History 3

292 78 3
                                    

Voment ya^^

Dua puluh dua tahun hidup, Je A tidak mungkin tidak pernah mengenakan hanbok. Tentu saja dia sering memakainya saat ada acara tertentu, atau saat berpergian ke sebuah tempat wisata. Tapi dari semua pengalamannya, hanbok yang dia kenakan saat inilah yang membuatnya sangat terlihat menawan.

Bukannya Je A ini narsis, tapi para dayang yang sedari kemarin melayaninya ini nampak berusaha maksimal untuk mendandaninya sedemikian rupa. Rambutnya yang terurai sepanjang paha dikepang dan digulung dengan cantik, ada beberapa ikatan dan riasan yang semakin membuatnya elegan. Ini jelas bukan mimpi, karena Je A betulan merasakan sedikit sakit saat riasan kepala itu menusuk kulit kepalanya.

Selagi para dayang merapikan riasannya, Je A menatapi dirinya di cermin. Sungguh sulit mencerna apa yang terjadi padanya saat ini. Mulai dari terbangun di tempat antah berantah, bertemu sosok yang dia tahu telah wafat beribu tahun lalu, mendapati diri hidup sebagai istri putra mahkota, sampai dilayani oleh manusia-manusia yang mengaku dayangnya ini, Je A tetap merasa bahwa ini seperti mimpi meski itu terlalu nyata.

Je A menggelengkan kepalanya menepis benang-benang kusut pikiran di kepalanya. Peningnya kembali datang dan Je A tidak mau pingsan lagi. Sebab itu akan membuatnya kehilangan banyak waktu untuk menemukan cara pulang. Ya, apapun caranya, Je A harus tahu apa yang harus dia lakukan agar bisa pulang atau paling tidak, dia tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya kemarin.

"Ah, maafkan aku."

Je A mendongak saat seorang dayang yang merias wajahnya menunduk ampun. Gelengan kepalanya barusan membuat dayang itu salah paham.

"Apa yang kau lakukan? Berhati-hatilah, Soyoung."

"Tidak apa-apa." Ujar Je A melerai, "Sudah cukupㅡ"

Je A menghentikan ucapannya saat menatap cermin sembari menyentuh pipinya. Fokusnya jatuh pada sesuatu yang melingkar di jari manis tangan kanannya. Jantungnya terasa melorot ke perut saat bayangan wajah pria yang semalam tidur di sampingnya mampir di pikiran.

"Apa ini cincin pernikahan?" Tanya Je A tanpa basa-basi.

Dayang Jung menatap jemari Je A, lalu mengangguk lugas, "Ya. Berpasangan dengan Yang Mulia. Putri tenang saja, kau pasti bisa sembuh. Jangan dipaksa, nanti Putri pingsan lagi."

"Oh?" Je A mengerjap, lalu mengangguk tidak yakin, "Ya."

"Baiklah, Putri sudah siap menemui Baginda Raja dan Ratu. Mari kita ke istana utama." Ujar Dayang Jung yang membuat kaki Je A gemetaran.

Saat berdiri, Je A tidak kunjung melangkah. Dia menoleh pada Dayang Jung yang juga menampakan raut bingung seperti dayang dan pengawal yang lain. Setelah saling tatap, Je A menghembuskan napas panjang dan berbisik pada Dayang Jung.

"Aku tidak tahu harus kemana."

Semua manusia menahan bibir untuk tidam bergunjing. Hanya kode tatapan yang mereka perlihatkan sebagai respon atas sikap Tuan Putri mereka yang aneh itu. Kemudian, tanpa banyak membuang waktu lagi, Dayang Jung mengulurkan tangan sembari membungkuk untuk menunjukan arah kemana Je A harus melangkah mendahului mereka.

"Putri ikuti jalan ini saja. Kita akan menemui Yang Mulia di depan istana Raja." Kata Dayang Jung tersenyum.

Je A mengangguk. Mau tidak mau, dia mengikuti arahan Dayang Jung yang tidak dibiarkannya berdiri lebih jauh darinya. Selagi berjalan menyusuri selasar istana, Je A menganga dibuatnya. Dia tidak asing dengan apa yang dilihatnya saat ini. Otaknya berputar cepat, lalu berlari kecil memastikan sesuatu.

Dayang Jung melotot saat melihat Je A berlari dengan menjinjing rinai hanboknya. Dengan panik maniknya melirik area istana dan berharap hanya mereka yang berada disana. Segera dia mengikuti sang Tuan Putri untuk mencegah wanita itu bertingkah lebih menghebohkan.

History (Never Ending) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang