New Life

20 4 0
                                    




I miss all about you.

----

Canada, 2020

'Mulai sekarang aku akan mencoba untuk melupakanmu, dan akan pergi dari hidupmu.'

Kring...Kring...

Suara alarm membangunkan mimpi seorang pria yang masih terbelunggu oleh masa lalunya. Ke dua manik legam itu terbuka pelan, pandangannya ke arah langit-langit kamar. Sampai sekarang, kalimat itu masih menguasai hidupnya, bahkan membuat hidupnya terasa sesak dan sepi. Hatinya mulai terasa resah selama 4 tahun belakanngan ini. Memang semuanya ia sendiri yang merencanakkan. Namun, keadaan pada kenyataanya ia tidak bisa melepasnya. "Bahkan suaramu masuk dalam mimpiku," desahnya lalu ia segera bangun dari tempat tidurnya, setelah mematikan alarm.

Aktivitasnya pertama di pagi hari setelah bangun adalah, melihat beberapa jadwal kerjanya hari ini melalui iPad.

Drtt..drt... getaran ponselnya membuat pria itu mengalihkan pandangannya dan segera menekan tombol hijau.

"Evan? Kau sudah bangun?" ucap seseorang di panggilannya.

"Jika belum bangun, aku tidak mungkin menerima panggilanmu," jawab Evan datar. Sedangkan terdengar helaan napas dari panggilanya.

"Apa kau mau kujemput?" tawarnya.

Evan lalu berjalan menuju balkon apartemennya, menatap langit biru yang terlihat begitu cerah. "Tidak perlu, aku naik bus saja, seperti biasa."

"Bakiklah, seperti biasa. Aku sudah menyiapkan pakaian kerjamu. Sampai jumpa di kantor."

Setelah menutup panggilannya, pria tampan itu segera bersiap untuk pergi ke perusahaan.

Tidak membutuhkan waktu yang lama, Evan sudah selesai bersiap. Hari ini ia hanya memakai kaus polos putih dan celana jins saja, tidak lupa memakai masker dan topi hitam demi menutupi identitasnya ketika ia berada di dalam bus. Ya, Evan memang sampai saat ini masih suka menggunakan kendaraan umum, meskipun ia seorang pemimpin perusahaan milik ayahnya. Tidak banyak yang tahu tentang Evan, karena pria pemilik tinggi 180cm ini jarang sekali terkespos di media. Sampai saat ini banyak hal yang pria itu tutupi dan tetap membangun bentengnya sendiri.

---

Dengan langkah tegap Evan memasuki kawasan perusahaanya. Para pegawainya tentu sudah hapal dengan penampilan direkturnya, meskipun banyak yang bertanya-tanya kenapa Evan tidak pernah menaiki sebuah mobil mewah dan malah memilih kendaraan umum.

"Selamat pagi tuan Evan," sapa wanita berambut blonde yang menampakkan bibir merahnya akibat lipstik yang ia kenakan.

Dan seperti biasa, Evan hanya mengangguk singkat tanpa menjawab sepatah katapun.

"Astaga, masih seperti biasa ya. Sedingin gunung Everest," gumam Pamela pelan.

"Kau terlambat satu menit," ujar pria jangkung berwajah Asia Kanada dengan raut wajah sedikit khawatir, sambil menyerahkan paper bag yang berisi pakaian kerja Evan.

"Satu menit, tidak akan membuatku miskin Edward," jawab Evan ketus, lalu mengambil paper bag miliknya.  hanya mendegus kecil, sudah bisa menebak ekspresi dan jawaban Evan.

Setelah beberapa menit berganti pakaian Evan mulai duduk di kursi kerjanya, "hari ini bagaimana dengan kerjasama kita dengan penulis baru itu?" tanya Evan yang sudah sibuk dengan komputernya. Perusahaan milik ayahnya bergerak di bidang penerbitan dan iklan. Banyak sekali penulis yang menjadi terkenal, di bawah naungan perusahaan miliknya.

"Hmm, seperti yang kau tahu. Bukunya meningkat 30% dan tentunya mereka sangat menyukai merchandise yang kita bikin," jelas Edward yang sudah empat tahun menjadi sekretaris Evan.

Reach YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang