Januari 20xx

314 18 2
                                    


“AZKA, PR FISIKA. TOLONG, AKU BELUM NGERJAIN” pagi-pagi sudah dapat sarapan suara dari Swara saja

Aku menghela nafas pendek “udah Ra, ambil sendiri sana di tas. Aku belum makan dari pagi”

Yang kulihat hanyalah Swara yang buru-buru menyalin semua jawabanku ke dalam bukunya bagaikan mesin fotocopy. Aku tidak pernah mempermasalahkan Swara yang terus-terusan mencontek. Tetapi terkadang aku tidak tahan dengan suaranya yang lantang dan jokesnya yang garing habis.

“kamu the best deh Ka” Swara tersenyum kepadaku

Sedangkan bulu kudukku merinding melihatnya tersenyum kepadaku. Tetapi hari ini mataku tidak dapat menangkap seseorang satu lagi yang selalu mengkacaukan gendang telingaku. Tak lain dan tak bukan adalah Jangkar. Tumben sekali anak itu tidak mengikuti Swara mencontek PR-nya

“Ra, Jangkar mana? Kok kamu nulis 2 buku sih?” tanyaku kepadanya

Swara menggaruk punggung kepalanya yang sepertinya tidak gatal itu “si Jangkar telat. Ini aku nyalinin PR-nya. Katanya nanti dapet bakso sama es teh”

Aku menggeleng pelan ketika melihat bodohnya Swara yang mudah banget disogok bagaikan anak kecil yang polos. Mungkin dia akan hilang jika ada seorang penculik yang menawarkan makan mie ayam dengan toping ayam segunung.

“Haduh pak Bambang kalau ngasih hukuman gak ngotak” keluh Jangkar ketika sudah duduk di kursi kelasnya

Swara tertawa ketika mendengar ocehan dari sang sahabat “kalau gak ngotak berarti ngebulat HAHAHA”

Sesuai dugaanku tom and jerry ini tidak ada habis-habisnya. Dan pada akhirnya aku menjadi penengah bagi mereka semua kembali. Guru fisika telah datang, Swara dan Jangkar segera mengakhiri perdebatan mereka. Lalu menidurkan kepala mereka di atas lengan. Sudah pasti, mereka push rank hingga subuh. PR saja tidak di kerjakan

“Ka, Azka” bisik Swara kepadaku

“Apa?”

“bolos di belakang yuk sambil makan bakso. Jangkar yang traktir” ajaknya

Aku berpikir keras, sepertinya bukan ide yang buruk “ayo, Jangkar udah di kasih tau?”

“Justru itu idenya Jangkar. Tapi traktirannya ideku” Jangkar yang mendengarnya hanya mengangkat ibu jarinya kepada kita

“Ayo yang di belakang jangan ramai. Nanti saya suruh keluar” peringat Pak Bambang

Bel sudah berdenting. Ku lihat banyak anak yang merenggangkan tubuhnya melepas penat pelajaran fisika kali ini. aku menatap kedua sahabatku, sudah jelas dari pancar mata mereka. Kita akan kabur di jam istirahat ini. Sejujurnya, aku tidak pernah senakal ini sebelumnya. Hanya ketika aku bertemu dua sejoli bodoh saat MPLS ini aku terjerumus dalam kata-kata memabukan maksiatnya dunia.

“ayo Ka, keburu jam istirahat selesai” Jangkar membuyarkan lamunanku

Lamunanku terbuyar, aku mengangguk lalu berdiri mengikuti dua sejoli tersebut. Kami berlari menuju belakang sekolah. Tempat memang biasa kami membolos sembari menikmati lezatnya makanan kantin. Kita berbaring di gubuk tua yang sudah tidak terpakai. Lalu menunggu pesanan mie ayam dari traktiran Jangkar datang

“emang ya kabur di saat jam pelajaran itu emang asik” tungkas Swara

Mie ayampun datang dengan segelas es teh. Jangkar dengan mudah mengeluarkan uang yang mungkin buatnya tidak banyak itu. Dengan cepat Swara mengambil mie ayam yang sudah di janjikan Jangkar pagi ini

Aku menatap Swara “kalau makan pelan-pelan Ra, nanti keselek”

Swara hanya tersenyum kepadaku dengan mulut yang penuh dengan mie itu. Sesuai dugaanku tidak berselang lama, terdengar suara batuk dari mulut Swara. Aku sudah hapal dengan tabiat anak-anak ini.

“kamu gak sarapan apa gimana sih Ra?” Jangkar bertanya pada Swara

Swara hanya menggeleng “belum Jang, kamu tahu kan tinggal sendiri di kos-kosan uang gak seberapa. Mana bangun kesiangan lagi”

Iya, Swara yang ku ketahui adalah seseorang yang mandiri. Ia tinggal sendiri tanpa kedua orang tuanya. Ia sudah di tinggal oleh kedua orang tuanya dari kecil. Berbeda denganku yang di tinggal karena perkerjaan. Yang ku ingat hanyalah Swara pernah menceritakan kehilangan kedua orang tuanya karena sebuah insiden kecelakaan. Padahal Swara ingat kalau keluarganya adalah keluarga yang super duper hangatnya.

“duh Ra, jangan sedih dong” hibur Jangkar

Tangan secepat kilat itu memukul tengkuk kepala Jangkar “Siapa yang sedih, aku itu udah damai sama keadaan. Emang kalian yang duitnya banyak. Makanya banyak-banyak traktir anak yatim piatu”

Aku yang mendengarnya hanya tertawa. Aku kagum dengan Swara yang selalu menjadi positif dan ceria. Kehidupan absrutnya yang benar-benar tidak bisa di nalar dengan akal sehat. Entah candaannya yang di kelewat garing, atau ketawanya yang kelewat kencang.

“Azka gimana? Udah pada pulang?” tanya Swara kepadaku

Senyumku luntur “belum si Ra, ku hubungi juga susah”

“et dah Ka, main kerumah sini. Papa pasti nungguin anak satunya” ucap Jangkar sembari menyenggol lenganku

Berbeda dengan Swara. Jangkar ini memiliki uang serta keluarga yang harmonis tanpa ibu. Ibunya juga sudah lama meninggal ketika melahirkan adiknya. Dengan begitu sekarang ia hanya tinggal Bersama ayah, adiknya dan beberapa pelayannya. Aku tahu betul kalau Jangkar suka merasa rindu kepada ibunya dan menangis sendirian. Tetapi aku tidak pernah menyinggung itu

Kegiatan hari ini ditutup dengan candaan kita dan bercerita tentang apa yang akan di lakukan dimasa depan. Kita bercita-cita agar sukses tetapi tetap Bersama. Aku juga ingin hal seperti itu.

17Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang