Dia senyum lagi. Cowok ini waras nggak sih. Setiap ditanya ini itu malah senyum. Bikin khawatir aja. Perlahan-lahan, dia mendekat dan gue tidak berniat kemana-mana. Bagaimana mau kabur kalau pergerakannya pelan tapi menghanyutkan.
Bibirnya yang tebal itu awalnya cuma menempel di bibir gue. Sampai gue rasa lidahnya pengen masuk menerobos, gue coba membalas ciumannya dengan pelan. Gue rasa dia mau nuntun gue. Kepala gue benar-benar pusing karena ciuman ini. Lidah gue dililit sama lidahnya, matanya masih setia natap gue. Tangannya cuma diam meluk gue.
Asik ciuman, tiba-tiba lampu rumah padam. Gue sungguh trauma kalau kejadian kek gini, mana gue lupa dimana letak ponsel dan lilin. Gue meluk Rahul hingga akhirnya dia nyalain senter HP-nya.
"Ah, padahal lagi enak-enaknya," ucapnya. Gue sadar posisi gue sama dia terlalu dekat, saking dekatnya gue merasa sudah nyaman dalam posisi ini.
"Mel, lilin ada di mana?" tanyanya.
"Di kamar gue kayaknya ada, Hul. Anterin gue ya, gue takut nih," kata gue jujur. Dia dengan senang hati nerima tawaran gue tanpa pikir panjang. Tangan besarnya gandeng tangan gue, jalan beriringan ke kamar gue yang ada di lantai dua.
Kamar gue benar-benar gelap.
"Hul, jangan kemana-mana. Gelap banget," rengek gue pas merasa genggaman tangannya ngelonggar. Dia nurut, Rahul malah peluk gue dari belakang sambil asik cium rambut gue.
"Lu belum mandi, Mel?" bisiknya. Gue sibuk cari lilin di dalam laci nakas baru sadar, gue belum mandi.
"Ya bagaimana mau mandi, orang lu datang nggak ngabarin," kata gue. Akhirnya ketemu dua batang lilin dan korek. Gue nyalain.
"Masih gelap." Rahul kelihatan senyum sambil ngelus pipi gue. Cowok ini jadi manis sekali habis dicium.
"Simpan aja lilinnya di meja sana biar terang sedikit. Gue mau tutup tirai dulu," kata Rahul. Gue nurut aja dan merhatiin dia. Setelah simpan lilin di meja, gue langsung duduk di atas kasur disusul Rahul.
"Lu cantik banget malam ini, Mel," katanya. Gue ketawa, kayaknya nih orang benar-benar ke geser otaknya. Biasanya cuma muji badan gue doang, sekarang kecantikan gue.
Tawa gue langsung terhenti kala bibirnya kembali cium bibir gue. Gue merasa terbiasa, balas ciumannya yang lembut. Badan gue dipeluk mesra dengan satu tangannya ngelus pipi gue. Gue suka Rahul yang perlakuin gue seperti ini. Manis dan seksi.
Ciumannya tiba-tiba pindah ke ceruk leher gue. Gue kaget dan remas rambutnya.
"Hul, gue belum mandi. Bau," kata gue. Dia keknya nggak mau dengar, bahkan sekarang udah mulai nakal lagi. Tangannya yang gede remas payudara gue sambil milin-milin puting gue.
"Hul, ahh jangan," Dia benar-benar nggak bisa gue hentiin. Bibirnya yang sudah jadi candu bagi gue kembali kunci semua ucapan gue. Gue terhanyut dalam keinginan Rahul dan merasa kalah. Tanktop gue dibuka dan payudara gue langsung jadi santapannya. Gue lihat, gue sadar apa yang Rahul lakuin.
"Cium gue, Hul," Rahul cium gue lagi, badan gue direbahin dengan dia nindih gue. Paha gue dielus dan diremas sama dia. Benar-benar nyaman rasanya. Badannya yang lebih gede berasa nutupin tubuh gue yang telanjang dada.
Gue merasa ingin sesuatu. Gue masukin tangan gue dalam kaos hitamnya. Merasa ada sesuatu yang keras di dalam sana. Bibir gue nggak mau lepas dengan bibir Rahul.
"Sebentar, jangan disana dulu," tegur Rahul saat tangan gue bergerak ngelus selangkangannya. Gue ketawa, apa ini wajar? Rahul itu orang yang gue benci, tapi apa sebenarnya Rahul malah kebalikannya. Dia suka gue?
"Rahul, lu suka gue?" tanya gue to the point. Dia senyum, cium pipi gue secara brutal dan jilati telinga gue.
"Iya, gue suka. Suka semuanya. Karena gue suka semuanya, gue harus miliki itu, Mel," bisiknya. Tangan gue remas tangannya yang megang payudara gue. Cowok ini bikin gue nggak waras dalam sekejap mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
P R I V A T
Random🔞🔞🔞 HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN! WARNING: CERITA INI MENGANDUNG BANYAK HAL NEGATIF, SEKSUALITAS, KEKERASAN, DAN ADEGAN DEWASA. *** -SHORT STORY-