O1

1.8K 137 11
                                    

"Yah! Ayah! Seragamnya belum di siapin!"

"Ayah! Nanti MOS, ini di grub katanya di suruh bawa tongkat yang kayak punyanya Nabi Musa."

"Ayaaah!!"

Keributan terdengar dari lantai atas, pemilik nama Haechan itu grasak-grusuk di dalam kamarnya. Tuan Lee yang berada di bawah tetap mencoba bersantai ria sembari menyeduh teh hangatnya.

"Ayah!"

Haechan sudah berada di anak tangga terakhir menenteng tas dan dasi yang tak terpasang benar. Kaos kakinya yang satu berwarna hitam putih, satunya lagi berwarna hitam.

"Berisik, makanya dari semalem itu di siapin. Kakak dulu apa-apa di siapin sendiri nggak nyuruh Ayah."

"Yeee, bilang aja Kak Mark iri. Lagian orang-orang kemana sih?"

Orang-orang yang dimaksud Haechan adalah para maid yang bekerja di mansion megah milik Tuan Lee. Biasanya semua hal sudah di siapkan oleh mereka jadi Haechan santai-santai saja, tapi saat ini suasana mansion benar-benar sepi. Hanya ada dua maid yang sejak tadi berlalu lalang.

Tuan Lee menarik senyum di wajah tampannya yang tak pernah luntur sejak dulu. Ia meletakkan cangkirnya di atas meja dengan lemah lembut.

"Mulai sekarang hanya ada tiga orang yang ada di mansion. Mereka hanya akan membantu bersih-bersih saja, untuk urusan pribadi … Haechan bisa urus sendiri, kan? Sekarangkan sudah besar, sudah kelas satu SMA lagi."

Haechan ternganga tak percaya. "T,Tapi? K,kan–"

"Ssst, segera bersiap. Sopir di depan sudah menunggu untuk mengantar, atau mau berangkat sendiri naik angkutan umum?"

—o0o—

MOS hari pertama baru saja terlaksana, para anak baru itu baru saja mendapatkan istirahatnya. Tapi dari sekian banyaknya orang, hanya Haechan yang duduk seorang diri seperti gelandangan di bawah pohon beringin dengan wajah yang bak pengemis.

"Jadi mulai hari ini gua harus nyiapin semua sendiri ya, jadi hari ini gua harus ngelakuin apa-apa sendiri ya, tapi gue dari dulu emang sendirian, Ayah sama Kak Mark sibuk kerja."

Segerombolan orang tak di kenal menghampiri Haechan, kemudian duduk di sisi kiri dan kanannya. Haechan tak terusik, membiarkan mereka melakukan apapun yang mereka mau.

"Nih, muka lo ngenes banget perasaan. Jangan-jangan lo kaget ya liat nih sekolah sebagus ini sampe lo ternganga mikir gimana orang tua lo bayarnya?" ucapnya, memberikan Haechan Coco Colang.

Haechan masih diam dengan mulut yang sedikit terbuka, wajahnya sedikit mendongak keatas. Ia mendengarnya kok, tapi Haechan sedang malas berbicara saja.

"Heh, lo budeg apa gimana?"

"Gua nggak bisa minum minuman yang ada sodanya."

"Setidaknya terima kek, masih baru juga. Kalo di kasih itu tinggal terima aja, urusan mau lo minum apa nggak itu belakangan. Nggak tau terimakasih banget."

Haechan melirik sosok di sebelahnya dengan wajah julidnya. "Gua juga nggak minta ngapain lo kasih, sokab banget lo jadi manusia. Emang kita kenal?"

"Belagu banget, siswa jalur beasiswa aja bangga."

"Ya emang ngapa. Sotoy beut jadi orang, bapak gua lu?"

"Bapak gua donatur sini, mau apa lu?"

"Jen, Jen udah Jen. Balik aja yuk, baru masuk Jen. Lain kali kita kasih paham."

Three BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang