Tok tok tok ....
Setelah perintah yang diberikan oleh sang tuan, Whistle pergi ke kamar Anastasia untuk melaksanakan tugas pertamanya.
Whistle mengetuk pintu kamar yang tak kalah besar dari miliknya itu, tidak ada jawaban sampai ia kembali mengetuknya sekali lagi.
"Siapa?" Barulah suara lembut Anastasia menyahut, bertanya pada seseorang yang berdiri di balik pintu kamarnya.
"Ini aku, Whistle," jawab Whistle.
Whistle tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana; terdengar beberapa suara gaduh begitu ia mengatakan pada Anastasia kalau dirinyalah yang datang.
Whistle bahkan berpikir kalau Anastasia menyenggol meja saat hendak membukakan pintu untuknya, makanya ada suara seperti terantuk sesuatu di dalam. Tapi ia tidak menanyakannya, tidak peduli juga.
Pintu pun terbuka; terlihat Anastasia yang sudah memakai piyama tidur berwarna merah muda miliknya. Whistle sedikit terpaku akan pemandangan itu.
"Hai, Whistle. Apa kau sudah selesai makan malam?" tanya Anastasia pada Whistle dengan senyum cerahnya.
Whistle menjawab, "Iya, aku sudah makan. Bagaimana denganmu? Kau tidak datang ke meja makan padahal kau yang mengajakku."
Anastasia tersenyum canggung dan berkata, "Maafkan aku ... aku memiliki sedikit pekerjaan mendadak yang harus aku selesaikan segera."
"Orang bilang tidak baik melewatkan jam makan. Kau harus segera mengisi perutmu, Anastasia."
"Aku akan melakukannya nanti."
"Tapi aku sudah membawakan makanannya sekarang."
Anastasia melirik ke bawah, melihat troli makanan yang sebenarnya sudah ada sejak tadi. Dia tampak seperti baru menyadari keberadaannya dan agak terkejut.
"Astaga, aku tidak menyadari ini," sebut Anastasia, lalu kembali menatap wajah tampan Whistle, "kau membawakan ini untukku, Whistle ...? Kau baik sekali."
Whistle tidak menjawab. Dia hanya sedang menahan diri untuk tidak menjawab Anastasia dengan kalimat sarkas sebab apa yang gadis itu katakan. Tidakkah dia dengar apa yang apa yang Whistle katakan tadi? Kenapa masih bertanya?
Whistle diam saja, menelan kembali rasa kesalnya. Sampai Anastasia memperhatikan kamar miliknya, lalu ia membuka pintu dengan lebih lebar. "Silakan masuk, Whistle," ujarnya, mempersilakan Whistle untuk memasuki kamar Anastasia yang luasnya bukan main.
Whistle sempat terperangah meski ia pandai menutupinya. Tetapi melihat pemandangan kamar seluas dan semewah ini membuat Whistle merinding. Bahkan rumah yang ia tempati dulu hanya sepertiga dari kamar ini!
Anastasia terlihat sibuk sendiri; gadis itu membenahi beberapa titik di kamarnya yang dipenuhi oleh kertas-kertas dan baju-bajunya.
"Maaf, kamarku sedikit berantakan," ujarnya, meminta maklum, "aku belum menyuruh mereka untuk membersihkan kamarku."
Whistle yang tidak mau mencari tahu lebih pun hanya merespons dengan sederhana. "Tidak masalah." Sesingkat kalimatnya, dan dia hanya berdiri sampai Anastasia selesai membereskan sedikit kekacauan di kamarnya.
Anastasia menata dengan rapi sofa dan meja yang ada di kamarnya, kemudian mempersilakan Whistle untuk duduk di sana.
"Ini adalah pertama kali kau melihat kamarku, tapi aku memberikan kesan yang agak jorok," ucap Anastasia, sembari duduk dan menunggu Whistle memindahkan beberapa piring makanan ke meja kamarnya.
Whistle diam-diam merotasi mata dengan dingin; tidak berpikir sebelumnya kalau Anastasia akan membahas hal yang sama. Whistle pikir perihal kamar yang berantakan itu sudah selesai.
Whistle menaruh semua menu; ada daging steak dari bagian terbaik yang dimasak oleh tangan ahli, tampilannya tidak jauh berbeda dengan milik Whistle. Hanya saja milik Anastasia dimasak dengan kematangan yang ada di bawah, sehingga masih ada sedikit darah yang keluar dan menyatu dengan bumbunya.
"Kau suka steak yang kurang matang?" tanya Whistle ketika Anastasia baru saja memasukkan potongan daging pertamanya.
Gadis itu lantas menjawab, "Iya, aku suka steak dengan kematangan rare."
Whistle hanya mengalihkan tatapannya. Meski Anastasia mengatakan demikian, tetapi Whistle tidak berniat untuk mencoba daging dengan tingkat kematangan di bawah seleranya.
"Lalu bagaimana denganmu?" Anastasia bertanya, membuat Whistle kembali menatap ke arahnya, "tingkat kematangan steak-mu seperti apa?"
"Aku suka yang mendekati matang, tapi aku juga bisa makan yang setengah matang," jawab Whistle apa adanya.
Tapi Whistle bisa menganggapnya sebagai kesialan; ketika Anastasia memotong sedikit daging dan tiba-tiba saja menyodorkannya pada Whistle sembari berkata, "Apa kau mau mencoba yang satu ini?"
Whistle terdiam, sempat alisnya mengernyit sebelum ia sadari dan kembali bersikap tenang. "Aku tidak yakin aku akan menyukainya," jawab Whistle, tetapi memang dia sepertinya sedang sial.
"Benarkah ...? Aku pikir kau akan menyukainya karena kau juga bisa makan yang setengah matang. Ini hanya lebih agak mentah tapi aku jamin rasanya akan lebih lembut dan basah."
Ketika Anastasia sudah memasang raut seperti itu, apa kau berpikir Whistle akan diam saja dan teguh pada pendiriannya?
"Sial."
Whistle hanya mampu mengumpat dalam hati saja, sebab perasaan kesal dan tak sudi yang ia rasakan ini tidak mungkin ia ungkapkan di depan Anastasia; sumber uangnya.
Whistle tentu saja harus memperlakukan Anastasia dengan baik, sesuai dengan kontrak yang sudah ia tanda tangani. Sedikit lagi saja, Whistle harus menurunkan ego di hadapan uang yang ia dambakan.
"Aku rasa aku bisa mencobanya sedikit ...."
"Kau akan tergoda, aku benar, kan?"
Whistle tersenyum penuh paksaan, rasa kesal tersumbat di depan mulutnya. Ia memperhatikan Anastasia yang memotong daging baru dengan ukuran yang lebih besar, dan ketika Whistle melihat air kemerahannya menetes, ia pikir dirinya akan mengalami mimpi buruk hanya karena makanan.
Tapi ketika daging itu sudah ada di depan mulutnya, Whistle tetap membuka mulut dan melahapnya. Ia memasang raut tegang, tetapi masih berusaha tersenyum sembari mengunyah daging itu; menyerap aroma amis yang kental dari daging yang belum mencapai tingkat setengah matang.
Rasanya menyebalkan. Apalagi jika Whistle melihat seperti apa Anastasia tersenyum di hadapannya saat ini. Ia merasa seperti sedang ditertawakan atas ketidakberdayaan.
"Sial ... sial ... sial!"
"Apa rasanya enak, Whistle?" tanya Anastasia, Whistle segera mengangguk dan menelan dagingnya.
"Ini enak."
"Benar, kan ...? Aku sudah menebaknya, kau pasti akan suka!"
Whistle mengalihkan sedikit wajahnya, lalu mengusap air liurnya yang hampir keluar karena menahan mual. Ini gila! Dari sekian banyak makanan mentah yang pernah Whistle coba, ini adalah yang paling buruk! Dia tidak ditakdirkan untuk menyukai daging mentah.
Tapi lelaki itu masih berusaha bersikap seolah dia menyukainya, dan menunggu Anastasia sampai gadis itu selesai dengan makannya.
Anastasia meletakkan garpu dan pisaunya, lalu ia bertopang dagu dan tersenyum. Whistle yang melihatnya pun melirik dengan bingung, sebelum akhirnya Anastasia bersuara.
"Ini seperti sungguhan," ujar gadis itu, membuat Whistle makin bingung. "Aku dan Whistle duduk berdua di sofa yang sama, lalu memberikan suapan dengan tanganku sendiri. Pernikahan ini seperti sungguhan, kan ...?"
Whistle terpaku; bingung mau menjawab apa. "Ya ... semakin terasa sungguhan akan semakin bagus, kan?"
"Hm ... begitukah? Kalau begitu kenapa kita tidak menikah sungguhan saja, Whistle?"
Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHISTLE : Park Seonghwa
RomanceAnastasia Blaire tidak pernah menganggap kehadiran seseorang seperti hal yang sangat berharga dalam hidupnya, mereka semua seperti mobil yang hanya berlalu-lalang di hadapannya dan pergi tanpa kembali lagi. Tapi itu seakan tak lagi berlaku ketika ia...