Bab 3

15 3 0
                                    


Litha menatap bingkisan dihadapannya sambil melipat tangannya didepan dada. Tanpa memeriksa dan membuka pun ia tau siapa yang mengirimkan barang mahal ini ke tempatnya. Segera setelah ia menatap kesal beda itu, ia meraih ponselnya dan menelpon sang pengirim.

"Maksudnya apa ya lo beliin gue hape mahal gini? Sinting kah?"

Pria diseberang sana tertawa kencang. "Gapapa, biar couplean hapenya sama gue ci."

"Gue gak tau lo se alay itu, Rot," sindir Litha langsung sambil menatap lekat-lekat ponsel barunya dari Jarot.

"Loh kok baru tau sih?" Dapat didengar suara tawa nyaring Jarot disana. "Supaya gue lebih enak ngehubungin lo nya ci."

Litha terdiam memikirkan ucapan Jarot. Salah fokus karena suara Jarot yang terdengar berisik diseberang telepon, gadis itu memilih diam sebelum berucap, "Gue punya uang sendiri, entar juga gue beli."

"Kapan?" Suara Jarot terdengar gusar. Dapat didengar pria itu sempat mengumpat sebelum berjalan mencari tempat sepi. "Sampe tuh hape mati total dulu baru lo ganti?"

"Gue juga emang mau ganti kok, emang nyokap aja belom transfer jadinya gue tahan-tahan."

"Iya-iya, hapenya gimana? Suka?"

Litha tersenyum lebar ditempatnya. Kepalanya spontan mengangguk seakan pria itu dapat melihat anggukannya.

"Suka banget, makasih Jarot," ucap Litha senang. "Hari ini lo langsung kumpul sama temen lo ya? Gak makan dulu, kah?"

"Gausah, ci. Gue langsung main aja. Inget, kalo ada apa-apa hubungin gue langsung ya."

"Oke," jawab Litha setengah mendengar.

"Apasih, kok lo kalem banget hari ini. Biasanya lo gak demen banget gue suruh-suruh."

Gadis itu terbahak mendengarnya. "Gue lagi mikir mau ganti uang lo make apa, sialan. Apa gue balik aja ya Rot ke rumah ortu minta duit?"

"Terserah. Masalah uang santai aja, terus kalo mau kesana nanti kabarin gue. Biar gue anter, penasaran dikit sama rumah lo kayak gimana."

Litha terdiam mendengarnya. Ia mengulum bibirnya memikirkan sesuatu saat Jarot pamit untuk menutup teleponnya. Ia bersandar ke tembok sebelum memainkan ponselnya mencari kontak nomor seseorang. Ibu jarinya hampir bergerak menekan tombol telepon sebelum ia menghela napas dan melempar ponselnya ke tembok begitu saja.

"Gak akan gue kesana," gumamnya penuh tekad.

■■■

Gadis itu memegang ponsel pemberian Jarot dengan wajah bingung. Tangannya sedari tadi sudah tak terhitung memanggil nomor Jarot yang tak kunjung diangkat oleh si empunya.

Ia menidurkan kepalanya sambil menatap langit-langit. Tak memedulikan suara drama korea yang disetelnya sedari tadi, pikirannya fokus memikirkan Jarot. Pria itu tiap akhir minggu akan selalu bermain dengan teman tongkrongannya. Ia biasanya main, namun tetap memberi kabar dan hari minggu biasanya dia sudah muncul didepan pintunya lalu mereka akan menghabiskan waktu untuk menonton film atau bermain game.

Tapi sudah minggu malam, dan pria itu tak ada kabar sama sekali. Litha sedikit heran, namun ia berusaha tak memedulikannya, hingga suara ketokan di pintu membuatnya semangat dan berlari membuka pintu.

"Lah, Bang Ivan?"

"Cie, kecewa ya bukan Jarot yang dateng?"

My Universe Where stories live. Discover now