MILIK KITA

9 0 0
                                    

"BARAAAA!!!!!" teriak Maurin dari dapur. Bara masih sibuk dengan permainan bola pada playstationnya. Telinganya selalu tuli saat dia serius mengarahkan pemain-pemain bolanya agar bisa mencetak goal. Maurin menunggu kedatangan Bara selama beberapa detik. Rasa tak sabar membuatnya berlari menuju ruang televisi, tempat Bara asyik bermain. Dan Bara masih disana, masih asyik dengan gamesnya.

"BARA!" teriaknya lagi

"Hah" jawab Bara seadanya. Maurin bertambah kesal. Langsung saja dia mencabut kabel televisi dengan ganasnya.

"Ahh!! Kok dimatiin sih!"

"Kenapa dapurnya kotor banget? Ada tumpahan kopi, bungkus mi instan berantakan! Kamu itu jorok banget, nggak pernah nggak! Itu handuk juga bukannya dijemur malah diberantakin di kamar, lembab tau! Kaos kaki yang udah nggak dipakek kenapa nggak ditaruh di mesin cuci? Aku udah selesai nyuci baju! Masa harus nyuci lagi! Bukannya bantuin aku beres-beres rumah, Kamu malah asyik main game! nyapu kek!" omel Maurin panjang lebar, dan Bara hanya bisa menganga lebar.

"Nyantai donk! Nanti pasti aku beresin, biasa aja deh nggak usah ngomel-ngomel, kayak ibu-ibu aja kamu" balas Bara sambil berdiri dan berjalan menuju dapur.

"Biarin aku ngomel-ngomel biarin aku kayak ibu-ibu! Tapi kalo aku nggak kayak gini, kamu pasti masih asyik main game!" Maurin mengikuti Bara ke dapur.

"Kamu kan gitu, kalo nggak diingetin semua yang kamu berantakin nggak bakal kamu beresin, dua hari didiemin dua hari juga nggak akan kamu beresin, kamu emang jorok! Orang paling jorok sejagad raya!" Maurin masih mengomel sambil berkacak pinggang di depan pintu dapur. Dia mirip mandor yang sedang memarahi pekerjanya. Bara diam saja sambil membereskan sampah-sampah yang dia lupakan tadi.

"Sekarang aja kamu sok-sok beresin! Besok, besok, dan besoknya lagi pasti berantakan lagi, inget kek sekali-sekali, jangan minta diingetin melulu!"

"IH!" Bara membuang kembali semua sampah yang sudah dia bereskan, kesal dan sebal mendengar omelan Maurin. Hal ini membuat dapur terlihat lebih kotor dari sebelumnya.

"Kenapa sih ngomelnya gak berenti-berenti! Aku baru tau kamu cerewet banget!"

"Iya aku cerewet! Nggak suka? Siapa yang nggak cerewet kalo harus ngerjain semuanya sendiri, masak, nyuci baju, nyetrika, nyapu, ngepel! Kamu itu nyari istri apa nyari pembantu sih! Kalo kayak gini mending kamu cari pembantu aja!!" dan Maurin tidak berhenti mengomel.

"Kamu tau aku belum punya cukup duit untuk bayar pembantu!"

"Dan aku bukan pembantu!"

"Kamu emang bukan pembantu tapi kamu ibu-ibu cerewet!" Bara langsung beranjak dari dapur, masuk ke ruang kerja dan membanting pintunya dengan keras.

"BARAAA!!!!"

Bara berbaring di lantai ruang kerjanya, shock melihat Maurin yang mengomel sampai sebegitunya tadi. Biasanya Maurin itu manis, entah apa yang membuat perempuan itu semenyeramkan ibu-ibu kost yang galak. Suasana hening, Bara tidak lagi mendengar omelan Maurin. Dua jam berlalu, dan langit sudah mulai gelap saat Bara keluar dari ruang kerja. Rumahnya sudah kembali rapi, namun sangat sepi. Tidak ada tanda-tanda Maurin disana. Dia berjalan ke dapur, kosong tanpa Maurin dan sudah rapi, dia menaikkan kedua bahunya, berusaha tidak peduli dengan apa yang dilakukan Maurin selama dia mengunci diri di ruang kerja, itu memang sudah tugas istri, Pikirnya dalam hati. Dia pun keluar dari dapur dengan santainya, seolah tidak terjadi apa-apa hari ini. Namun ada yang menggangu matanya saat menuju ke ruang televisi, ada sesuatu yang tergeletak di sofa. Sebuah bantal, guling dan selimut.

Aku dan DiaWhere stories live. Discover now