Pertemuan Pertama
"Mama kebelet. Mau nyari toilet. Kakak tolong jaga Petra," ucap Santika menyerahkan Petra sang anak bungsu pada anak pertamanya, Giza.
Giza menerima dengan wajah cemberut, tetapi hanya sesaat karena senyumnya segera terbit mendapati adik bungsunya yang berusia sembilan bulan tengah tersenyum melihat seorang anak sekitar berusia tiga tahun tengah mengenakan topi berbentuk kepala ikan paus. Giza yang gemas segera mencium seluruh wajah adiknya.
Sekitar satu menit kemudian perhatian Giza teralihkan oleh suara alunan piano yang begitu indah, sedang dimainkan oleh seseorang di tengah keramaian Kota Berlin-Jerman.
"Jerash, kamu gendong Adik dong. Aku mau samperin orang yang main piano."
Tanpa persetujuan, Giza menyerahkan adik bungsunya pada adik keduanya yang memiliki wajah tanpa ekspresi seperti kanebo kering itu.
Giza melangkah mendekati orang yang membuatnya pandangannya terpaku.
"Excuse me," sapa Giza setelah berada di samping pemain piano itu.
Lelaki berambut ikal, kulit sawo matang dengan lengan kokoh yang tengah menarikan jari-jarinya di tuts piano menghentikan permainannya dan menaikan salah satu alis. Tatapan mata teduhnya seketika membuat Giza mengulas senyum manis. Kalau dari wajahnya kelihatan cowok ini bukan keturunan Eropa. Dia mirip seperti orang Asia Tenggara. Mungkin berasal dari Filipina, tebak Giza dalam hati.
Gadis berusia 16 tahun itu berdeham lalu kembali melanjutkan ucapannya. "Can you play River flows ini you by Yiruma." Mendadak lagu yang tadi ia pikirkan buyar begitu saja. Berganti dengan sebuah musik instrumen yang terlintas di otak mungil Giza.
Lelaki yang Giza tebak berusia sekitar 20-an tahun itu mengangguk tanpa mengeluarkan suara lalu mulai menekan tuts piano dengan lihai.
Giza menutup mulutnya, menahan diri agar tak menjerit karena tak menyangka bukan hanya memainkan River flows ini you, tetapi cowok itu memulainya dengan Canon in D. Dia sampai lupa berkedip saking terpana dengan permainan piano cowok itu.
"Kak Giza, ayo!" ujar Jerash tepat di telinga Giza, mengagetkan kakaknya.
"Bentar, ah. Belum selesai." Giza menjauhkan tangan Jerash dari bahunya tanpa melepas tatapan pada cowok pemain piano.
Jantungnya berdetak dengan suara yang cukup keras ketika lelaki itu menatapnya dengan sorot mata hangat dan senyuman paling manis yang pernah Giza dapatkan dari seorang laki-laki.
"Ayo, Nak. Jemputan udah mau datang." Santika yang sudah kembali dari toilet menarik tangan Giza.
"Sebentar, Ma." Giza menahan lengan mamanya.
Giza mengambil beberapa lembar uang lalu berjalan terburu-buru dan menyelipkan uang itu di kantong sweater yang dikenakan lelaki itu.
"Thank you," bisik Giza tepat di telinga cowok itu.
Lelaki itu berhenti bermain piano dan mengambil dua lembar 100 Euro dari kantong sweater dan meremasnya sambil memerhatikan punggung Giza yang semakin menjauh. Kedua sudut bibirnya naik, ia mengambil tas punggung berukuran sedang dan disampirkan ke bahu lalu beranjak dari piano yang disediakan untuk publik itu.
Bersambung03/05/2023
***
Selamat datang di ceritaku yang kelima di Wattpad dan cerbung ketujuh yang aku tulis sepanjang aku aktif terjun di dunia kepenulisan.
Kumau Dia adalah cerita dengan konflik yang ringan. Cocok buat yang mau baca untuk hiburan.
See you di bab selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumau Dia (Tamat)
RomanceGiza Safira Prautami, anak perempuan satu-satunya dari salah satu keluarga konglomerat, bermimpi memiliki suami seperti papanya yang merupakan suami idaman kebanyakan wanita; bertanggung jawab, tegas, berwibawa, lemah lembut, penuh kasih sayang, sel...