Juni 20xx
Ting…..
Ponselku berdering, notifikasi masuk dalam ponselku. Aku membaca pesan dari grub kami yang sangat ramai. Walaupun hanya bertiga terkadang aku merasa seperti ada 100 orang di dalam sana. Sehingga suasana grup tidak pernah sepi.
“kalian ada dimana?” pesan dari Jangkar
Aku mengetik untuk membalas pesannya “tepat bundaran air mancur”
Tidak berselang lama. Aku melihat Swara dan Jangkar datang mendekat ke arahku. Melambaikan tos yang selalu kita lakukan setiap harinya, aku tidak akan pernah bosan beratus kali mengucapkan kata bahwa aku mencintai suasana ini.
“berapa hari lagi ya sebelum kita pindah masing masing?” tanya Swara
“mungkin sekitar 1 minggu” jawabku
“Aku, suka suasana ini. aku suka, berteman dengan kalian” kata manis terucap begitu saja dari mulut sang paling muda
Tentunya kita kaget dengan ucapannya dan membuka mulut hingga berbentuk O sempurna. Namun bukan Jangkar kalau ia tidak meledek sang Jerry. Jangkar meledek Swara hingga sang empu hanya mengerucutkan bibirnya.
“udah udah, balik semua. Niatnya kita kesini kan buat tukeran ganci aja buat kenang-kenangan. Masih banyak surat yang di urus” ucapku pada mereka
Mereka mengangguk dan akhirnya saling melambaikan tangan kepadaku.
Aku segera memasuki mobilku dan berkendara untuk pulang ke rumah dan mengurus beberapa berkas untuk kuliahku nanti. Aku menyetir dengan perasaan Bahagia. Dengan alunan music lembut aku tenggelam dalam perjalanan singkat ini. hingga aku tidak sadar, pager putih tinggi rumahku sudah ada di depan mata.
memasuki pekarangan rumahku, Memarkir mobil dan segera menuju dalam rumah. Baru saja aku ingin membuka pintu rumah. Dapat ku lihat Jangkar di depan rumahku dengan muka yang semrawut, raut wajah yang benar-benar tidak bisa aku tebak
“Jangkar? Kamu ngebut ke rumahku?” tanyaku padanya
Lalu 1 kalimat yang terucap dari Jangkar merubuhkan duniaku saat ini juga “Swara kecelakaan”
“Jang? Tadi dia masih sama kita” aku tidak percaya.
Aku langsung menaiki posisi penumpang pada motor Jangkar
Hembusan nafas Panjang dari Jangkar semakin membuatku Khawatir“Az, Swara meninggal di tempat”
Air mata yang ku tahan dari tadi hancur. Aku menangis kencang di belakang punggung Jangkar. Bercampur dengan suara angin dari motor yang mulai berjalan melaju ke RS dimana Swara di larikan. Aku masih denial. Semua ini hanya candaan Jangkar dan Swara bukan? Lalu sampai RS mereka akan berkata bahwa Swara hanya kecelakaan kecil
Tiba lah kita di rumah sakit, dan aku berlari mengikuti dimana Jangkar melangkah. Kakiku terhenti ketika aku lihat Jangkar sudah berdiri di depan ruang mayat. Kakiku lemas, Jangkar mendekat ke arahku dan membantuku jalan hingga memasuki ruang mayat.
Tangan yang berlumuran darah itu. Aku tahu persis siapa pemilik tangan itu. Hingga aku menyibakan kain yang menutupi tubuh penuh darah itu. Swara yang tertidur dengan tenang, benar benar tenang. hingga aku teriak sekencang apapun ia tidak akan terbangun lagi.“SWARA BANGUN SWARA” aku menggoyangkan tubuhnya yang mulai kaku
Aku tidak peduli jika tanganku akan ikut bau anyir karena darah Swara. Aku tidak takut pada darah, aku takut kehilangan Swara. Emosiku tidak terkontrol sampai aku tidak tersadar bahwa selain aku yang hancur ada Jangkar yang sama hancurnya denganku namun tetap ingin terlihat tegar di depanku.
Jangkar mengajakku keluar. Tentu aku menolak, Swara juga harus di ajak keluar dari ruangan gila ini. Swara harus bermain Bersama kita juga. Namun jangkar tidak mengerti. Ia menarikku paksa keluar dari ruangan gelap itu
“AZKA SADAR SWARA UDAH GAK ADA” teriaknya kepadaku
Aku kaget dengan teriakan Jangkar “kamu percaya kalau Swara udah gak ada? Kamu jahat Jang”
Bibir yang bergetar itu, mulai mengatakan satu persatu kata yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Bersama dengan tangis Jangkar yang runtuh
“Swara kecelakaan di depanku Azka. Dia di srempet pas ada di jalan layang. Aku yang ngelihat sendiri Swara kepental dari pembatas jalan Az, DISINI BUKAN KAMU AJA YANG SEDIH. AKU JUGA”
“jadi tolong, jangan kaya gini Az. Aku makin hancur” sambungnya
Aku tidak bisa mengucapkan satu katapun. Yang hanya bisa ku lakukan hanyalah menangis dan menangis di depan Jangkar. Sekarang ia hanyalah satu satunya sahabatku. Hari ini, duniaku sepenuhnya runtuh