembari berbaring tengkurap di sofa.

"Mandi dulu, Ad. Abangmu dibujuk nanti aja," ucap Arlan, pria itu membawa Elang menuju kamarnya untuk menemani mandi.

"Mas! Elang dimandiin sekalian!" Zahra berseru dari arah dapur dibalas dengan baik oleh Arlan.

"Iya, sayang!!"

"Kenapa kalau gue yang ngambek dibiarin dulu sih? Giliran Elang aja Papa panik banget, humph!" Afdan menggembungkan pipinya kesal, Adnan yang belum beranjak dari tempatnya pun terkekeh melihat kegemoyan kakaknya itu, badan saja bongsor tapi kelakuannya lebih manja dari Elang.

Padahal Afdan selalu koar-koar kalau dia itu sulung, tapi orang-orang gak percaya dan malah bilang kalau Adnan yang sulung, apalagi Afdan lebih pendek dari Adnan.

"Sok imut lu." Meski berkata demikian, Adnan tak bisa mengelak kalau Afdan itu punya wajah tampan manis plus imut.

Kalau orang bilang, Afdan itu 60% Mamanya, 40% Papanya dalam konteks kemiripan wajah.

Kalau Adnan sih duplikat Papanya banget.

Kalau Elang sih 50 : 50, mirip Mamanya tapi juga mirip Papanya.

Adnan akhirnya menuju kamar untuk bersih-bersih.

Sekitar 30 menit, Adnan turun bersama Elang dan Arlan, ketiga laki-laki berbeda umur itu menghampiri Afdan yang masih tengkurap di sofa.

"Betah banget Abang ngambeknya," ucap Elang heran. Ia duduk di karpet tebal berbulu di depan sofa, menatap wajah si sulung.

"Kalau dilihat-lihat Bang Af lucu juga ya," ujar Elang yang mengundang anggukan setuju Adnan dan Arlan.

"Dih, tumben gak salting waktu dibilang lucu," heran Adnan.

"Tidur, Bang," sahut Arlan sembari terkekeh.

Ketiga putranya lucu sekali!! Mereka tumbuh terlalu cepat!!!

🕊🕊🕊

Afdan terbangun dengan heran, "Kalian siapa?"

Bertukar JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang