Whistle sempat dibuat tercengang akan respons orang-orang ketika mereka melihat Anastasia untuk pertama kalinya setelah sekian lama.
Sejak kematian orang tuanya, semua orang tahu bahwa Anastasia menghilang dari pandangan semua orang. Dia tinggal dan diasuh oleh Brigitte Varloen tapi tak seorang pun bisa mendekatinya bahkan hanya untuk mengetahui baju warna apa yang dia pakai hari itu.
Dan kini, di hadapan banyak petinggi perusahaan dan media, Anastasia menunjukkan diri sebagai Anastasia Blaire—satu-satunya pewaris keluarga Blaire yang kini akan mengambil alih kursi kekuasaan yang ditinggalkan ayahnya.
Saat ini Whistle berada di sebuah ruangan yang luas, seorang diri. Sebab Anastasia langsung mengadakan rapat bersama para orang berpakaian rapi di ruangan selanjutnya. Whistle bisa menebak ruangan yang ia tempati ini adalah ruang tunggu, dan seseorang mendatanginya kala Whistle merasa suntuk menunggu Anastasia.
"Selamat siang, Tuan," sapa seorang lelaki bersetelan jas rapi dan berkacamata, pada Whistle yang kini langsung mengalihkan tatapannya.
Whistle terdiam memandang lelaki itu, sorot matanya seolah bertanya; siapa ...?
Lantas, lelaki itu segera memperkenalkan diri. "Perkenalkan, aku adalah Benjamin Carter; aku adalah sekretaris dari pemimpin Blaire yang sebelumnya."
"Ah ... orangnya ayahnya Anastasia?" sebut Whistle, spontan mengundang sorot bingung lelaki di depannya.
"Iya?"
"Tidak, maksudku ... kau adalah rekan dari mendiang ayahnya Anastasia, ya?"
Lelaki bernama Benjamin itu tertawa kecil menanggapi ucapan Whistle. "Iya ... bisa dibilang begitu, Tuan."
"Jadi, apakah ada sesuatu yang bisa aku bantu, Tuan Carter?" tanya Whistle langsung ke intinya; dia sedang malas berbasa-basi.
Benjamin menjawab, "Aku hanya ingin menyapa lelaki yang dengan mengejutkannya, datang bersama nona Anastasia ... dan aku dengar kau adalah suaminya?"
Whistle tidak langsung menjawab; ia memperhatikan wajah Ben beberapa saat dan mengingat jika di pernikahannya dengan Anastasia, Ben tidak hadir yang berarti dia pasti tidak tahu kalau Anastasia sudah punya seorang suami.
Whistle pun tersenyum, kepercayaan dirinya naik sehingga ia dengan berani mengulurkan tangan lebih dulu; mengajak bersalaman. "Iya, aku adalah suami Anastasia; Whistle."
"Whistle?"
"Iya, itu namaku. Terdengar aneh?"
"Ahaha, itu hanya sedikit unik tapi tidak aneh, Tuan." Whistle menatap Ben dengan sorot dingin, bersamaan dengan tangannya yang tak kunjung dibalas oleh lawan bicara yang kini malah mengalihkan perhatiannya dari Whistle. "Letakkan kopinya di sini, Megan."
Entah Ben sengaja atau tidak mengabaikan tangan Whistle, yang jelas perasaan terabaikan itu selalu menjadi sesuatu yang mengganggu. Untung saja Whistle masih bisa menahan diri dan menarik kembali tangannya itu, lalu bersikap tenang seperti semula ketika Ben duduk di sofa yang sama dengannya dengan dua cangkir kopi yang ia bawa.
"Silakan nikmati kopinya, Tuan Whistle," ujar Ben, mempersilakan Whistle untuk mencicipi kopi yang disajikan.
Whistle hanya memandangi cangkir kopi itu, dia tidak berpikir untuk meminum kopi yang diberikan padanya. Tapi tiba-tiba saja, Ben bersuara lagi.
"Ada apa, Tuan? Apa Anda tidak minum suka kopi?"
Whistle segera menjawab, "Tidak, aku su—"
"Jika Tuan mau, aku bisa memberikan kopi yang lain. Jangan cemas, dapur kami menyediakan biji kopi dengan kualitas terbaik yang diolah oleh ahlinya. Biji kopi yang kami miliki juga hasil impor terbaik dari Hondury. Kau tahu, Tuan ... beberapa kopi berkualitas dan mahal berasal dari sana seperti Fincle ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
WHISTLE : Park Seonghwa
RomanceAnastasia Blaire tidak pernah menganggap kehadiran seseorang seperti hal yang sangat berharga dalam hidupnya, mereka semua seperti mobil yang hanya berlalu-lalang di hadapannya dan pergi tanpa kembali lagi. Tapi itu seakan tak lagi berlaku ketika ia...