Secangkir teh hangat dan terpaan sinar mentari yang hampir tenggelam melalui celah jendela sudah menjadi kawan terbaik Azelia ketika dirinya sedang fokus untuk menulis. Ditambah lagi dengan suasana kamarnya yang sangat homey dan wangi kayu yang melapisi lantainya. Azel yang merancang sendiri desain interior kamarnya, hal ini untuk semata-mata dilakukan untuk kenyamanan dan menunjang kreativitas sang penulis.
Sedari kecil, Azel sudah mulai menampakkan minatnya pada buku. Di rumah semasa kecilnya, ada satu ruangan khusus yang menyimpan buku-buku miliknya dan sampai sekarang, kamar itu masih dirawat oleh mamahnya. Maklum saja, kini Azel sudah tidak tinggal bersama orangtua nya sejak 3 tahun yang lalu dan hanya berkunjung seminggu sekali ketika weekend, itu pun tidak rutin. Bukan karena ia tidak rindu dengan suasana rumah, namun banyak deadline yang mengharuskan dirinya berkutat di depan laptop.
Deringan ponsel memecah suara ketikan jarinya di keyboard laptop. Kata "Beloved mom" tertera di sana.
Ah, mamahku memang paling tahu ketika aku merindukannya, batinnya.
"Halo, mah?" Sapa Azel.
"Hai sayang. Sudah makan malam?" tanyanya.
Azel memegang perutnya yang rata. Hari ini ia memang belum menjejalkan nasi ke dalam mulutnya. Karbohidrat yang masuk hanyalah roti gandum yang menjadi jalan pitas ketika ia merasa lapar.
"Udah, mah. Azel makan enak tadi." Perempuan itu harus berbohong agar sang bunda tidak khawatir.
"Mamah tahu kamu bohong. 1 jam lagi mamah kesana ya. Kita makan diluar."
Bingo!
Ia tertawa kecil, "yah, Azel ketahuan," suara tawa renyah terdengar di balik sana. "Mah, kalau Azel aja yang kesana gimana? Biar mamah gak usah nyetir mobil."
Dewi-nya Azelia—Begitulah Azel menyebut mamahnya dengan panggilan mesra—membalasnya dengan nada yang bersemangat. "Deal!"
"Ok. Tunggu Azel ya, mah! See ya...!"
Butuh waktu satu jam untuk Azelia mempersolek dirinya. Semerbak wangi parfum dengan aroma bunga, bercampur dengan atmosfer kamarnya yang dicat dengan nuansa abu-abu. Ternyata butuh waktu yang lama untuk dirinya terlihat cantik from head to toe.
Hari ini Azel berencana untuk meneguk wine merah. Maka dari itu, ia memanggil sopir pribadinya untuk mengantarnya ke rumah sang ibunda. Selain itu, Azel juga ingin bercengkrama lebih leluasa dengan "Dewi-nya" dan tidak perlu memikirkan padatnya jalanan Kota Jakarta.
Sebuah rumah tiga lantai dengan nuansa warna putih berdiri kokoh di depan Azel. Di depan gerbangnya, seorang wanita paruh baya nampak berpakaian sederhana namun tetap kelihatan mewah dengan rambut berwarna hitam yang menjuntai sebahu. Azel turu dari mobilnya dan menyapa nyonya pemilik rumah putih itu. Siapa lagi kalau bukan,
"Hi Mom..." mereka berdua bersalaman dengan menempelkan kedua pipinya.
Tante Arnetha—Nama Mamah Azel—memang nampak seperti anak muda. Siapa sangka kalau perempuan itu kini sudah menginjak umur 58 tahun? Wajahnya tidak menua sejak ia berumur 20 tahun. Mungkin begitulah dengan Azel nantinya, ia tetap akan terlihat sangat cantik seperti dirinya saat ini. Garis keturunan keluarga Mahaswara memang memiliki bibit yang unggul.
Keduanya sudah memasuki mobil dan duduk di bangku belakang. Banyak obrolan yang menjadi teman perjalanan anak dan ibu tersebut. Mulai dari progress project novel Azel yang terbaru, maupun dengan kondisi mamahnya saat ini. Di umurnya yang sudah tergolong sebagai lansia, Tante Arnetha masih mengabdikan dirinya sebagai dosen pendidikan dokter di perguruan tinggi negeri di Kota Depok. Bolak-balik Jakarta Depok, pasti akan membuat dewi-nya kelelahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet me at 5 PM
RomanceKedua insan bertemu karena cinta yang sudah tidak memihak pada mereka. Cinta yang dulu membara kini telah menjadi arang. Azelia dan Gana mencari percikan itu lagi, mencari perasaan yang membuat kupu-kupu terbang di perutnya. Hati ragu namun rasa ma...