𝐂hapter t𝐰𝐨

1.7K 96 3
                                    

Waktu telah berlalu, malam berganti menjadi pagi. awan nya tadinya gelap kini menjadi terang. cahaya mentari, sampai masuk ke celah setiap jendela. termasuk jendela kamar Mikel. Remaja manis itu terusik, akibat matanya tak sengaja terkena sinar mentari. Mikel berdesis tak nyaman, rasa sakit. terasa di sekujur tubuhnya.

Mikel mengerjakan matanya, menetralkan penglihatan nya serta kesadaran.

"Kenapa kok jadi di ikat begini?" Gumam Mikel, bingung. Ia lupa pada peristiwa kemarin. saat dirinya di perkosa oleh ayahnya sendiri, lebih tepatnya ayah tiri.
Mikel mencoba mengingat kembali apa yang terjadi.

Dadanya terasa sakit dan sesak, ketika Mikel berhasil mengingat kejadian kemarin.

"Brengsek."

Mikel tak tahu harus melakukan apa sekarang, selain menunggu bedebah itu pulang. Tangan serta kakinya masih terikat, begitu kencang dan kuat. Dapat dipastikan, ketika ikatan di kaki dan lengan nya dilepas, pasti akan ada bekas.

"Halo, babyboy.....sudah bangun ternyata."

Suara itu lagi.

Mikel memalingkan wajahnya, tak mau menatap Aksa. Lelaki bajingan yang telah menyetubuhinya. Menatap gorden lebih menarik perhatian Mikel, daripada wajah Aksa. Meski tampan, namun menjijikan.

Aksa duduk disofa yang ada didalam kamar Mikel. Ia tersenyum manis.

"Gimana keadaan kamu? Lonte saya sudah membaik kan? Hahaha." Aksa tertawa keras. Berbeda dengan Mikel, ia menatap penuh kebencian terhadap ayah tirinya itu. Tangan nya mengepal.

Jika tidak terikat, Mikel ingin sekali memukul wajah jelek itu sampai babak belur dan tak sadarkan diri. tetapi, kenyataan menghalangi keinginannya. Sebelum lengan nya mendarat di wajah lelaki brengsek itu. pastinya, Mikel yang lebih dulu terbaring di kasur dengan keadaan tak berdaya.

"Lepasin aku!" Teriak Mikel, seraya menggerakkan kaki serta lengan nya. menandakan bahwa ia ingin bebas. tak mau di ikat seperti ini. Ia bukan binatang liar, yang harus di ikat dalam sangkar.

"Semisalnya, saya tidak mau. bagaimana?" Aksa bertanya, dengan ekspresi yang menyebalkan menurut Mikel. alis nya naik turun. serta kedua lengan disilangkan depan dada.

"Lepasin! Ayah gila atau gimana?!"

"Iya, saya gila karna kamu. Saya gila karna bocah berusia 16 tahun. Karna kamu, Mikel. Karna kamu saya jadi seperti ini." Aksa bangkit, melangkahkan kakinya untuk mendekati Mikel.

Mikel merasa was was, ia kembali merasa bahwa dirinya terancam.

"Jangan mendekat!"

Teriakan Mikel tak di gubris oleh Aksa. Lelaki itu, justru merasa tertantang. Aksa suka ketika Mikel merengek kesakitan atau pun takut karena nya. Terutama ekspresi itu. Ekspresi tersiksa yang tersirat jelas di wajah Mikel. Sangat menggemaskan sekali. Aksa jadi semakin semangat untuk menyakiti Mikel jauh lebih sadis dan kejam dari sebelumnya.

Suara rengekan Mikel, bagaikan alunan musik yang wajib didengarkan setiap hari.

"Ayah emang udah gila!"

"Saya ngga peduli kamu mau menyebut saya gila atau apa. i don't care, Mikel."
Aksa menuruti apa yang Mikel mau. Ia melepaskan ikatan lengan serta kaki Mikel.

"Brengsek." Ucap Mikel. Mengatai Aksa. Aksa yang tak terima. Ia mencekik leher Mikel. Wajah Aksa begitu santai, berbeda dengan tenaga yang ia keluarkan untuk membuat Mikel tersiksa.

"L-lepasin...." Pinta Mikel terbata bata. Ia memegangi lengan Aksa, bermaksud untuk melepaskan cekikan nya.

"Makin ke sini, kamu makin kurang ajar ya? Belajar dari siapa? Dari ibu kamu yang gak berguna itu?"

Feel the OpiumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang