Chapter 6

133 15 7
                                    

Suara lenguhan lirih seorang gadis terdengar seraya membuka mata perlahan, memperlihatkan manik merah mudanya yang lembut seperti kelopak bunga musim semi. Pandangannya yang semula buram mulai semakin jelas melihat langit-langit ruangan yang amat dikenalnya.

Setelah mengumpulkan nyawanya yang tercecer, maniknya kini melihat ke salah satu sisi di mana jam digitalnya bertengger di atas meja menunjukkan angka enam pagi.

'Ini di kamar?' ucapnya dalam hati. Tubuh mungilnya bangkit dari kasur empuk seraya menyandarkan punggung di sandaran ranjangnya. Salah satu tangannya menyangga keningnya, benaknya berusaha memutar kembali ingatannya beberapa jam sebelum ia terbangun.

Hal terakhir yang terlintas adalah suara teriakan yang memanggil namanya dan raut penuh kekhawatiran dari seseorang yang tidak ia sangka bisa membuat ekspresi semacam itu sebelum pandangannya menjadi gelap.

"Aku pingsan kah? Benar-benar, tubuh ini sangat lemah." keluh Tenn menghembuskan napas berat. Kedua matanya kemudian mengamati tangan dan lengannya terlihat mungil di balik kostum panggungnya yang terbilang besar bagi ukuran tubuhnya yang sekarang.

'Mereka tidak melakukan apapun padaku.' ungkap dalam benaknya ketika kedua tangan kecilnya meraba tubuhnya dengan pakaian konser masih melekat.

Kedua kaki Tenn berpijak di lantai kamarnya seraya jemarinya sibuk menanggalkan pakaian yang dipakainya dan menggantinya dengan celana panjang dan jaket oversize miliknya, tak lupa Tenn juga melepas bebat yang membelit dadanya hingga membuatnya sesak selama konser.

"Begini lebih baik."

Alunan kicauan burung yang tengah bersenandung di luar diikuti dentingan panci yang beradu dengan lantai menelisik telinganya.

"Hati-hati, Gaku. Pancinya masih panas."

"Maaf Ryuu, tanganku tersengat ujung pancinya."

Tenn sedikit membuka pintunya, membuat celah kecil dengan kepala melongok ke arah dapur. Terlihat Ryuu berjongkok membersihkan  isi panci yang berceceran di lantai dapur, sedangkan pelaku kekacauan melanjutkan kegiatannya memasak lauk lain.

"Tidak masalah. Untuk memasak, serahkan padaku. Gaku membangunkan Tenn saja. Lagipula sebentar lagi lauknya sudah matang." Setelah membersihkan tumpahan panci, Ryuu mengambil alih masakan Gaku.

"Tidak perlu dibangunkan." ucap Tenn yang sudah duduk di meja makan membuat kedua rekannya menoleh bersamaan.

"Ah... Tenn, kau sudah bangun." Ryuu menoleh sambil tersenyum. "Apa badanmu mulai membaik? Aku membuatkan teh hangat dengan jahe untukmu." ucap Ryuu lalu menghampiri Tenn dan memberikan teh padanya.

"Begitulah. Terima kasih, Ryuu." terima Tenn  seraya jari mungilnya menggenggam gelas menyesap pelan teh buatan Ryuu. Rasa hangat menyelimuti leher hingga dadanya setelah meminum seteguk teh hangat buatan Ryuu yang menurutnya memiliki rasa yang lembut dengan tingkat kemanisan yang tepat. Seulas senyum tipis terbentuk di bibir merah ranumnya. Biasanya ia akan membuat coklat hangat untuk dirinya sendiri jika Ryuu tidak ada di asrama, tapi bubuk teh yang diseduh dengan air jahe yang hangat dan memiliki rasa pedas yang tidak mengganggu—

"Tidak buruk juga." gumam Tenn pelan.

Semangkuk nasi dengan beberapa lauk ditata rapi di depan Tenn. "Makanlah yang banyak, tubuhmu itu mudah lelah." saran pemuda berambut silver yang di balas dengan lirikan tajam dan menusuk dari Tenn.

"Kau berani mengaturku, uban jelek."

"K-kalian berdua tenanglah." Ryuu hanya bisa menenangkan Gaku dan Tenn sebelum mereka menghancurkan dorm dalam hitungan detik.

New Shoujo at TRIGGER (DISCONTINUE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang