Bagaimana mereka menyusup?
.
.
.
Wistara hampir hilang akal sebab kini Frisa rewel sedang suaminya yang berjanji pulang tak kunjung pulang juga. Koyo menempel di dua sisi dahinya saking pening dirinya, ia hanya menggendong Frista seraya mencoba menenangkan Frisa, yang setelah diperiksa rupanya mengalami demam tinggi.
Rumah susun ini tidak kedap suara, para tetangga tentu terganggu dengan tangisan Frisa yang semakin mengeras seiring waktu, terus menyebut kata ayah berkali - kali, mungkin rindu sang ayah. Hingga akhirnya kini Syandana langsung masuk ke dalam unit dan mengambil alih Frisa yang sejak tadi memanggil dirinya, Wistara langsung terduduk di pinggir ranjang seraya menghela napas lega sebab akhirnya Frisa tenang dan tertidur dalam gendongan Syandana.
"Kamu frustasi banget, ya?" Syandana bertanya seraya terkekeh, membuat Wistara berdecak kesal seraya melepas koyo di dua sisi dahinya.
"Pasti, udah dari dua jam lalu, tenang nanti nangis lagi, tenang nanti nangis lagi," Wistara mendengus di tengah ucapannya, lantas memijat pelan dahinya, "padahal biasanya ga serewel ini, cuma dia tadi kaya ketakutan gitu, aku gatau dia lihat apa, tapi yang dipanggil mas terus."
Syandana tak menjawab sejenak, ia memindahkan Frisa yang sudah tenang di ranjang dengan perlahan. Ia duduk di sebelah Wistara, melepas baret serta seragam miliknya, menyisakan kaus berwarna hitam dan celana seragam miliknya.
"Mungkin dia melihat sesuatu yang ga kita lihat, karena kamu tadi posisinya membelakangi jendela, jadi kamu ga lihat apa yang dia lihat, atau hanya efek demam semata, jadi dia mengigau," setidaknya Wistara agak lega mendengar penuturan Syandana, walau di awal ucapan cukup membuat Wistara khawatir.
"Udah, tidur, yuk?" Wistara menggelengkan kepala, mendekatkan dirinya pada Syandana dan menyandarkan kepalanya ke bahu lebar Syandana.
"Mana bisa tidur? Aku aja ini tadi kebangun, walau udah larut, tapi bingung mau tidur lagi." Ujung netra Wistara melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan sekarang pukul setengah dua belas malam.
Seraya mengusap surai Wistara, Syandana bertanya dengan lembut, "terus sekarang mau ngapain? Udah malam juga."
Wistara terdiam sejenak seraya memainkan tangan Syandana yang menganggur, "aku juga bingung, apa mending cerita aja, ya?"
"Cerita? Menarik," Syandana kini beralih memainkan surai Wistara, berhenti sejenak memikirkan apa yang akan ia ceritakan pada Wistara, "hari hari ini cuma tentang penyusupan, ga mungkin aku cerita tentang dunia fantasi."
Hening menyelimuti mereka berdua, tak ada jawaban dari Wistara padahal Syandana sedang mengajak Wistara bicara. Syandana sedikit merunduk untuk melihat wajah Wistara, rupanya Wistara tertidur di bahunya sementara ia masih memainkan surainya dengan lembut.
Syandana perlahan memindahkan Wistara ke sebelah Frisa, agar Wistara lebih leluasa untuk tidur, sebab Syandana paham bila Wistara lelah hari ini. Ia begitu hafal dengan rangkaian kegiatan Wistara sekalipun itu hari libur, karena biasanya Wistara akan bercerita perihal kegiatannya saat Syandana pulang ke rumah.
Setelahnya, tak lupa Syandana mengecup kening Wistara sebagai apresiasi setelah melewati hari yang melelahkan, tak lupa juga ia mengecup pipi Frisa yang sedikit terusik, mungkin merasa geli dengan kumis tipis yang tumbuh akhir - akhir ini. Ia tak langsung tidur, lebih dulu beralih ke kamar mandi untuk mencuci wajah, tapi ia mengurungkan niatnya kala mendengar pintu unitnya diketuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengakuan | Sanwoo/Woosan [END]
Random"Tutup mulutmu, atau keluargamu tidak hidup." Kehancuran, siapa yang akan memberi pengakuan atas dalang dari segalanya? ! note and cw : san as dom, bxb-mpreg, lokal au dengan nama lokal, distopia vibes. ! tw : blood, fear, terorisme, baku tembak.