Jeno tengah menyantap makan malamnya dengan damai, terhenti sejenak kala sang Ayah menanyakan sesuatu padanya.
"Darimana Appa bisa tahu aku membeli rumah?" Tanya Jeno heran karena dia memang belum sempat cerita kepada kedua orangtuanya maupun anggota keluarga lain. Hanya sekretarisnyalah yang tahu.
"Kau membeli rumah pada perusahaan properti teman Appa. Jadi mudah bagi Appa untuk tahu."
Jeno menganggukkan kepalanya mengerti. Memang sang ayah memiliki banyak kenalan diberbagai bidang. Tak memungkiri teman ayahnya pasti banyak yang sesama pengusaha juga.
"Hyeong mau pindah? Kenapa?!" Tanya Sungchan pada sang kakak. Mark Hyeong beserta sang istri dan ibunda mereka masih terdiam menyimak jawaban Jeno.
Jeno menggarukkan tengkuknya perlahan, dia bingung harus menjawabnya bagaimana.
"Bukan pindah, tapikan suatu saat aku akan menikah. Aku berniat pindah rumah jika sudah menikah." Jawab Jeno yang berhasil membuat semua anggota keluarga di ruangan tersebut terdiam.
Karena ini pertama kalinya Jeno membicaran pernikahan, benar-benar suatu kemajuan.
"Kau sudah punya calon, nak? Coba kenalkan pada kami. Eomma akan menerimanya dengan senang hati." Ucap sang Eomma antusias dengan senyuman di wajahnya.
"Untuk saat ini belum ada eomma. Jika sudah ada aku pastikan akan mengenalkannya kemari." Jawab Jeno yakin.
"Aku harap itu Renjun noona." Gumam Sungchan dengan nada lirih. Tapi masih bisa di dengar oleh semua orang karena mereka sedang duduk di meja makan yang jaraknya dekat.
"Renjun noona? Maksudmu Sekretaris Huang?" Tanya Mark pada sang adik yang tepat duduk di sampingnya. Sungchanpun menganggukkan kepalanya dengan semangat.
Mendengar nama Renjun disebut, Jeno hanya terdiam membisu menunggu reaksi kedua orangtuanya mengenai Renjun sekretarisnya.
"Tidak masalah. Eomma kan sudah mengenal Sekretaris Huang juga. Kalau mau jadi menantu ya eomma suka-suka ajah." Ucap sang eomma, Jeno masih dengan seribu bahasanya yang tak mengeluarkan sepatah katapun. Namun, matanya Ia tuju pada sang Appa. Seakan bertanya, kalau menurut Appa bagaimana?
"Appa tidak masalah, kalau saling suka dan mencintai apa boleh buat? Orangtua cukup perlu merestui, merekakan yang akan menjalaninya." Jawab sang kepala keluarga di sini. Sungchan yang mendengar itu sangat senang.
"Wahhh jadi Eomma dan Appa setuju jika Sekretaris Huang menikah dengan Jeno hyeong?" Ucap Sungchan dengan nada tinggi karena dia sangat antusias sekali.
"Yak! Di sini aku yang akan menikah. Kenapa jadi kamu yang mengatur si!" Ucap Jeno seakan tak suka dan beranjak dari meja makan dan pergi meninggalkan semuanya. Orang-orang di sana pun terheran melihat sikap Jeno itu.
.
.
.Jeno termenung melihat sang sekretaris di hadapannya yang tengah membacakan jadwalnya hari ini.
"Direktur Lee?" panggil Renjun perlahan. Karena tak biasanya Direkturnya itu tidak fokus saat di kantor.
Jeno terkesiap kala sang sekretaris memanggilnya sekali lagi.
"Mianhe. Jadi hari ini aku ada meeting?" tanya Jeno sekali lagi memastikan. Dan Renjun menganggukkan kepalanya. Jeno hanya meresponnya dengan anggukkan kembali - pertanda mengerti.
Renjunpun kembali ke meja kerjanya yang berada tepat di luar ruangan Direktur Lee.
Sepeninggalannya Renjun dari ruangan Direktur Lee. Jeno nampak menghela napas dan bergumam 'Kenapa aku jadi ga fokus gini dan mikirin ucapan Appa Eomma semalam ya?'
Jeno hanya merasa tak yakin dengan perasaannya pada Renjun. Tapi semua orang anggota keluarganya seolah menjodohkannya dengan sang sekretaris. Memangnya Renjun mau dengannya?
.
.
."Sekretaris Huang bisa ke ruanganku sebentar?" ucap Jeno melalui telepon. Renjunpun segera bergegas menemui sang atasan setelah menutup panggilan tersebut.
.
Sesampainya di hadapan Direktur Lee, Renjun siap mendengarkan ucapan atasannya itu.
"Hari ini kita pulang bersama. Ada hal yang perlu dibicarakan mengenai rumah baruku. Aku butuh bantuanmu." ucap Jeno kepada sang sekretaris. Renjun tak berhak menolak. Dia hanya mampu menuruti apa yang dimau sang atasan.
Sampai pada saat jam kepulangan kantor dan merekapun pulang bersama. Jeno menyetir sendiri mobilnya dan pergi menuju rumah yang baru dibelinya beberapa hari yang lalu. Sangat besar jika untuk ditinggali seorang diri.
.
.
.Keduanya sampai di lokasi, rumah Jeno sudah dilengkapi dengan perabotan dan terlihat sudah rapi. Apa yang perlu dibantu? Pikir Renjun dalam hati.
Jeno mempersilahkan sang sekretaris untuk duduk di sofa yang ada di ruang tamu. Jenopun melakukan hal yang sama. Suasana kemudian menjadi sunyi karena keduanya terdiam. Renjunpun bingung harus berkata apa?
"Aku.."
"Direktur.."
Keduanyapun sampai berbarengan mengucapkan kata pertama sejak sampai di rumah ini.
Mereka saling bertukar pandang kemudian dan Renjun merasa kikuk.
"Ada apa Direktur Lee?" Tanya Renjun kemudian. Jeno nampak terdiam sejenak sebelum menjawab.
"Ah tidak ada.. Tadi apa yang ingin kamu katakan Renjun shi?"
Renjun seketika kaget karena mendengar Jeno tak memanggilnya Sekretaris Huang.
"Kita sedang tidak ada di kantor. Kau bisa memanggilku Jeno jika mau."
Namun Renjun langsung menggelengkan kepalanya. Dia tak setuju. Rasanya kurang nyaman dan tidak sopan.
"Kenapa? Aku tidak keberatan. Mungkin itu bisa membuat kita lebih akrab seperti teman." Ucap Jeno lagi.
"Mianhae Direktur Lee, saya tidak terbiasa."
Jeno menganggukkan kepalanya mengerti. Mungkin tidak sekarang tapi Renjun harus belajar perlahan agar terbiasa.
.
.
."Sebenarnya ada yang ingin aku katakan padamu Renjun ah." Renjun kemudian menatap sang Direktur dengan hati-hati. Direkturnya memanggil namanya terdengar lebih akrab.
"Bisakah kita saling mengenal lebih dekat?" Ucap Jeno menatap Renjun. Renjun terpaku sejenak sedikit kaget mendengar penuturan atasannya itu. Maksudnya lebih dekat itu yang bagaimana?
![](https://img.wattpad.com/cover/316041434-288-k497794.jpg)