Aksi kejar-kejaran tidak dapat dihindarkan. Dari arah lorong rumah sakit yang banyak lalu-lalang pasien. Ask memilih berlari ke luar dari rumah sakit melewati tangga darurat.
Beberapa pengejar mengikuti dari belakang. Ask tahu, para detektif itu akan terus memburunya sampai dapat. Walau penat dan letih. Ask terus berlari turun tanpa melihat ke belakang.
Di lobi utama. Ask terus berlari dan bahkan tanpa sengaja menabrak beberapa orang. Dia tidak bisa pergi ke parkiran untuk memakai mobil. Bagi Ask, itu hanya akan buang-buang waktu.
Maka, ia pun memutuskan untuk berlari melewati trotoar jalan. Mengambil beberapa jalan kecil untuk mengecoh. Sialnya, stamina para detektif tidak bisa dianggap sebelah mata. Walau napas mereka tersenggal-senggal. Orang-orang ini masih mampu menyusul Ask.
Sesaat Ask bersembunyi di sebuah toko bingkisan yang konternya penuh dengan antrian belanja. Ia mengintip sebentar keluar. Jantung Ask berdegup kencang. Para detektif melewati toko tampak tahu ada Ask di dalamnya.
Satu detik, dua detik, tiga detik lamanya Ask menunggu. Dia masih harus menunggu lebih lama lagi. Akan tetapi, pemandangan para pegawai toko memaksa Ask harus segera angkat kaki. Mereka terlihat mencurigai Ask dan bersikap wasapda.
Di luar, ia memilih arah yang berlawanan untuk menghindari pengejaran. Ponselnya ia sempatkan untuk matikan. Lalu mengeluarkan kartu sim dan membuangnya di tong sampah pinggir jalan.
Anak kecil pun tahu, jika aksi kejar-kejaran ini masih bisa dilacak melalui nomor telepon. Ask berjalan gontai. Dia kelelahan dan haus. Lalu merogoh beberapa koin dari saku jas labor dan memasukkannya ke dalam vending machine. Menekan tombol cairan pengganti elektrolit dan meminumnya dalam sekali teguk.
"Sialan!" umpat Ask sambil menyeka mulut menggunakan punggung tangan. "Mereka benar-benar serius memenjarakanku. Aku butuh pengacara, jika ceritanya seperti ini."
Sambil menendang kerikil yang tidak bersalah di jalan. Ask menggunakan waktu tersebut untuk merenung. Tidak ada jalan untuk kembali. Bahkan, untuk membuktikan diri. Pihak rumah sakit tidak memberikannya waktu.
Ask memutar otak. Dia harus menyelidiki hal ini dari awal. Paling tidak dari kejadian kemarin. Ask rasa pasti ada sesuatu yang bisa dijadikan barang bukti. Sialnya, seharian itu Drako terus menempel kepadanya. Ask ingin mengesampikan Drako dalam tuduhan tersebut.
Tetapi, dia punya opini lain. Bagaimana jika Drako disuruh orang lain untuk mengecoh?
Sekali lagi. Ask punya kecurigaan mendasar. Walau lawannya sepuluh orang atau seluruh staff rumah sakit. Ask akan memecahkan teka-teki ini.
...
Sekarang Ask telah berganti penampilan. Jas laboratoriumnya dan seluruh pakaian yang tadi pagi dipakai. Telah diganti dengan setelan baru yang Ask beli dari Pasar Sentral Venesa.
Pasar Sentral Venesa merupakan pasar pusat tempat warga lokal membeli kehidupan sehari-hari. Pasar ini sangat populer karena keberadaan gubuk kecil, toko, dan gerobak makanan yang beragam, ini adalah tempat yang tepat untuk dikunjungi setelah seharian bertamasya. Pasar ini sendiri terletak di sepanjang Grand Canal Venesa.
Paling tidak, melihat kesibukan antara pedagang dan pembeli sedikit menghibur perasaan Ask. Para detektif tidak akan bisa menemukannya di tempat seperti ini. Toh, tidak ada yang berpikir Ask berada di pasar. Dia bahkan dengan sengaja merubah penampilannya sedikit mirip turis.
Ask berjalan sambil melihat seorang pedagang buah yang menawarkan sekilo strawberry segar. Berusaha memancing beberapa pembeli untuk sekedar mampir.
Di lapak lain, seorang pedagang meneriakkan harga diskon pada bumbu dapur. Ask sedikit menghindari kereta dorong yang memuat hasil pertanian. Lalu menepi pada para pedagang yang memang sudah memesan sebelumnya pada supplier.
"Orang itu pasti sudah berlatih menulis resep sejak lama," gumam Ask tanpa sadar. "Mustahil dia bisa melakukan ini dalam waktu singkat. Artinya ... pelaku sudah lama mempersiapkannya."
Lagi, sebongkah batu kerikil tidak bersalah menjadi sasaran amuk Ask. Untungnya, kerikil tersebut langsung jatuh bergulir menuju parit.
Selama Ask berpikir. Pikirannya tidak bisa lari jauh dari Drako. Entah pria itu bersalah sebagai kaki tangan, mata-mata, saksi atau pelakunya. Semua tuduhan itu bisa Drako lakukan.
Maka dengan rasa ingin tahu yang menggebu-gebu. Ask melimpir menuju warnet di dekat Pasar Sentra Venesa. Dia berharap akses Id rumah sakitnya masih bisa digunakan. Dan, mujur. Ask masih bisa mengakses.
"Dasar orang-orang bodoh. Kalian melewatkan satu hal," gumam Ask sambil masuk ke laman rekam medik pasien di bangsal VVIP.
Dari catatan tersebut. Ask menemukan bahwa gejala-gejala yang mengarah ke kematian batang otak dimulai sejak dua bulan yang lalu. Anehnya dari laporan tersebut, tidak dikonsultasikan kepada Ask.
Ask juga curiga, bahwa dokter yang bertugas juga terlibat untuk menjebaknya. Memikirkan ini, Ask semakin kesal dengan politik rumah sakit.
Dia lalu menarik napas dalam-dalam. Ask tidak bisa terus-menerus emosi di situasi seperti ini. Dia perlu berpikir cerdas atau setidaknya berkepala dingin.
"Oke, aku tahu. Aku bukan orang yang ramah. Aku menyebalkan dan kadang-kadang membuat perasaan orang lain terluka. Aku mengakui itu," ujar Ask sambil menatap layar di monitor.
Hening sesaat. Ask berusaha menerima kekurangan tersebut. Lalu dia kembali berucap pada dirinya sendiri.
"Tapi cara ini terlalu kotor. Jika mereka terluka. Harusnya cukup aku saja yang disakiti. Mengapa harus mengorbankan pasien? Di mana hati nurani mereka? Apa mereka bukan manusia? Cih, dasar biadab. Mereka mempermainkan nyawa manusia dengan begitu mudah. Aku jadi penasaran, seperti apa tampang para iblis ini?"
Emosi Ask yang setipis tisu basah kembali terpancing. Dia lagi-lagi menarik napas dalam-dalam.
"Seandainya aku bisa masuk kembali. Aku pasti bisa mengobati mereka. Oke, tetap tenang Ask. Mari kita ganti fokusmu terlebih dahulu."
Seseorang yang duduk di sebelah Ask meliriknya dengan tatapan aneh. Jelas saja, dari tadi Ask berbicara sendiri.
"Mari kita selamatkan pasien. Tidak peduli, risikonya akan seperti apa. Mari fokus untuk menyelamatkan mereka. Sisanya bisa dipikirkan lagi. Jadi, apa aku perlu menyamar dan kembali ke sana?"
Lima menit kemudian, Ask pun memutuskan keluar dari warnet. Dia punya ide bagus untuk menyusup ke dalam rumah sakit. Tidak terlalu sulit untuk menyelinap. Ask hapal denah rumah sakit di luar kepala. Dia juga tahu, akses yang hanya bisa digunakan oleh golongan tertentu.
Dan, Ask rasa dia harus memanfaatkan wajahnya yang tampan. Terkesan murahan. Tetapi Ask harus melakukannya. Para perawat wanita mungkin bisa membantu.
Ask tersenyum puas. Dia membayangkan cairan asam klorida di tangannya. Pasti menyenangkan jika cairan ini bisa membuat tulang-tulang mereka meleleh.
Karena aksinya itu. Sepatu yang ia kenakan hampir terkena cairan. Buru-buru, Ask mengganti pikirannya dengan aquadest. Lalu membersihkan jalan dengan sisa asam klorida. Setidaknya Ask masih punya hati nurani. Dia berjanji, akan melakukan aksi balas dendam untuk pasien VVIP yang nyawanya dijadikan permainan oleh oknum rumah sakit.
Tidak, Ask bahkan akan memberikan mereka mimpi buruk sampai tidak bisa tidur kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aesculapius (End)
FantasíaPasien di bangsal VVIP ditemukan sekarat dan mati batang otak. Tuduhan malpraktik atas uji coba obat ilegal dituduhkan pada Ask sebagai ilmuwan yang bertanggungjawab pada pengembangan obat baru. Ask merupakan wujud fana dari Dewa Romawi bernama Aks...