Try To Forget You

19 3 0
                                    




Hal yang paling menyakitkan mengenai cinta adalah, ketika kita mencintai seseorang dengan tulus tetapi kenyataanya orang itu tidak pernah mau melihat kita. Dan situasi inilah yang dialami Nova saat ini. Sudah biasa ia ditolak oleh pujaan hatinya. Namun, kali ini apa yang dilakukan Evan membuat Nova merasakan sakit yang luar biasa.

"Sudah kukatakan berulang kali, lupakan pria brengsek itu!" seru Audrey yang saat ini sedang berusaha menghibur sahabatnya, yang sudah lebih dari satu jam menangis.

"Eva..n..jahat sekali.." isak Nova mengusap kasar air matanyaa.

"Hari ini ulang tahunnya, dan aku sengaja memberikan hadiah istimewa. Tapi..," jelas Nova gamblang, dan ia tidak sanggup melanjutkannya.

"Tapi, kenapa? Katakan padaku," desak Audrey menatap tajam Nova. Sudah cukup ia kali ini Nova harus tahu jika apa yang dilakukannya hanya membuang waktu.

Nova kembali menyesap Vanilla Sweet Cream Cold Brew, "Dia membuang hadiahku, tepat di depan mataku," ucap Nova dalam satu helaan napas.

"Haa!! Apa dia sudah gila, kau di sini saja. Biar kumaki dia-"

"Jangan, kumohon Audrey," cegah Nova seraya mencekal tangan Audrey.

"Kenapa? Kenapa, kau masih membela si brengsek itu!" geram Audrey, lalu sedetik kemudian ia menatap sahabatnya dan kembali duduk.

"Nova, kau tahu kan aku sangat menyanyangimu. Aku tidak ingin kau membuang-buang waktumu untuk pria seperti Evan. Percayalah padaku, masih banyak pria yang menantimu." Audrey mengelus punggung sahabatnya dengan sabar.

Nova lalu terdiam sebentar, dan mencoba mencerna ucapan Audrey. Dan haruskah ia berhenti? Ya, mungkin ia harus mencobanya meskipun belum seratus persen berhasil.

"Hmm, mulai sekarang aku akan mencobanya," jawab Nova pelan, meskipun ada keraguan dalam hatinya.

"Nah, itu baru sahabatku. Ayo kita makan enak hari ini. Aku yang akan traktir." Audrey langsung mengamit lengan Nova, dan akhirnya mereka meninggalkan Starbuck.

---

"Mau sampai kapan kau mengamati benda itu?" tanya seorang pria yang berdiri dengan tangan bersedekap.

"Aku sudah sangat menyakitinya," gumam pria itu pelan, manik legamnya tidak pernah lepas dari benda itu.

"Bukankah itu keinginannmu? Evan kau tidak seharusnya seperti ini." Pria itu lalu duduk di sebelah Evan, sungguh ia tidak mengerti jalan pikiran Evan. Sedangkan Evan hanya terdiam, dan masih menatap sendu benda itu.

"Hmm, aku hanya tidak ingin ia menderita jika tahu ia bersamaku," lirih Evan, dan pada akhirnya ia memang berhasil membuat gadis itu membencinya. Akan tetapi entah kenapa dalam hatinya, ia merasa menderita sendiri membuat gadis itu menjauh darinya. Namun, ini sudah menjadi keputusannya sejak dulu.

"Apa kau yakin? Well aku berharap gadis itu bisa mendapatkan pria yang lebih layak darimu," komentar pria itu sambil melirik sinis Evan.

Tanpa Evan sadari, tangannya menggegam erat barang itu. Entah kenapa ia tidak suka mendengar jika Nova seandainya bersama dengan pria lain. "Hmm, kuharap seperti itu." Evan berucap dengan nada yang tertahan.

"Kau tidak cemburu jika Nova menjadi milik orang lain?" pria itu sengaja memancing Evan, ia sudah geram melihat sikap Evan yang seakan membenci gadis itu. Pria yang rumit, gumamnya.

"Entahlah, yang jelas aku harus meninggalkan kota ini. Setelah lulus," jelas Evan, kemudian ia berdiri dari sofanya, menyeduh kopi hitam untuk mendinginkan pikirannya.

"Apa kau yakin untuk melepasnya?" tanya pria itu hanya sekedar meyakinkan.

Evan hanya menghela napas. "Entahlah Ed, aku bahkan tidak tahu." Evan memandang ke luar balkon. Semuanya terasa rumit, sejak kejadian dulu Evan benar-benar harus membentengi dirinya sendiri.

"Berhenti untuk menyalahkan dirimu sendiri. Jika memang ini ada hubungannya dengan peristiwa dulu." Edward berusaha menasihati sahabatnya sejak SMA itu.

Evan menggeleng pelan, "Lebih baik seperti ini saja." Evan tetap pada pilihannya.

Drtt...

Ponsel Evan bergetar hingga membuatnya mengalihkan pandangan, dan membuka pesan di ponselnya.

'Bisa kita bertemu? Aku mohon, untuk yang terakhir kalinya. Aku tunggu kau di taman kampus.' 

"Nova," gumam Evan pelan, sehingga membuat Edward menoleh ke arahnya.

"Ada apa?"  tanya Edward penasaran.

"Tidak, aku harus pergi ke suatu tempat," balas Evan lalu ia pergi meninggalkan Edward dengan wajah bertanya-tanya.

---

Sudah beberapa menit yang lalu Nova menunggu Evan di taman, dan sejenak gadis mungil itu memandang langit yang sudah berawan sejak tadi. "Sepertinya akan hujan, hmm dan memang aku harus mengakhiri ini semua." Nova mendesah dan merasakan hatinya tidak karuan. Dan kali ini ia memantapkan untuk melupakan Evan, toh jika berjodoh ia dan Evan akan tetap bersatu. 'Astaga, bahkan di sela-sela ingin melupakannya aku masih berharap lagi'

"Sial, kenapa jatuh cinta begini rasanya. Huft," gerutu Nova yang sejak tadi memikirkan Evan.

"Bahkan langitpun ikut mendung, seperti hatiku,"monolog Nova meratapi nasib percintaanya. Sedari tadi ia berbicara sendiri, sekedar untuk menyemangati dirinya sendiri. Hingga tatapannya mengarah ke arah pria yang ia tunggu selama ini. Pria yang akan ia lupakan. Astaga bahkan sampai saat ini Nova tidak tahu di mana celah seorang Evan Horran. Bahkan sampai detik ini pria itu masih sangat tampan.

"Evan," panggil Nova lirih, kali ini ia tidak bersikap seperti biasanya. Sedangkan Evan masih menatap datar. "Ada apa kau memanggilku," jawab Evan masih datar.

Nova hanya menatap sendu pria yang selama ini membuatnya hilang akal, pria yang membuatnya merelakan hatinya sepenuhnya. "Aku ingin bicara sebentar, hanya minta waktumu 5 menit saja." Nova mencoba mengulum senyum dan menahan rasa sesak di dada. Namun, tanpa gadis itu sadari, Evan mengepalkan kedua tangannya. Pria itu seakan menahan sesuatu, dan ia tahu jika inilah waktunya untuk saling melepas. 'Untuk sementara seperti ini dulu saja'

Untuk beberapa menit mereka masih dalam keheningan, dan saling berkecambuk dengan pikiran mereka masing-masing. "Aku ingin minta maaf." Suara Nova memecah keheningan di antara mereka. Evan yang tersadar dari pemikirannya, langsung menatap mata mungil itu.

Nova mencoba menghela napas lagi. "Aku minta maaf dengan segala tindakanku yang merugikanmu, dan menganggumu," lanjut Nova dengan suara terbata-bata. Entah kenapa saat ini ia malah kesulitan mengunggkapkan apa yang ia rasakan. Tidak seperti biasanya, seperti ia mengejar-ngejar Evan. Tetapi untuk kali ini, lidahnya seakan kelu untuk melanjutkan kalimat. Sedangkan langit semakin gelap dan gerimis mulai turun.

"Mulai sekarang aku akan mencoba untuk melupakanmu, dan akan pergi dari hidupmu." Nova akhirnya berkata dengan tegas, dan tanpa ada keraguan.

Dan tidak lama kemudian hujan deras turun, sedangkan mereka berdua masih berdiri di tempat masing-masing yang saling berhadapan. Tubuh mereka sudah basah karena air, dan mereka seolah tidak peduli dengan itu.

"Apakah aku bisa melepasmu?" gumam Evan pelan yang pastinya tidak akan didengar oleh Nova karena suara hujan yang menghalangi.

Reach YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang