Kotak Pandora Part 7

1.6K 7 0
                                    

"Hoeee... Hoeee... Hoeee...."

"Apasih, Mil? Ini masih jam dua pagi dan kamu udah berisik aja," Raga berdiri malas di pintu kamar mandi sambil mengusak rambut bangun tidurnya yang acak-acakan.

"Maaf, Ga. Aku mual banget."

"Tiap malam kamu muntah-muntah dan ganggu tidurku. Kamu nggak lagi hamil, kan?"

"Aku...." Mila tidak yakin tentang hal ini tapi sepertinya dia memang tidak sedang hamil. "Aku cuma masuk angin mungkin."

"Bener ya kamu nggak lagi hamil. Awas aja kalau kamu hamil lagi. Aku bakal perlakukan kamu lebih buruk dari waktu kehamilan pertamamu."

Mila bergidik ngeri. Ia masih ingat betul bagaimana perlakuan kasar Raga saat dirinya sedang berbadan dua. Terutama perlakuan kasarnya saat di ranjang. Ia selalu menerjangnya habis-habisan dengan penuh amarah tanpa Mila tau alasan marahnya karena apa. Mila selalu berpikir jika Raga memiliki kelainan seksual, seperti maiesiophilia misalnya. Tapi entahlah, yang jelas Mila tidak mau hamil. Tidak boleh hamil lagi. Titik!

"Kamu beneran nggak hamil, kan?" tatapan Raga kian tajam menghujam.

"Ng-nggak, kok."

"Awas aja kalau kamu hamil lagi. Aku mau tidur, jangan berisik!"

* * *

"Rasti, kamu mau kemana? Sarapan dulu!"

"Aku mau berangkat sekolah."

"Ini masih terlalu pagi, Ras."

"Aku ada janji sama teman, Mah. Udah, ya! Bye, Mah, Pah!"

"Sama siapa? Rasti! Hei! Tunggu!" Mila merengut, Rasti langsung pergi tanpa mendengarkan pertanyaannya.

"Udah sih, biarin aja!"

"Akhir-akhir ini dia sering berangkat pagi-pagi ke sekolah, Ga. Aku khawatir Rasti melakukan hal yang tidak-tidak."

"Maksudmu hal yang sama yang pernah kamu lakukan saat seumuran dia."

"Raga!"

"Mil, aku tau kamu selalu dikejar-kejar karma buruk yang pernah kamu lakukan di masa lalu. Tapi kamu nggak perlu se-paranoid itu."

Mila menatap Raga dengan wajah tertekan. Dadanya bergemuruh. Selama delapan belas tahun berumahtangga dengan Raga, tak pernah sekalipun lelaki itu berusaha membahagiakan dirinya. Raga memang tidak pernah melakukan kekerasan fisik namun setiap kata yang keluar dari bibirnya seperti belati yang menghunus jantungnya.

"Aku udah nggak tahan diperlakukan seperti ini terus sama kamu, Ga!"

"Terus kamu maunya aku perlakukan bagaimana, hah?" ucap Raga santai sambil terus menikmati nasi gorengnya.

"Kalau kamu nggak bisa menghargai aku lebih baik kita cerai saja! AKH! Aow!" Mila memegangi perutnya yang tiba-tiba menegang. "Aaakhh... Ugh!"

"Kenapa kamu?"

"Perutku kram, Ga! Sakit banget. Aakkhh... Bantu aku duduk di kursi itu, Ga," pinta Mila yang memang berdiri sekitar dua meter dari meja makan setelah mengejar Rasti tadi.

"Makanya, yang hormat sama suami. Jangan suka ngomong macam-macam sama suami. Kualat kan jadinya. Urus diri kamu sendiri, pengen banget kan kamu jadi janda." Raga meletakkan sendok dan garpunya di atas piring yang isinya masih ada setengah lalu pergi meninggalkan Mila begitu saja.

"Aakkhh! Raga! Tolong aku, Ga! Raga! AKH!"

Mila berjalan perlahan mendekati kursi sambil mencengkeram perutnya yang kian ngilu dan tegang. Selama delapan belas tahun pernikahan baru kali ini Mila berani mengucapkan kata cerai. Secara perekonomian, Mila sudah mampu menopang biaya hidupnya dan Rasti. Secara mental, Mila bakal semakin sakit jiwa jika terus disakiti batinnya. Berpisah adalah keputusan terbaik.

Kotak PandoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang