Only You

21 4 0
                                    




Evan tahu jika sejak dulu Nova memiliki wajah yang manis, dan membuat Evan menahan gejolak yang ia simpan bertahun-tahun. Namun, malam ini pria tampan itu dikejutkan oleh penampilan Nova yang begitu memukau. Hari ini wanita itu berani sekali menampilkan bahu mulusnya. Gaun bermanik biru laut mampu membungkus indah lekuk tubuhnya, dan yang membuat Evan terpesona ia tidak tahan dengan bibir manis yang terpoles lipstik merah dengan sempurna. Terakhir, rambut panjang yang ia ikat biasa ke belakang, menambah kesan manis dan membuat Evan menahan diri untuk bisa merasakan bagaimana menyisir rambut itu. Sungguh, ia tidak ingin gegabah melakukan hal-hal diluar dugaan. "Duduklah," ujar Evan dingin, tetapi pandangannya tidak pernah lepas memandang wanita di depannya ini.

"Ehm, baiklah," balas Nova berusaha menekan rasa cemasnya. Wanita itu seanggun mungkin duduk. Ia tahu jika Evan sedang menatapnya dengan dingin. Ya Tuhan, bisakah pria di depannya ini berhenti menatapnya!  Omel Nova dalam hati.

"Kau ingin makan apa?" tanya Evan tiba-tiba saja ia memberikan buku menu kepada Nova. Manik hitam itu masih menatap lekat Nova.

Nova lalu menerima buku menu itu, ia lalu membukanya dan sontak ia merasa dagunya akan jatuh karena terkejut dengan harga menu di restoran ini tidak masuk akal. Nova lalu menatap Evan. "Apa kau yakin, kita makan malam di sini?" bisik Nova seraya menghela napas.

Evan menatap datar Nova lalu ia mencondongkan badannya untuk mendekat ke wanita itu. "Tidak usah merisaukan hal yang tidak penting," balas Evan dengan suara serak. Sedangkan Nova sempat tegang karena pria itu mendekat, tetapi ia bisa menguasainya dengan mendengus. "Baiklah, jangan terkejut jika aku menghabiskan banyak makanan di sini," jawab Nova sinis.

"Tidak masalah, aku tidak akan bangkrut hanya karena kau makan banyak di sini," balas Evan sombong. Memang kenyataannya, Evan bahkan sanggup membeli tempat ini jika Nova menginginkannya.

"Dasar sombong," cibir Nova dan hanya dibalas Evan dengan tatapan datar. Evan tidak menanggapi cibiran Nova, pria tampan itu hanya menatap datar Nova.

"Ehmm, sepertinya aku pesan spaghetti fettucini dan segelas air mineral saja," ungkap Nova, pada akhirnya ia lebih memilih menu yang lebih murah, meskipun baginya tetap mahal, tetapi setidaknya masih masuk akal.

"Apa kau yakin? Tidak ada yang lain?" tanya Evan memastikan, karena baru beberapa detik yang lalu, wanita mungil ini mengatakan ingin makan malam yang banyak.

"Tentu saja, aku masih punya hati untuk tidak membuatmu bangkrut," jawab Nova tegas, tentu saja alasanya karena ia ingin menjaga sikap agar terlihat lebih anggun di depan Evan.

Evan tidak berkomentar lagi, segera ia menekan bel untuk memanggil pelayan.

Hingga tidak lama kemudian, pelayan datang. "Selamat malam Tuan dan Nona, sudah memutuskan akan memesan menu apa?" tanya pelayan itu sopan.

"Dua spaghetti fettuccine, cokelat hangat dan Americano," ucap Evan dingin, dan pelayan itu mengangguk paham. Dan akhirnya pelayan itu pergi dengan menundukan badan.

"Bagaimana kau tahu aku suka cokelat?" cercar Nova, sungguh ia tidak mengerti pria di depannya ini.

Evan tidak menjawab dan merespon, pria itu hanya menatap Nova, merekam kecantikan Nova yang akan ia ingat selamanya.

"Baiklah jika tidak ingin menjawab. Jadi apa yang ingin kita bahas Tuan Evan," lanjut Nova dengan nada sinis.

Evan lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Nova, hingga membuat wanita itu sesaat menahan napas. Ya Tuhan, bahkan Nova masih ingat dengan jelas aroma pria ini.

"Kau itu kenapa berisik sekali," ujar Evan dalam, ia sedikit menarik sudut bibirnya sambil mengusap kepala Nova pelan. Setelah itu ia memundurkan badannya dan menikmati reaksi Nova yang masih menegang.

Sedangkan Nova masih termangu melihat apa yang barusan Evan lakukan. Sungguh, kenapa pria ini sedikit berubah dan itu membuat hatinya sedikit goyah. Bagaimanapun pria di depannya ini adalah sosok yang pernah membuatnya gila.

"Bukan urusanmu." Nova lalu memalingkan wajahnya ke arah jendela. Ia mencoba untuk tidak terpesona, meskipun itu sangat mustahil.

"Nova...Lihat aku," panggil Evan lembut, kali ini tiba-tiba saja tatapannya berubah menjadi sendu.

"Ma-,"

Tiba-tiba saja suara pintu terbuka, menandakan pelayan datang sambil membawakan pesanan mereka.

"Permisi tuan dan nyonya," sapa pelayan itu ramah.

"Dua spagethi fettucine, secangkir cokelat hangat, dan Americano." Pelayan itu menata makanan dan minuman secara rapih.

"Dan ini Red Wine yang kami berikan sebagai bonus untuk pelanggan VIP tuan. Selamat menikmati malam ini," lanjut pelayan itu sopan kemudian ia meninggalkan Nova dan Evan masih dalam keheningan.

"Hmm, Evan. Tadi kau ingin mengatakan apa?" Nova tidak tahan dengan kalimat yang tadi terjeda karena kedatangan pelayan.

Evan tidak menatap langsung menatap wanita di depannya. Seketika ia merasakan keringat mengalir dalam tubuhnya. Dan entah kenapa ia mendadak merasakan mual.

"Evan, kau kenapa?" tanya Nova panik, pasalnya wajah Evan mendadak sangat pucat.

Evan mencoba menghela napas pelan. "Maaf aku ke toilet sebentar," jawab Evan cepat kemudian ia pergi meninggalkan Nova dalam kebingungan.

---

"Hueekkk..." Evan langsung memuntahkan semuanya. Kemudian ia membasuh wajahnya dengan air, sejenak ia menatap cermin dan terlihat wajahnya begitu pucat dan sangat tertekan. Kenapa di saat seperti ini, kenapa harus tiba-tiba teringat dengan masa lalu yang tiba-tiba membuatnya teringat. Sungguh waktunya sangat tidak tepat, kenapa harus sekarang? Kenapa juga harus di hadapan Nova?

Apakah Evan tidak siap respon apa yang akan Nova berikan padanya. Sebaiknya besok ia harus menemui Dr. Peter untuk konsultasi lagi. "Astaga, sebenarnya sampai kapan ini berakhir," desah Evan merasa frustasi dengan mental yang ia alami sampai sekarang. Sekali lagi ia membasuh wajahnya dengan air, ia tidak ingin Nova menunggu lama.

"Nova, maaf membuatmu lama menungg-" ucapan Evan terjeda kala melihat Nova berdiam tanpa mengeluarkan ekspresi apapun.

"Nova..." panggil Evan pelan, lalu pria itu duduk berjongkok di depan Nova.

Nova lalu menatap Evan dengan wajah semerah tomat. "Evan... kenapa kau lama sekali, uh," cercar Nova memandang Evan sayu.

Evan lalu menatap gelas Nova, dan benar wanita ini sudah setengah mabuk. "Kau minum berapa kali Nova?" tanya Evan dingin, entah kenapa ia tidak suka melihat Nova mabuk, apalagi jika membayangkan Nova mabuk tanpa dirinya.

"Eh, memang kenapa? Jarang sekali aku minum red wine seenak dan semahal ini. Hihi." Nova mulai cekikikan tidak jelas, wajahnya semakin merah dan tatapannya begitu sayu.

"Nova. Aku akan mengantarmu pulang," ucap Evan akhirnya, mau bagaimana lagi.

"Tidakkk... Aku masih ingin bersamamu Evan, kau tahu aku begitu merindukanmu selama kita tidak bertemu," racau Nova dan suaranya semakin terisak. Dan tidak sadar ia pun menangis dalam pelukan Evan.

Evan yang melihatnya langsung berjalan menuju Nova dan langsung saja memeluk wanita itu erat. "Me too Nova. Only you in my mind," gumam Evan sembari mengecup kening Nova.

-----

-----

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Reach YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang