•••
Laju motor Ashyana menembus kelamnya malam. Jalanan yang sepi membuatnya bebas mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Namun, dirinya terpaksa mengurangi kecepatan motornya saat dilihatnya ada seorang pedagang yang diganggu sekelompok preman."Cih mereka lagi. Beraninya kok sama yang lemah," kata Ashyana menghentikan motornya.
"Woi kalian!" teriak Ashyana membuat para preman itu menoleh.
"Anggota Wolf-Rayet?" tanya salah satu preman saat melihat jaket yang dipakai Ashyana.
Ketua Wolf-Rayet, batin Ashyana.
"Mau ngapain nona manis? Mau jadi pahlawan buat kakek ini?"
"Berhenti gangguin kakek itu."
"Elo siapa nyuruh-nyuruh kita?"
"Cih, para bedebah."
Tanpa banyak bicara Ashyana langsung menyerang pada preman itu. Perkelahian tak terelakkan lagi diantara mereka. Satu orang melawan tujuh orang.
Pada saat itu ada motor lain yang melaju di situ. Sang kakek penjual menghentikan pengendara motor untuk membantu Ashyana. Setelah dibantu akhirnya para preman tersebut bisa dikalahkan.
"Pergi lo semua dan jangan ganggu kakek ini lagi," kata Ashyana.
"Terima kasih nak karena kalian telah membantu kakek," ucap si kakek.
"Sama-sama kek. Lagian udah malam gini kok masih jualan?" tanya Irsyad, pengendara motor yang membantu Ashyana tadi.
"Kalau siang kakek harus jadi buruh bangunan nak jadi bisa jualannya malam biar bisa nyekolahin cucu kakek."
Ashyana melihat kakek tersebut dengan penuh rasa iba. Dia teringat kembali pada seorang kakek yang dulu menolong dirinya dan April.
"Kek, saya beli semua jualannya ya," kata Ashyana.
Irsyad terkejut mendengarnya. Begitu ia melihat tatapan Ashyana dirinya menjadi tersihir. Seperti seseorang yang sudah lama ingin dijumpainya. Orang yang sangat dirindukannya. Mata dibalik helm yang tak dilepas oleh Ashyana sedari tadi itu persis seperti mata gadisnya.
"Beneran nak?" tanya kakek penuh pengharapan.
"Beneran kek. Sekalian mau saya bagikan ke teman-teman saya," jawab Ashyana tersenyum manis dibalik helmnya.
"Baiklah kalau begitu, tunggu sebentar ya saya bungkusin dulu." Dengan penuh semangat si kakek membungkus semua gado-gadonya.
"Kenapa liatin gue kayak gitu?" tanya Ashyana saat melihat Irsyad yang terus memandangnya.
"Hm a-apa kita saling mengenal?" tanya Irsyad.
"Gak tau."
"Mata lo kayak gak asing buat gue," kata Irsyad.
"Tiap orang baru yang gue temui selalu bilang kayak gitu," jawab Ashyana dengan nada enggan berbincang dengan Irsyad.
Irsyad terus menatap Ashyana membuat gadis itu merasa tak nyaman. Dia memelototi Irsyad, tetapi Irsyad tak gentar. Seolah ada yang menyihirnya sehingga tak mengalihkan pandangan dari Ashyana, ingin terus menatap lebih lama mata gadis itu, ingin memastikan apakah dia benar gadisnya.
"Ini neng," kata si kakek membuat Ashyana sangat bersyukur.
"Terima kasih banyak kek, ini uangnya kalau kelebihan ambil aja, anggap aja rezeki kakek. Kalau gitu saya pamit dulu," kata Ashyana langsung naik ke motornya tanpa memedulikan Irsyad yang masih terus menatapnya.
"Nak, kok natapnya gitu amat?"
"Dia..."
"Dia itu neng Shya, udah sering nolongin saya. Saya gak mungkin bisa lupa sama dia, ketua geng motor Wolf-Rayet," ujar sang kakek,"saya tau kamu mengenalnya dan tahu sesuatu tentang masa lalunya," lanjut kakek tersebut sebelum membawa gerobaknya meninggalkan Irsyad yang terpaku sendiri dengan pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Candramawa
PoetryHidupnya bagaikan abu-abu. Tanpa warna, tanpa kehidupan bahagia. Senyum palsu ditunjukkan untuk menutupi luka dalam dirinya. Bertemu kembali dengan pembawa luka membuatnya harus menutupi kebenaran tentang dirinya. "Andai waktu itu kau memercayaiku...