♡♡Happy Reading♡♡
♢♢♢
"Kau ... menyukai bunga?" tanya Duchess Valeria.
Tidak ada respon dari anak tersebut yang tetap fokus memandangi hamparan bunga. Pertanyaan yang di lontarkan Valeria pun terbawa hembusan angin dan tetap menyisakan kesunyian diantara mereka.
Saat ingin bertanya kembali, Valeria mengurungkan niatnya. Ia merasa tidak tega jika harus menggangu lamunan Emira. Emira terlihat seperti memiliki dunia kecilnya sendiri yang tak terganggu siapapun dengan matanya menatap intens hamparan bunga berbagai warna yang indah.
Begitu mudahkan anak itu bahagia hanya dengan menatap bunga. Menikmati pemandangan dengan bibir membentuk senyum cerah. Valeria rasanya ingin merasakan juga dan ikut terseret di dunia kecil anaknya. Menikmati hamparan bunga bersama dan bercengkrama sampai bercanda gurau seperti sepasang ibu dan anak selayaknya.
Tapi, Valeria sadar diri sikap dirinya selama bertahun-tahun ini yang mengacuhkan putrinya, ia marasa tidak pantas dan tidak mungkin hubungan yang sudah lama renggang bisa diperbaiki.
Jika, dirinya tidak bisa menjadi ibu yang baik bagi Emira. Setidaknya, ia bisa melihat putri kecilnya itu tumbuh dengan baik dari kejauhan, itu saja sudah cukup baginya. Menyesal pun tidak mungkin nasi sudah jadi bubur ayam.
Valeria, dia baru mengetahui anak itu sangat menyangi dirinya. Setelah ia mengetahui kabar Emira yang membalas perbuatan wanita licik itu setelah menamparnya tempo hari. Sehingga menyebabkan anak itu pingsan. Valeria merasa karna dirinya lah yang menyebabkan penderitaan anaknya.
Sungguh Valeria merasa bersalah sudah tega mengacuhkan putrinya demi mengejar ambisi memiliki cinta duke. Ia selalu melakukan cara apapun untuk mendapat perhatian duke, seperti mengganggu kekasih gelapnya yang berujung selalu mendapat hukuman dari duke. Andai waktu bisa diulangi, Valeria tidak akan bertindak bodoh dan melukai buah hatinya.
Setelah puas memandangi bunga Emira merasa terusik, ia menoleh ke samping dan melihat duchess menatap lekat dirinya. Dari tatapannya Emira melihat di kedua pelupuk mata ibunya menggenang air mata. Apakah Emira tidak salah melihat mata duchess Valeria berkaca-kaca seperti ingin menangis?
Duchess Valeria yang ia liat sekarang tidak seperti yang Emira temui tadi. Manusia yang yang bisa mengintimidasi siapapun bahkan jelmaan nenek tapasya hanya dengan menatapnya. Matanya selalu memancarkan keteguhan dan kedewasaan. Juga, iris biru laut bisa menghanyutkan siapa saja yang menatapnya. Emira mengernyit, Eomeoni sedang sedih?
"Duchess?"lirih Emira.
Tidak ada jawaban dari Duchess Valeria, Emira dengan ragu turun dari kursinya dan mendekati Valeria.
"Duchess, anda tidak apa-apa?" Emira bertanya sambil sedikit mengguncang lengang Valeria dengan tangan munyil miliknya.
Valeria tersentak dari lamunannya, kemudian memandang Emira, Valeria menatapnya dengan tatapan sendu, dalam waktu persekian detik menormalkan raut mukanya menjadi datar seperti biasanya tidak ingin terlihat raut sedihnya.
Sedangkan, Emira sendiri tidak melihat raut sedih Valeria, karena saat bersamaan kedua matanya gatal kemasukan sesuatu yang terbawa angin, Emira lalu mengosok-gosokan dengan kedua tanganya.
Tapi Emira sudah tahu terlebih dahulu, mata duchess yang berkaca saat melamun, hanya saja Emira mengurungkan untuk bertanya, ataupun berkomentar. Ia berpendapat tidak semua kesedihan bisa dibagi dengan orang lain. Terkadang, diri sendirilah yang tahu solusi dari kesedihan atau masalah yang dihadapi hanya saja,perasaannya masih ingin berlarut-larut dalam masalah itu sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eomma, I Will Try!
FantasyRani Wijatmoko gemar memakan yupi bentuk love, mati konyol kemudian berpindah kedunia yang berbeda karena tersedak yupi. Jiwanya berpindah kedalam cerita wattpad yang menggantung. Berpindah ke raga Emira umur 5 tahun seorang anak duke kesepian yang...