Bab 5 - Aku Tidak Suka Esper

1 1 0
                                    

Kiana terdiam sejenak melamun, setelah mengetahui status Leon sebenarnya.

"Ada apa?" tanya Leon mendatangi Kiana yang termenung.

Apa yang aku pikirkan sih, kenapa juga aku harus pusing mikirin kalo dia esper. Lagian jika ingatannya sudah kembali, dia akan pergi pulang ke tempat asalnya juga, kan?

Kiana menatapi Leon yang tampak bingung. "Tidak apa-apa, aku hanya kepikiran sesuatu," jawab Kiana.

"Bagaimana menurutmu? Karena aku esper, apa kau tertarik padaku, kau juga seorang guide 'kan?" Leon yakin dia dan Kiana bisa berhubungan dekat karena mereka sama.

"Haaa ... aku mau memberitahumu. Jujur saja, sebenarnya aku punya pengalaman buruk dengan esper, jadi aku tidak menyukainya dan tidak pernah terpikir olehku untuk hidup bersama dengan seorang esper sama sekali." Kiana menjelaskan membuang wajahnya ke lain arah.

"Kenapa?" Leon bertanya wajahnya tampak sedih. Kau tidak akan kulepaskan. Lagi-lagi suara yang tidak tahu dari mana asalnya menggema di telinga Leon sehingga membuat pemuda itu kebingungan.

"Kau kenapa?" Kiana penasaran dengan tingkah Leon.

"Apa kau mendengar ada orang yang berbicara selain kita?"

Mendengar itu Kiana menggeleng, tidak mendengar suara apa pun.

"Ah begitu ya mungkin perasaanku saja." Leon menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Aku hanya ingin hidup dengan normal, aku pernah trauma pada sebuah kejadian di masa lalu." Kiana menutup wajahnya, Leon memasang wajah tanpa ekspresi, ia merasa sedih.

"Aku akan membuatmu menyukaiku." Leon yang telah tertarik pada Kiana sejak awal meyakinkan dirinya. Kiana terlihat tersenyum getir menanggapinya, apakah bisa ketika hatinya telah menjadi milik Rachel sejak awal. Pria biasa yang telah menjadi temannya sejak ia pindah ke desa ini.

BRUK!

"Kiana! Hei, kau kenapa?!" panik Leon, tiba-tiba Kiana jatuh tidak sadarkan diri di pangkuannya. Kemudian Leon yang panik terdiam menyadari jika Kiana tertidur pulas saat itu, kemampuannya saat meng-guide Leon membuatnya kelelahan, meskipun mereka sudah saling bertukar energi sebelumnya. Namun tubuh Kiana masih belum terbiasa dengan kemampuannya yang sudah lama tidak ia gunakan sama sekali.

Leon memutuskan membawa Kiana pulang dengan menggendong Kiana di pundaknya.
.
.
.

"Huwaaaa!"

Seorang gadis kecil menangis ketakutan, di tengah kobaran api besar dan di sekelilingnya tampak tergeletak mayat-mayat orang yang bersimbah darah. Di sana ada beberapa kerabat yang sudah tidak bisa tertolong.

"Hiks! Hiks!"

Gadis itu menangis sesegukan ketakutan dengan tubuh bergetar. Di tengah kobaran api itu seorang pria dewasa berjalan tanpa ragu sedikitpun, api tidak mempengaruhi dirinya.

Mata berkilat merah, dengan aura-aura berhamburan di sekelilingnya, membuat gadis kecil itu ketakutan, dan dengan sisa keberaniannya ia berlari menjauh.

Siapa saja, tolong aku.

Ia berlari tertatih-tatih dengan tidak beralaskan kaki saking ketakutannya, tidak perduli kakinya terluka akibat bara api yang ia trobos.

BRUK!

Gadis kecil itu terjatuh karena tersandung oleh kayu di depannya.

"Akh!" rintih gadis kecil itu ketika lehernya tiba-tiba dicekik oleh seorang esper yang kehilangan kendali atas dirinya karena terlalu banyak menggunakan kamampuannya.

DOR!

DOR!

Suara tembakan dari seorang esper yang juga tiba-tiba muncul dari balik api, kepala esper yang tengah mengamuk itu langsung tertembus oleh peluru kuat yang bisa menembus pelindung miliknya.

Cengkraman pada leher sang gadis kecil pun terlepas, ketika esper yang tengah mengamuk itu berhasil dibunuh dengan dua tembakan.

"Uhuk! Uhuk!" gadis itu mengambil nafas kasar, karena cengkraman kuat di lehernya tadi.

Sesaat sebelum ia tidak sadarkan diri, gadis itu melihat bayang-bayang dari pria muda yang mungkin sedikit lebih tua darinya.

"Terima kasih." Gumam gadis kecil berakhir dengan tidak sadarkan diri pada akhirnya.

Meskipun tahu ia ditolong oleh seorang esper muda, tetapi pembunuhan yang berada tepat di depan matanya. Membuatnya menjadi sangat trauma untuk beberapa waktu, ia bahkan sampai memerlukan perawatan khusus untuk membuatnya tetap tenang ketika berhadapan dengan esper.

Ketika melihat esper gadis muda itu berakhir dengan berteriak ketakutan dan menangis. Kejadian pembunuhan berdarah, merusak mentalnya yang saat itu masih terlalu kecil. Belum lagi ada kerabatnya yang mati dalam kejadian itu. Nenek dan kakeknya.

Akhirnya demi kebaikannya, orang tua gadis kecil tersebut membawanya pindah ke sebuah desa yang penduduknya memilih menjadi orang normal dan menjalani hidup dengan baik jauh dari pertarungan. Itu adalah cerita masa lalu Kiana di masa mudanya. Tepat ia berumur 7 tahun.

10 tahun kemudian saat ia beranjak dewasa Kiana yang tahu jika dirinya adalah seorang guide mencoba bekerja di sebuah serikat petualang dan menjadi guide di serikat tersebut.

Perlahan Kiana mulai bisa berbaur kembali dengan para esper, meskipun dirinya tidak bisa tertarik pada mereka karena masih terbayang-bayang dengan masa lalunya.

Setelah bekerja selama 6 bulan di sana, Kiana memilih untuk berhenti dan kembali ke desa. Kiana yang hanya seorang guide kelas C merasa tidak cocok dengan pekerjaan menjadi guide karena menurutnya itu terlalu menguras tenaganya, apalagi terkadang ia harus meng-guide esper yang berada ditingkat atas berbeda dari levelnya. Itu membuat Kiana kelelahan mental, karena kekuatan gelap yang terkumpul di tubuh esper yang terlalu banyak menggunakan kekuatannya membuat energi gelap banyak berkumpul dan itu yang akan membuat esper mengamuk jika tidak cepat dipulihkan.

Mulai saat ini, aku tidak akan menjadi guide lagi, setidaknya aku bisa menghilangkan traumaku, dan bisa menghargai esper yang sudah menolongku waktu itu, karena dirinya aku berusaha untuk tidak membenci esper dengan sungguh-sungguh. Walaupun pada akhirnya, aku tetap tidak suka dengan mereka juga. Tapi, aku akan tetap menghargai perjuangan mereka yang menjaga kedamaian dunia ini.

Hari itu Kiana meninggalkan serikat petualang dan kembali ke desa di mana ia bisa menjadi orang biasa di sana.
.
.
.

Perlahan Kiana membuka matanya. "Kau baik-baik saja?" seorang pria duduk di sampingnya di pinggir sebuah sungai.

"Aku di mana?" tanya memijat dahinya, baru saja ia bermimpi tentang masa lalunya.

"Kau mengigau tadi," ujar Leon. "Apa kau bermimpi sesuatu?"

"Ya, seperti itulah."

"Kau baik-baik saja, kan?"

"Aku tidak apa-apa, aku hanya kelelahan saja karena tidak terbiasa menggunakan kemampuanku." Jelas Kiana. "Oh iya, kenapa kita tidak balik saja ke rumah?" tanya Kiana.

"Itu ... aku tidak tahu jalan pulang." Leon mencoret-coret tanah dengan ranting pohon sambil berjongkok.

Kiana menepuk jidatnya. "Astaga." Kemudian Kiana melihat sekelilingnya. "Ayo, ikuti aku!" Kiana berdiri dan langsung berjalan. "Kita harus segera sampai di rumah sebelum malam. Aku tidak ingin kita bertemu binatang buas lagi."

"Kautahu jalan pulang?"

"Tentu saja, percaya padaku." Kiana berucap yakin.

Takdir Cinta Sang EsperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang