MANDI SENYUM

3 0 0
                                    

Bara membuka matanya perlahan, matahari memang masih belum muncul, tetapi dia harus bangun untuk bersiap ke kantor. Maurin sudah tidak ada di sampingnya, Bara menebak istri cantiknya itu pasti sedang sibuk di dapur. Setelah menarik-narik badannya sejenak, Bara langsung melakukan kegiatan hariannya, mengganggu Maurin. Dia berjalan mengendap-ngendap menuju ke dapur tetapi dapur kosong melompong, tidak ada Maurin disana bahkan tidak ada tanda-tanda Maurin habis memasak. Tidak ada penggorengan diatas kompor, tidak ada barang-barang di tempat cuci. Alis Bara mengkerut, Maurin kemana? Batinnya. Dia menelisik seluruh rumahnya lagi, mengintip ruang kerja, kamar mandi luar, berlari ke kamar mandi di dalam kamar, namun Maurin tidak disana juga. Dia langsung mengambil ponsel, memakai jaket dan tergesa keluar rumah. Maurin tidak disana juga. Wajah Bara berubah panik, dia langsung mencari nomor telepon Maurin, memencet tombol hijau di ponselnya itu. tidak ada jawaban juga.

"Ahh iyaa, pasti dia nggak bawa hape!" Bara bergegas mencari Maurin lagi, tidak peduli bertelanjang kaki dan bercelana pendek dia berlari-lari kecil mengitari perumahan itu dipagi buta. Bara menoleh ke kiri dan ke kanan. Kemudian langkah Bara terhenti ketika melihat sosok wanita tercintanya. Maurin sedang berjalan kearahnya.

"Rin, kamu kemana aja?" Tanya Bara dengan nafas terengah kepada Maurin.

"Jalan-jalan"

"Kok nggak bangunin aku sih??" Bara memutar badan Maurin dengan kedua tangannya, mereka sekarang berhadapan.

"Nggak apa-apa, lagi pengen sendirian aja kok, yuk pulang" Ajak Maurin yang sepertinya ingin segera ke rumah, namun Bara masih memegang pundaknya. Pria itu merasa ada yang aneh dengan istrinya itu. Maurin tampak tak bersemangat.

"Itu mukanya kenapa?" Tanya Bara sambil mengangkat dagu Maurin. Tampak mata yang tak bersemangat disana "Cerita sama aku ya Sayang kalau kamu ada masalah" Bara lalu mengecup tangan Maurin.

"Aku nggak apa-apa, yuk pulang.." Maurin menggandeng tangan Bara, senyum muncul di bibirnya walaupun terlihat kaku.

Lima menit lagi waktu akan menunjukkan pukul setengah dua belas siang. Pekerjaan Bara hampir selesai, dia menata buku-buku yang berantakan di mejanya. Setelah itu Bara mengambil ponselnya, menghitung mundur sampai jam setengah dua belas pas. Dia menunggu telepon Maurin untuk mengingatkannya makan siang. Hari itu rencananya dia akan berbohong, kalau pekerjaannya masih banyak dan tidak mungkin makan siang tepat waktu. Dengan begitu Maurin pasti akan mengomel. Bara sangat suka menggoda Maurin, mendengar omelan Maurin dengan nada tinggi dan cepat di telepon membuatnya tertawa cekikikan, walaupun terkadang dia harus membayar pembuatannya dengan ngambeknya sang istri tercinta. Setengah dua belas tepat, ponselnya masih belum berbunyi, Bara pikir Maurin sedang sibuk. Setengah jam berlalu dan Maurin belum menelponnya juga.

"Bar, yuk makan" ajak Imran, teman kantor yang duduk di sebelahnya. Bara hanya mengangguk namun matanya tak lepas dari ponsel yang dipegangnya daritadi. Belum ada tanda-tanda telepon dari Maurin.

"Mantengin hape mulu lo, ayolah! Nanti foodcourtnya rame nih! Nunggu telepon dari siapa sih? Maurin?" tebak Imran yang tahu kebiasaan siang Bara. Menerima telepon di jam makan siang sambil cekikikan ataupun ketakutan.

"Iya, tumben absen nelpon nih istri gue, biasanya udah nelpon.. kenapa ya? Telepon gue rusak kali ya" Bara mengetuk-ngetukkan ponselnya ke meja kerja.

"Sibuk kali"

"Im, sesibuk-sibuknya istri gue, dia pasti nelpon gue untuk ngingetin makan siang at least jam dua belas teng dia pasti nelpon" Bara tak juga beranjak dari tempat duduknya, masih menunggu telepon Maurin. Rencana menggoda istrinya gagal hari ini.

Aku dan DiaWhere stories live. Discover now