Seorang pria berdiri di depan sebuah bangunan tua dengan pandangan kagum. Maniknya menelisik detail bangunan bermodel klasik tersebut. Dipandanginya papan tua yang hampir seluruhnya berkarat dengan tulisan yang samar-samar terbaca "Panti Asuhan Pelita Kasih" itu.
Kemudian, pria lain bersurai hitam menghampiri dan merangkul pundaknya. "Kenapa belum masuk sayang?"
"Aku menunggumu, Sunghoon." balasnya tanpa repot-repot menoleh, masih asik menikmati pemandangan yang tersaji dihadapannya. "Sepi sekali. Sudah lama tidak dipakai ya?"
"Sepuluh tahun mungkin? Setelah aku berumur delapan belas tahun, panti ini berhenti beroperasi." cerita Sunghoon. Pria tampan itu tersenyum, lalu menggandeng tangan Jake untuk mengajaknya masuk ke dalam. "Ayo masuk. Ibu pasti sudah menunggu kita."
Meski bangunan itu sudah tua, tapi ternyata masih sangat bersih dan nyaman. Apalagi untuk Sunghoon, yang sejak kecil tinggal dan tumbuh disini. Setiap sudutnya pasti menyimpan kenangan tersendiri baginya.
"Ibu?" panggil Sunghoon pelan. Tak lama, seorang wanita paruh baya keluar dari dalam.
"Sunghoon?" raut wajahnya terlihat begitu bahagia. Sunghoon menghambur ke pelukannya. Wanita yang telah ia anggap seperti ibu kandungnya sendiri itu masih terlihat sehat bugar, meskipun di usianya yang tak lagi muda.
"Maaf Ibu, aku datang terlambat. Sepertinya anak-anak yang lain sudah kemari, ya?"
"Iya, kemarin mereka ramai-ramai kemari. Kenapa kamu baru datang hari ini?"
"Aku sangat sibuk akhir-akhir ini, Bu. Oh ya," Sunghoon memanggil pria yang tadi bersamanya untuk mendekat, "Ini suamiku, Shim Jake."
Yang disebut namanya langsung membungkukkan badannya sopan. "Halo, tante?" sapanya dengan sedikit canggung.
Sang wanita terkekeh, "Panggil aku Ibu nak. Kan aku juga Ibumu." Tangannya mengusap kepala Jake lembut. "Ayo masuk, kita mengobrol di ruang tengah saja."
"Uhm, tunggu.." seru Jake membuat dua orang disana menghentikan langkah mereka. "Apa boleh aku melihat-lihat tempat ini?"
"Tentu saja, ini juga rumahmu sayang." ujar sang Ibu. "Kau boleh melihat-lihat, tapi jangan ke halaman belakang, ya."
"Baik, Bu!"
"Jangan sampai hilang kamu ya!" kata Sunghoon bercanda, sebelum akhirnya mengikuti ibunya masuk ke dalam.
"Memangnya aku anak kecil," gumam Jake. Maniknya mengobservasi tiap sudut ruang tamu. Mulutnya tak berhenti menggumam kagum menatap hiasan-hiasan antik di rumah itu. "Wah, kalau dijual pasti harganya mahal sekali."
Jake berjalan keluar rumah. Mengamati suasana sekitar panti yang sepi, tak ada rumah lain disana. Hanya ada sawah dan hutan. Tapi bagi Jake, ini pemandangan favoritnya. Udaranya masih segar, tidak seperti rumahnya yang berada di lingkungan perkotaan. Pemandangannya pun hanya gedung-gedung tinggi yang terlihat membosankan. Dan jangan lupakan asap dan debu yang selalu setia menyambutnya ketika ia keluar rumah.
Tubuhnya berbalik, meneliti bangunan panti itu kembali. Pandangannya tertuju pada satu pagar kecil di samping rumah. Rasa penasarannya yang membuncah membuat Jake berjalan menghampirinya.
Jake menatap sekelilingnya, memastikan tak ada seorangpun yang melihatnya.
Si Shim menyusuri gang sempit dengan rerumputan yang tinggi. Gang itu merupakan celah antara dinding rumah dengan dinding pembatas sawah. Tapi apa fungsi celah itu? pikirnya
Tidak terlalu lama ia berjalan, sekarang Jake sampai pada lahan kosong yang dikelilingi oleh tembok tinggi dan satu pintu yang tertutup rapat. Beberapa detik Jake termenung, hingga akhirnya ia sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nekma | Sungjake [END]
Fanfictionnekma [ne-kamah] (n) kebencian, dendam, amarah warning: mpreg horor bxb violation, blood, torturing, harsh words