6. Aktivitas Bersama

5 0 0
                                    

*Flashback chat di ponsel Briven*
Tante Vella (Mama Jia) : Briv, kamu sibuk gak?

Briven : Gak Tan, ada apa?

Tante Vella (Mama Jia) : Kamu ibadah bareng Jia ya, soalnya Jia gak ada kendaraan.

Briven : Maaf Tan, tapi saya bisa pesankan ojek online. Lagi pula saya juga mau ibadah di gereja saya yang biasanya.

Tante Vella (Mama Jia) : Iya, Tante tau. Kali ini aja ya bantu tante, maaf Tante ngerepotin kamu.

Briven : Gpp tan.

*Flashback end*

Ibadah dimulai, sampai akhirnya ibadah selesai. Jia sedikit tidak nyaman karena orang-orang di gereja kini melihat ke arah Jia dan pria di sampingnya yakni Briven. Sampai akhirnya ibadah selesai dan Eunice sahabat dekat Jia menghampiri Jia.

"Itu anak teman mama lu yang tinggal bareng sama lu sekarang?" Tanya Eunice dengan senyuman canda.

"Iya, orangnya kek manekin hidup" jawab Jia.

"Gapapa, Tapi muka nya sama badannya cakep banget tuh. Namanya siapa?" ucap Eunice.

"Briven, emang dia ganteng, tapi sikapnya kek bapak-bapak"

"Emang umurnya berapa?" Tanya Eunice.

"22 tahun, dia anak kuliahan"

"Ohh, pantesan. Tapi badannya kekar banget kayak om-om" ucap Eunice dengan tawa.

"Mana gue tau, gue aja kaget waktu pertama kali lihat" ucap Jia dengan tawa yang meledek.

Tiba-tiba saja ditengah asik mengobrol, Briven menghampiri Jia.

"Masih lama ngobrolnya? Soalnya saya mau pulang" ucap Briven.

"Oh, nggak kok kak" ucap Jia refleks.

"Gue duluan ya, Eunice" ucap Jia kepada Eunice sambil pergi mengikuti Briven.

*Di mobil dalam perjalanan*

"Saya mau ke toko buku dulu, kamu mau saya antar ke rumah dulu atau ikut?" Tanya Briven tiba-tiba.

"Ikut aja kak, gapapa" ucap Jia gugup.

Akhirnya sampai lah di sebuah mall besar. Jia hanya mengikuti langkah Briven dari belakang hingga sampai di sebuah toko buku yang sangat besar dan mewah. Terlihat beberapa karyawan yang melihat Briven segera membungkuk menunjukkan rasa hormat.

Jia terkejut karena baru kali ini ia melihat orang-orang membungkuk pada Briven. Rasa penasaran Jia menggebu-gebu untuk mengetahui semua tentang Briven sebenarnya.

"Tolong panggilkan Pak Calvin kemari" ucap Briven kepada salah satu karyawan.

"Baik pak" jawab karyawan itu patuh.

Tak lama kemudian muncullah pria yang disebut Pak Calvin itu.

"Eh, Briven. Apa kabar nak? Lancar kuliahnya?"

"Puji Tuhan lancar pak. Bapak sendiri bagaimana? Lancar kan semuanya?" Tanya Briven balik.

"Iya, lancar kok. Sebenarnya semenjak kepergian Bu Felicia saya agak kesusahan mengatur impor dan ekspor buku-buku nak" ucap pak Calvin.

Tiba-tiba Briven menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar.

"Saya juga masih kesulitan mengikhlaskan kepergian mama saya pak" ucap Briven kemudian mengalihkan pandangannya ke sekeliling sudut ruangan.

"Oh iya, adek cantik ini siapa kamu Briven?" Tanya pak Calvin mengalihkan pembicaraan.

"Oh, saudara jauh pak" ucap Briven.

"Perkenalkan pak, saya Jia" sambung Jia.

"Ohh namanya Jia toh. Tinggal dimana? Akrab kan sama Briven?" Ucap pak Calvin.

"I..iya pak" jawab Jia kaku.

"Oh iya pak, tolong carikan buku olimpiade terbaik buat anak kelas 12 ya" ucap Briven tiba-tiba kepada pak Calvin.

Jia terkejut mendengar ucapan Briven dan matanya pun melotot.

"Gak...gak usah kak, saya punya buku kok di rumah" ucap Jia namun Briven tak membalas.

*Perjalanan pulang ke rumah*

Sepulang dari toko buku yang sangat besar itu, Jia memberanikan diri untuk bertanya kepada Briven.

"Kak, memangnya Tante Felicia kemana?" Tanya Jia penasaran.

Briven langsung menghentikan mobilnya tiba-tiba di pinggir jalan. Kini Briven menatap ke arah Jia sejenak lalu menundukkan kepalanya.

"Mama saya udah meninggal, kenapa kamu nanya? Mama kamu gak kasih tahu kamu?" Tanya Briven sambil menatap Jia.

"Gak kak, mama aku belum kasih tau. Kapan kak? Karena apa meninggalnya?" Ucap Jia terkejut.

"4 tahun lalu pas saya kelas 12, penyebabnya... stroke" ucap Briven.

"Kok...kok bisa kak?" Tanya Jia terkejut.

"Cukup, gak usah nanya lagi" ucap Briven lalu menyalakan mobilnya dan kembali menyetir.

*Sesampainya di rumah*

Jia masuk ke rumah mewah Briven membawa beberapa buku tebal yang sangat berat. Jia duduk di sofa dan meletakkan buku-buku itu di atas meja sambil menghela nafas.

"Kamu baca dulu bukunya, cari bab yang sekarang kamu pelajari lalu saya bakal bantu kamu mempelajarinya" ucap Briven tiba-tiba.

"Maaf kak, kenapa kakak nyuruh saya pelajarin buku ini?" Tanya Jia penasaran.

"Kamu tinggal di sini buat apa kalau bukan buat belajar?" Tanya Briven balik.

Jia yang mendengar ucapan itu kikuk dan terdiam. Jia langsung bergegas membuka buku-buku itu dan mulai membaca. Setelah beberapa menit, Briven menarik sebuah papan tulis dari pojok lemari.
Kemudian Briven menghampiri Jia dan merebut buku yang dipegang Jia.

"Kamu pelajarin bab ini?" Tanya Briven.

"Iya kak"

Dengan cepat Briven segera menuliskan penjelasan bab itu di papan tulis. Setelah itu dia menjelaskannya kepada Jia dengan teliti dan sangat mudah dipahami. Jia hanya melongo melihat pria berusia 22 tahun di depannya masih ingat dengan pelajaran SMA.

"Paham?" Akhiri Briven dengan tanya.

"Paham kak, makasih kak" ucap Jia kemudian mengerjakan beberapa soal yang dibuat Briven di papan tulis.

Setelah Jia selesai mengerjakan soal itu, Briven mengeceknya dan menilai.

"Ini kenapa hasilnya 17?" Tanya Briven.

"Salah kak?" Tanya Jia khawatir.

"Sudah jelas salah! Harusnya 14 kenapa 17? Kamu paham gak sih yang saya jelaskan?!" Ucap Briven dengan penekanan di nada bicaranya.

"Maaf kak" ucap Jia sambil menunduk.

"Saya mau kamu kerjakan ulang semua soal ini" ucap Briven.

"Hah? Tapi kakak belum cek soal yang lain, kenapa aku harus kerjakan ulang semuanya?" Tanya Jia tidak terima.

Briven menatap Jia dengan mata tajam seolah ingin melenyapkan Jia dari hadapannya.

"I..iya kak saya kerjakan ulang deh" ucap Jia malas.

***

Briven || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang