Bab 1

33 3 0
                                    

Seorang perempuan dengan rambut sebahunya sedang berjalan menyusuri sebuah jalan setapak yang terletak di sepanjang taman.

Mulutnya sibuk menggerutu pada kekasihnya yang tidak membalas pesannya selama tujuh jam terakhir. Padahal seingatnya, kekasihnya itu hari ini tidak ada kelas. Tentu saja, ini adalah hari libur!

Tidak biasanya kekasihnya tidak memberi kabar selama ini.

Beberapa kali gadis tersebut mencoba untuk menelpon sang kekasih, namun tetap saja tidak ada jawaban dari lelaki itu.

"Tumben banget gak ngabarin."

Pandangannya mengedar, memperhatikan orang-orang yang tengah asyik dengan kegiatan masing-masing.

Bibirnya mengerucut sebal saat orang yang dihubunginya masih tidak memberikan balasan apapun.

Pada akhirnya ia menyerah untuk menghubungi sang kekasih, lalu kaki panjangnya membawa gadis itu untuk pulang. Perasaannya sangat campur aduk. Antara kesal, sedih, dan juga merasa ada sesuatu yang mengganjal.

Hari sudah sore ketika Nindya terbangun dari tidurnya. Ia mengurungkan niatnya mandi saat ponselnya berdering tanda panggilan masuk.

"Halo sayang, maaf yaa baru bisa ngabarin sekarang."

"Hm gak papa."

Kekasih Nindya, Baskara mengela napasnya. Nindya yang mendengarnya pun langsung melunakkan hatinya.

"Darimana, tumben ngabarinnya lama banget?"

"Aku ada acara penting hari ini. Maaf ya sayang. Dan aku cuma ada waktu sebentar untuk hubungi kamu, karena setelah ini masih ada acara lainnya lagi."

"It's okay, kalo udah selesai kabarin ya."

"Pasti."

Baskara tidak langsung mematikan sambungan telepon mereka, dan Nindya yakin ada seorang perempuan yang memanggil kekasihnya dengan manja.

Tetapi siapa perempuan itu? Apakah adik Baskara yang lama tinggal di luar negeri itu? Ah mungkin iya, pasti sang kekasih sedang menghadiri acara keluarga.

Nindya menganggukkan kepalanya beberapa kali, berpikir positif tentang Baskara yang selalu ia tanamkan sejak ia berpacaran dengan kekasihnya itu.

Gadis itu selalu percaya pada Baskara. Walaupun terkadang Baskara sangat kekanakan, Nindya akan menjadi sosok dewasa dalam hubungan mereka.

Itu bisa saja terjadi mengingat umur keduanya terpaut 3 tahun, dan Baskara yang masih labil butuh bimbingan dari Nindya.

Nindya tidak mempermasalahkan umurnya yang lebih tua dari sang kekasih.

Sebuah pesan muncul di ponsel milik Nindya, ia hanya melirik sekilas dan tersenyum kecut. Selama tiga tahun ia dan Baskara berpacaran, tidak pernah sekalipun lelaki itu mengenalkan pada keluarganya.

"Mungkin Baskara ingin fokus kuliah dulu." kata-kata itu selalu Nindya tekankan pada dirinya sendiri saat pikiran tersebut selalu menghantuinya.

Jujur saja, Nindya ingin keluarga Baskara mengenalnya sebagai kekasih dari lelaki itu. Baskara kadang kala menceritakan tentang keluarganya tapi tidak pernah sekalipun kekasihnya mengakui Nindya sebagai pasangan dihadapan keluarga Baskara.

 _._._._

Langkah antusias Nindya menunjukkan betapa senangnya gadis itu yang akan segera sampai di apartemen sang kekasih. Dengan dua kantung belanjaan yang ia beli untuk kebutuhan Baskara satu bulan kedepan di masing-masing tangannya.

Baskara memang tidak meminta Nindya untuk membelikan kebutuhan lelaki itu. Tetapi Nindya sendiri yang inisiatif dan membuatnya senang walaupun hanya hal sepele seperti ini.

Nindya's second life journeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang