Takdir yang Disengaja

34 3 0
                                    

Can't forget  your smile.

Pernahkah kalian percaya dengan namanya takdir? Seperti peristiwa yang tidak bisa diterka? Atau kejadian yang diluar logika manusia. Namun, apakah pertemuan yang kembali terjadi ini adalah sebuah takdir? Dipertemukan lagi oleh orang yang dicintai setelah sekian lama  mencoba untuk melupakkan, adalah hal yang sangat berat. Seperti situasi yang saat ini sedang wanita mungil ini alami.

"Evan?" ucap Nova akhirnya, setelah merasakan lidahnya terasa kelu beberapa menit. Pria yang selama ini membuatnya gila, dan memutuskan untuk melupakkannya. Namun, kenyataanya Nova sendiri belum bisa melupakkan cintanya. Bahkan sekarang tatapan mereka bertemu setelah sekian lama. Wajah dinginnya masih sama seperti dulu, dan sialnya ia semakin tampan dan memesona.

"Long time no see," ucapnya dengan suara serak, sehingga membuat Nova tersadar dari lamunannya.

"Eh? Bagaimana bisa kau-?" tanya Nova dengan sedikit gagap. Sedangkan Evan, menarik sudut bibirnya sedikit melihat Nova yang tidak pernah berubah sejak dulu. Evan kemudian bergerak mendekati Nova, dan tetap berusaha bersikap dingin dan datar.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Evan datar, setelah sekian lama tidak bertemu, hanya pertanyaan itu yang sanggup Evan keluarkan dari pikirannya.

Sedangkan Nova yang masih terdiam dan berdiri di tempat, tidak bergerak sedikitpun. Rasanya seperti mimpi, bertemu pria di depannya ini. Mimpi yang selama ini ia kubur dalam-dalam. Nova lalu berusaha mencubit pipinya keras, meyakinkan ini bukan mimpi. "Aw," ringisnya pelan, dan ternyata benar ini adalah kenyataan.

"Ini bukan mimpi Nova," ujar Evan menatap lekat Nova, menjawab apa yang dirasakan Nova saat ini, dan kenyataanya memang ini adalah pertemuan yang nyata.

Nova lalu berusaha mengatur napasnya, dan menghela dengan pelan. "Kabarku baik, dan tentunya bahagia," jawab Nova beruasaha bersikap baik-baik saja. Meskipun kenyataanya, wanita mungil itu masih beberapa persen di tahap untuk melupakkan pria yang sekarang ini ada di depannya.

"Benarkah kau bahagia?" tanya Evan mencondongkan wajahnya sehingga bisa melihat jelas wajah mungil itu, meskipun harus membungkuk karena perbedaan tinggi mereka yang begitu jauh.

Nova terkejut sehingga memundurkan tubuhnya. 'Astaga, kenapa dia semakin tampan' batin Nova yang berteriak. Aroma Evan juga tidak berubah sejak dulu, dan Nova hapal betul itu. Seakan tidak ingin terlarut lebih lama lagi, wanita itu langsung menenggakan dagunya. "Tentu saja, kau tidak lihat aku semakin cantik bukan?" ucap Nova dengan percaya diri. Peduli setan jika Evan masih menganggapnya aneh.

"Kau memang cantik sejak dulu Nova," balas Evan berusaha menahan senyumnya dan tetap mempertahankan wajah datarnya.

"Kenapa kau baru sadar sekarang? Ah, kau menyesal karena berkali-kali menolakku bukan?" Nova menatap manik legam yang selama ini ia rindukan itu dengan sedikit tegas, meskipun tidak bisa menahan rona merah pipinya. Sedangkan Evan masih menatap datar Nova. "Tidak juga," balasnya singkat yang membuat Nova memincingkan kedua matanya.

"Sebenarnya, ada apa kau memanggilku ke sini?" tanya Nova tegas, ia tidak ingin terlarut lagi oleh pesona Evan Horran lagi, meskipun sejak tadi ia tidak bisa menahan debaran hebat sejak tadi.

"Apa kau tahu sekarang kita akan sering berhubungan?" ucap Evan gamblang.

"Hubungan apa?" tanya Nova pura-pura bodoh, biar saja ia sesekali membuat pria ini sedikit kesal.

"Memangnya kau mengharapkan hubungan yang seperti apa?" tanya Evan mencoba membalikkan pertanyaan.

Nova mendengus, karena sampai sekarang ia tidak pernah mengerti jalan pikiran Evan.

"Tidak ada harapan lagi diantara kita Tuan Evan," balas Nova kesal, astaga sebenarnya apa yang diinginkan pria ini.

"Benarkah? Itu artinya selama kita tidak bertemu, kau masih mengharapkannku," goda Evan tetap dengan wajah datarnya. Sejenak ia menikmati ekspresi Nova yang entah sekarang baru ia sadari, jika ekspresi itu menggemaskan.

"Sebenarnya apa yang ingin kau bicarakan, dari tadi kau terus bicara yang tidak-tidak," geram Nova seraya menatap Evan tajam.

"Kau saja yang membuatnya rumit. Aku hanya ingin mengatakan jika kita ke depannya akan saling berkomunikasi," jelas Evan masih menatap Nova dengan lekat.

Nova hampir saja tersedak oleh ludahnya sendiri, mendengar ucapan Evan yang menurutnya tidak penting. Jika memang hanya ingin mengatakan itu, kenapa pria ini  harus menyuruhnya datang ke kota ini. Apa memang pria ini sengaja mempermainkannya.

"Kenapa kau harus repot-repot menyuruhku datang kemari," decak Nova mendengus sebal.

"Apa kau lupa jika aku pemilik perusahaan ini," ucap Evan tidak mau kalah.

Nova menatap sinis pria yang sempat membuatnya tergila-gila. "Jika tidak ada lagi yang ingin kaubicarakan lagi, aku harus kembali bekerja," ucap Nova galak. Namun, ketika wanita mungil itu berbalik, tiba-tiba saja tangannya dicekal pelan oleh Evan, sehingga membuat wanita itu terkejut.

"Kenapa lagi?" suara Nova sedikit terbata. Dengan pelan, tangan Evan mengusap sudut bibir mungil Nova. "Ada noda cokelat di sudut bibirmu," ucap Evan pelan suaranya nyaris berbisik.

Secepat kilat ia melepaskan tangan Evan. "Kau aneh sekali," sergah Nova lalu ia berlari kecil meninggalkan Evan yang termangu menatap kepergian Nova.

"Ya, aku memang aneh, karena sengaja mengubah takdir untuk memilikimu," gumam Evan yang pastinya tidak akan pernah Nova dengar.

---

Sedangkan Nova, yang baru saja keluar dari ruangan Evan berusaha menetralkan jantungnnya, tangan mungilnya mengelus dadanya pelan. "Astaga, mimpi apa aku semalam bisa bertemu dengannya, setelah sekian lama," gumam Nova masih terkejut dengan kejadian tadi. Nova langsung pergi meninggalkan tempat itu, dan sepertinya ia butuh cokelat hangat lagi untuk menetralkan jantungnya.

"Bagaimana?" tanya Lalita tanpa basa basi, sehingga membuat Nova menekuk wajahnya. Jujur saja, salah satu sifat Lalita yang Nova tidak sukai, selain berisik, manajernya suka sekali ingin tahu hal-hal pribadi orang lain. "Bagaimana apanya?" tanya Nova ketus, ia langsung saja duduk di kursi kerjanya. Membuka iMac-nya untuk mengecek email yang masuk. "Sudah kuduga, kau pasti memiliki hubungan dengan bos baru kita," kejar Lalita yang rasa ingin tahunya melebihi paparazi.

"Aku harus bekerja sekarang Lalita, kau tahu kan?" Nova berusaha menahan emosinya menghadapi Lalita. Sungguh hari ini suasana hatinya tiba-tiba saja berubah tidak enak, dan saat ini ia menjadi tidak bersemangat lagi.

"Baiklah, aku tidak akan menganggumu lagi," ujar Lalita karena melihat wajah Nova yang tiba-tiba saja berubah menjadi masam.

Seketika Nova langsung menghela napas lega, melihat Lalita yang sudah kembali ke meja kerjanya.

"Bagaimana caranya menghadapi pria itu lagi," desah Nova yang menatap kosong layar komputernya. Sungguh kejadian ini diluar dugaan Nova, bahkan yang lebih gilanya lagi jika Evan adalah pemilik perusahaan yang selama ini tempat ia bekerja. Bagaimana bisa ia tidak tahu siapa bosnya. Jika sudah seperti ini bagaimana bisa ia melupakan pria itu?
----
Niatnya move on eh balik lagi dah

 Jika sudah seperti ini bagaimana bisa ia melupakan pria itu?----Niatnya move on eh balik lagi dah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Reach YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang