03.

67 18 4
                                    

"Arumi... Calm down," titah Grace sambil mencengkram bahu sang sahabat yang terlihat kacau; napasnya terpatah-patah seiring dada bergerak naik turun dengan tempo cepat, air mukanya keruh, dahinya mengkerut. Sumpah serapah lolos dari bibirnya, pun erangan kesakitan sebab kakinya berdenyut nyeri. Perempuan itu baru saja menendang ban mobilnya yang kempis dengan tenaga penuh.

Semua orang pasti pernah merasakan bad day setidaknya satu kali dalam satu hari mereka bukan? Tapi sepertinya Arumi Bachtiar punya sudut pandang lain. Hari buruknya dimulai ketika ia memergoki Galang berada di kasur dengan perempuan lain dan hari itu juga ia memilih untuk mengakhir hubungan mereka.

Arumi mengatakan kepada dirinya kalau dia akan baik-baik saja. Ia tidak boleh membuang waktu untuk berkabung, menangisi mantannya yang brengsek itu walau hatinya sedang terluka. Ia hanya perlu melupakan Galang dengan cara membuat dirinya sibuk dan hidupnya akan kembali seperti awal. Namun sekuat apapun Arumi mencoba untuk mengenyahkan wajah Galang dari pikirannya, ia akan kembali teringat senyum yang terpatri di wajah sang mantan, yang selalu membuatnya jatuh cinta lagi dan lagi ─dulu.

Hal itu tentu saja mempengaruhi waktu tidur Arumi dan juga moodnya selama bekerja yang kini menambah daftar kesialannya ─mungkin lebih parah. Siang tadi sang manager, Bu Dania, tiba-tiba memanggil Arumi untuk ikut dengannya masuk kedalam ruangan kerja.

"Jangan ditutup pintunya," perintah perempuan berusia lima tahun lebih tua ketika Arumi hendak menutup pintu. Arumi tidak menaruh curiga meskipun dari nada bicara saja seharusnya ia bisa menebak suasana hati managernya itu sepertinya sedang tidak baik.

Dan benar saja. Seperti disengaja agar didengar oleh staff lainnya, perempuan itu memarahinya dengan nada bicara yang cukup tinggi, ia meluapkan emosinya dan mencecar Arumi dengan perkataan pedas nan menusuk tanpa ampun. Alasannya karena managernya itu mendapat keluhan mengenai projek yang Arumi pegang, ada beberapa poin yang menurutnya jauh dari permintaan klien mereka.

Rupanya bukan hanya masalah projek saja yang disinggung oleh sang manager. Saat perempuan itu mengatakan kalau ia kerap menemukan Arumi tidak fokus di jam-jam waktu bekerja dan itu menjadi pengaruh terhadap kinerjanya yang menurun. Arumi hanya bisa terdiam, ia menunduk rendah. Dalam hatinya ia mengakui akan ketidak profesionalannya dalam bekerja di beberapa waktu kebelakang.

Arumi terima semua amarah perempuan itu. Lagipula bukan tempatnya untuk menyangkal apalagi menjelaskan alasan mengapa ia sering kali kedapatan tengah melamun di tengah-tengah waktu kerja. Tentu saja perempuan yang mendapat julukan granny oleh staff lainnya itu tidak tertarik dengan kisah sedih miliknya.

Sudah jelas sumber masalah adalah Arumi banyak menghabiskan waktunya untuk mengintip media sosial milik Galang. Memantau keseharian laki-laki itu.

Arumi tidak bohong jika hati kecilnya sedikit menaruh harap jika mantannya itu akan menunjukkan sebuah penyesalan. Kalau yang dilakukannya malam itu adalah tindakan ceroboh dan mengakhiri hubungannya dengan Arumi juga sebuah kesalahan.

Tapi sepertinya ekspektasi Arumi terlampau tinggi. Mantan pacarnya itu bertingkah seolah perpisahannya dengan Arumi bukan sesuatu yang harus ia pikirkan. Raut wajahnya tidak menunjukkan adanya rasa bersalah. Galang terlihat bahagia, ia bermain bersama teman-temannya, bersenang-senang dengan perempuan ─yang selalu berbeda di setiap kali ia melihat postingan Galang.

Yang membuat hati Arumi kian patah, ia melihat tangan Galang melingkar melewati bahu sempit sang perempuan dan ... mereka berciuman. Saat itu Arumi benar-benar dibuat jijik dengan perilaku Galang. Bagaimana bisa ia membiarkan Galang menciumnya dengan bibir kotor itu?

heart plus 2 [ jinrene ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang