6. Abaikan Dia

383 36 0
                                    

Rumah lantai satu dengan sentuhan arsitektur Belanda yang dibeli dari kenalan yang memilih pindah ke Belanda enam tahun yang lalu. Terdapat empat orang yang tinggal di dalamnya yaitu suami istri berusia 60 tahun dengan kondisi fisik yang jauh dari kata prima, seorang anak laki-laki yang diberikan Tuhan ketika pasangan itu memasuki usia 40 tahun, dan seorang pekerja rumah tangga yang sudah setia mengikuti keluarga ini selama 25 tahun.

"Bi, gimana ceritanya Mama bisa keluar rumah tanpa sepengetahuan Bibi?" tanya anak lelaki itu dengan emosi yang mati-matian ia tekan. Ia tak habis pikir, bagaimana bisa mamanya ditemukan sejauh enam kilometer dari rumah.

Bibi Sarti meremas kedua tangannya yang berkeringat dengan kepala menunduk tak berani menatap anak majikannya. "Maaf, Mas Deo. Saya lupa kunci pintu kamar Ibu."

Deo menarik napas dalam masih berasakan emosi di dadanya. "Kali ini aja, ya, Bi. Aku nggak mau lagi lihat Mama berakhir di kantor polisi kayak tadi."

"Kenapa marah-marah, siapa kamu?!" bentak Bertha mengagetkan Deo dan Bi Sarti.

Drama dimulai

Deo memberi kode pada Bi Sarti agar segera mengamankan mamanya di kamar tidur. Sejak dua tahun yang lalu ketika sang ibu menyusul suaminya yang sudah terlebih dahulu mengalami stroke lima tahun lebih awal, wanita paru baya itu pun mulai menunjukkan penurunan daya ingat sejak satu tahun yang lalu.

Banyak kesulitan yang dialami Deo selama dua tahun terakhir ini. Ia dipaksa menerima kenyataan bahwa dia sendiri. Tak ada orang yang bisa dimintai pertolongan. Semua kebaikan orang tua seolah terhapus begitu saja di benak semua orang. Tak ada satu pun di antara orang-orang yang dulu setiap hari bertandang ke rumah mereka yang megah, menjenguk orang tuanya barang semenit saja.

Semua hilang ditelan bumi.

Kalau saja kedua orang tuanya tak sakit, sudah pasti sekarang Deo tengah berlalang buana di luar negeri, masuk ke sekolah terbaik dunia dengan biaya sendiri, tinggal di apartemen, dan difasilitasi mobil mewah.

Namun, apa boleh buat. Semuanya berubah saat bisnis papanya jatuh delapan tahun lalu dan satu tahun setelahnya jatuh sakit hingga membutuhkan biaya yang tak sedikit. Sampai mereka harus menjual rumah, koleksi mobil mewah papanya, dan pindah tinggal di rumah kecil ini.

Kalau bukan karena dia adalah anak satu-satunya yang bisa diharapkan orang tua, mungkin dia sudah memilih untuk menghilangkan nyawa karena tak sanggup mengurus orang tuanya.

Deo menarik rokok panjang, ia memerhatikan gulungan tembakau itu dengan perasaan yang sulit dideskripsikan. Ia memandang langit-langit kamar yang ada bercak bekas air yang merembes akibat genteng yang bocor.

Pikirannya kembali melayang pada peristiwa satu jam yang lalu saat di kantor polisi. Hatinya mulai resah, takut jika adik tingkatnya itu membocorkan keadaan mamanya pada orang-orang yang mengenalnya.

Deo mengambil ponsel dan mengetik pesan pada nomor yang ia dapat dari Windy.

Deo:
Selamat malam. Ini saya, Deo Pasha. Mahasiswa semester 7 Jurusan Ilmu Komunikasi.
Saya mau ucap terima kasih karena sudah menjaga mama saya di kantor polisi.
Mohon maaf jika merepotkan kamu. Tapi saya mohon jangan ceritakan apa pun tentang kondisi mama saya pada siapa pun.

Balasan datang sangat cepat hanya satu menit.

Giza:
Sama-sama kak, Aku nggak direpotkan sama sekali. Tenang, aku akan jaga rahasia. Btw, aku izin save nomor kakak

Deo menarik napas lega membaca balasan Giza dan membalas singkat dengan kata, "Terima kasih."

Cowok itu melangkah keluar kamar dan mendengar suara jeritan laki-laki dewasa. Tanpa diberitahu pun dia tahu siapa pemilik suara itu.

"Kenapa, Pa?" Deo melebarkan kelopak mata dan berlari ke arah papanya.

"Papaaa!" serunya panik.

Deo memanggil Bi Sarti meminta bantuan mengangkat papanya yang tergeletak di ubin. Selalu seperti ini, setiap minggu pasti ada saja hari di mana papanya jatuh dari tempat tidur.

Kaki dan tangan papanya yang sudah tak bisa digerakan normal sehingga sulit menggerakan tubuh. Ditambah lagi dengan lidah yang kaku sehingga tak mampu berbicara dengan ucapan yang jernih. Namun, papanya yang keras kepala ini sering menggeser tubuhnya ke pinggiran tempat tidur dan berakhir jatuh.

Setelah berhasil mengembalikan papanya ke kasur, Deo bergegas kembali ke kamar. Ia membanting tubuhnya di kasur yang tak senyaman miliknya dulu dengan napas terengah-engah. Ia menutup mata dengan punggung tangan. Beban mental benar-benar menyedot energinya.

Ia mengambil ponsel saat teringat sesuatu. Ia membuka aplikasi e-banking dan melihat enam angka yang berjejar di informasi saldo. Sekarang tanggal 20, masih tinggal 13 hari lagi baru bisa mendapatkan jatah uang bulanan.

Sebenarnya uang di rekening yang lain masih ada termasuk investasi surat berharga, tetapi aset itu khusus dialokasikan untuk kebutuhan kedua orang tuanya. Ia tak mau mengambil untuk keperluannya jika ia masih bisa berhemat.

Deo seketika pusing. Ia membanting ponselnya di kasur.

Bagaimana cara mencari uang tambahan? Sekarang ia sudah berhenti mengikuti kegiatan yang sering menjadi sumber pemasukannya karena ia lebih memilih berada di rumah lebih sering bersama orang tuanya.

"Masih bisa ... masih bisa." Itulah kalimat yang ia rapalakan di kepalanya.

Ya, dia masih bisa menanggung semua ini. Kesakitan ini belum ada apa-apanya dengan kesakitan yang pernah dilaluinya dulu. Mereka pernah lolos di antara hidup dan mati. Sekarang belum ada apa-apanya.

Lamunannya buyar ketika ponselnya berdering menandakan ada pesan masuk. Dengan gerakan malas ia kembali mengambil ponsel. Keningnya berkerut membaca pop-up pesan yang muncul di layar paling atas. Ia mengembuskan napas keras dan kembali meletakkan ponsel di bawah bantal, mengabaikan pesan itu.

Dia membenamkan wajah di bantal dan kembali merapalkan kata-kata di kepalanya. "Nggak boleh dekat dengan perempuan ... abaikan dia!"

Hingga keesokan harinya, pesan itu tak dibalas. Membiarkan gadis di seberang sana menunggu dengan cemas. 

23/06/2023

***

Hai, Penduduk

Wattpad akan selalu jadi tempat aku taruh draft pertama dan biasanya draft pertama itu isinya sampah. Walaupun isinya sampah, tapi sampah kan masih bisa diolah, ya wkwk

Aku nggak minta dimaklumi, tapi aku minta kritik dan saran dari pembaca cerita ini biar draft pertamaku ini jadi lebih baik lagi.

Targetku sekarang yang penting bisa tamatkan cerita dan percaya diri buat publish karya. Revisi bisa menyusul.


Terima kasih udah baca uneg-uneg nggak penting ini. 

Makasih udah luangkan waktu baca cerita yang masih banyak kekurangan ini, ya.

God Bless U


God Bless U

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kumau Dia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang