CHAPTER 1 : Kamu tidak mengingatku ?

473 51 4
                                    

Ruangan yang cukup besar berbanding terbalik dengan cahaya yang menerangi ruangan itu hanya berasal dari salah satu bilik kerja. Suara keributan dari jari jemari yang berselancar di keyboard menyusun kata-kata di dalam layar persegi. Entah sudah berapa kali helaan nafas terdengar dari bilik itu.

" Kenapa selalu seperti ini sih? Padahal besok hari libur. Tapi kerjaan selalu datang di akhir minggu. Mereka memang senang menjaili pegawai baru." Umpat wanita yang tidak berhenti mengumpat pada orang-orang yang membuatnya harus bekerja melebih waktu kerjanya. Meskipun dia ada tambahan uang yang sedang menantinya karena harus pulang lebih telat dari orang-orang. Tapi dia bukan seorang workholic. Bekerja hanya salah satu cara untuk dirinya menggapai semua keinginannya dalam mengoleksi novel-novel romantis.

"Padahal malam ini sudah niat beresin beberapa novel. Sebalnya." Ucap wanita itu yang sesekali mengacak rambutnya. Sekarang rambutnya tidak lagi terikat rapih seperti saat dirinya tiba di kantornya. Rambutnya sudah seperti benang kusut.

"Sabar Frida sebentar lagi kamu bisa bertemu dengan duke-duke tampanmu itu." ucap Frida untuk menyemangati dirinya.

Setelah beberapa jam dirinya habiskan untuk menyelesaikan pekerjaan dari atasannya. Akhirnya kerjaanya itu selesai juga. Dia langsung membereskan barangnya, tak ingin lagi berlama-lama di kantornya gelapnya yang sudah seperti rumah hantu. Sejujurnya dia buka wanita pemberani. Tapi semua rasa takutnya menghilang saat mengingat ada novel yang sedang menunggu di rumahnya. Jadi semua rasa takut itu sirna begitu saja.

Setelah selesai memasukkan barang-barang pentingnya. Dia langsung berjalan menuju keluar kantor. Hanya ada beberapa satpam yang bertugas menjaga kantornya tetap aman. Tidak lupa dirinya memberikan senyuma tipis secukupnya.

Dia memang bukan sosok yang ramah dan mudah tersenyum pada orang disekitarnya. Semua itu hanya karena dia malas saja. Selain itu dia juga sosok yang mudah canggum jika berdekatan dengan orang yang tidak begitu dekat.

"Hati-hati di jalan bu. Sudah malam."

"ya pak." Jawab Frida secukupnya dan meninggalkan kantornya begitu saja. Dia ingin segera pulang dan menghabiskan malam sabtunya dengan membaca novelnya. Karena dia tidak perlu bangun pagi besok. Jadi dia bisa melakukan hobinya sesuka hati.

Sayangnya sebelum itu dia harus mencari kendaraan untuk pulang. Sambil mencari kendaraan umum dari aplikasi. Dia berjalan menuju halte terdekat. Tapi langkah kakinya terhenti saat mendengar suara bising di dekatnya.

Dari posisinya ke halte tempat dirinya memesan kendaraan untuk pulang memang terbilang sepi. Apalagi toko-toko sudah tutup. Hanya beberapa kendaraan yang lewat saja yang membuat suasana tidak terlalu hening.

Karena rasa penasarannya yang tinggi, Frida mendekat sumber suara. Sebuah tembakan membuat langkah kakinya terhenti. Saat itu di melihat beberapa orang tergeletak di tanah. Tapi bukan itu yang membuatnya terkejut saat melihat seorang pria berdiri dengan sebuah pistol ditangannya. Frida yang masih mencoba mencerna kejadian di depannya. Tidak sadar kedua mata mereka saling bertemu. Hal itu membuat Frida semakin melebarkan matanya dan tanpa pikir panjang langsung berlari menuju tempat gojeknya menjemput. Dia berlari sangat kencang dan beruntungnya ojek yang dipesannya sudah tiba. Tanpa bertanya pada bapak ojek, Frida langsung naik dan meninggalkan tempat tkp.

"Bodoh kamu frida. Kenapa kamu begitu penasaran? Bagaimana kalau pria itu mengejar karena menjadi saksi kejahatannya. Aduh aku harus pura-pura tidak tahu." Ucap frida dalam hati selama perjalanan. Dia tidak sadar sosok pria yang tadi lihat sama sekali tidak mengejarnya.

"Wanita yang unik, kamu harus mencari semua informasi wanita. Jika wanita itu membuka mulutnya tentang kejadian malam ini. Kamu harus membereskannya seperti biasa." Ucap pria yang sedang membersihkan kedua tangannya dari darah korbannya. Dia memilih meninggalkan tempat itu begitu saja dan berjalan menuju mobilnya. Karena sisanya adalah tugas bawahannya.

"Dia tidak berteriak dan malah lari seperti seekor kelinci yang melihat singa. Sangat lucu." Ucap pria itu sambil menjalankan mobilnya.

Satu minggu telah berlalu sejak kejadian itu. Frida sangat senang karena tidak ada kejadian aneh terjadi pada hidup damainya. Tidak ada orang yang tiba-tiba datang menyekapnya atau mengancam karena melihat kejadian penembakan di sebuah gang antara toko-toko besar malam itu. Sungguh malam yang menakutkan pikirnya.

"Hey, kenapa akhir-akhir ini kamu banyak diam saja.? Apakah ada masalah?" tanya seorang wanita yang berdiri samping Frida. Sekarang keduannya sedang berkunjung ke salah satu tempat pembelajaraan yang cukup elite di kota ini. "Tidak ada hanya saja..." ucapan Frida terhenti, saat dirinya melihat sesuatu yang menarik di matanya. Kedua matanya berbinar yang membuat wanita disamping wanita menatap aneh sahabatnya.

"Kamu lihat apa sampai mata mau loncat begitu?"tanya wanita berambut pendek sebahu. Sedangkan Frida hanya menunjuk objek yang membuatnya terdiam.

"Oh, sejak kapan kamu suka sama actor itu?" tanya wanita itu apda frida.

"Actor?" tanya balik frida yang membuat kerutan di dahi  sahabatnya muncul. Memang lelah berbincang dengan sahabat gilanya ini. Entah kapan seorang Frida waras. Mungkin novel-novel yang ada dipojokan kamarnya menghilang atau ada seorang pria yang bisa menarik sahabatnya dari dunia hayalannya itu.

"ya actor! Tangan kamu menunjuk ke pria itu bukan." Jelasnya yang dijawab gelengan kepala." Ayolah, Rena kamu tahukan aku tidak tertarik dengan para actor. Aku menunjuk objek dibelakang pria itu." Jelas Frida yang membuat Rena ingin menenggelamkan sang sahabat. Kenapa dia harus punya sahabat seperti seorang frida. 

"Novel kesukaanku akan digarap, ah aku senang sekali pacarku semakin terkenal." Ucap Frida yang membuat Rena menggaruk belakang lehernya.

"Frida kamu demamnya, kamu terpesona hanya karena sebuah novel."

"Bukan sebuah novel, kamu harus baca ceritanya. Entah sudah berapa kali aku mengulangnya dan selalu berhasil membuatku jatuh cinta. Tidak ada pria yang bisa mengalahkan pacar aku itu."

Ctrak

Sentilan mendarat di dahi Frida. Tentu saja pelakunnya adalah sahabatnya yang sudah tidak  kuat melihat tingkah gila sahabatnya. "Hey Frida semua itu hanya ada di dalam cerita. Kamu jangan gila deh. Semua itu hanya buatan sang penulis."

"Memang tapi dia telihat sempurna di mataku."kedua frida seperti menyinarkan cahaya yang membuat Rina silau sendiri. 

"hey kamu tidak bisa melihatnya semua itu hanya rangkaian kata-kata."

"aku bisa membayangkannya di pikiranku."ucap Frida dengan santai.

"Kamu memang harus di bawa ke psikiater." Ucap Rena yang memilh meninggalkan Freda.

"Hey kenapa kamu ninggalin aku sih. " ucap Frida yang mencoba mengejar sahabatnya tapi dia malah menabrak seorang pria. Beruntungnya dia bisa menahan kestabilan tubuhnya agar tidak jatuh.

"Maaf tuan." Ucap Frida pada pria di depannya. Keduannya terkejut saat kedua mata mereka bertemu. Tapi sang pria bisa mengontrol wajahnya. Pria itu tersenyum tipis saat melihat wanita di depannya terdiam. " kamu tidak mengingatku?" tanya pria itu pelan yang membuat kesadaran frida kembali. Dahinya berkerut mendengar perkataan pria itu.


"Sepertinya tuan salah lihat, kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Sekali lagi saya minta maaf." Ucap frida dan langsung meninggalkan pria itu. Tindakannya membuat sosok pria itu terkejut bukan main. Dia tidak menemukan ketakutan di wajahnya. Seperti keduannya benar-benar pertama kali bertemu."Wanita yang menarik." Gumam pria itu.


Terimakasih sudah baca ceritakan, maaf kalau masih banyak typo atau penulisannya yang aneh. Saya coba untuk perbaiki dan jangan lupa selalu dukung cerita author agar semakin banyak yang baca dengan like dan comment. Karena setiap dukungan kalian membuat author semangat menulis. :)

The Role of Actor's GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang